06 🏈 Sebelum Cinta Ada

-- happy reading --

🍒🍒

Karena tidak ada kemungkinan di dunia ini yang terjadi secara tiba-tiba.

Bahwa kenyataannya Ainuha kini berhadapan dengan kedua orang tua dari laki-laki yang baru ditemuinya selama dua kali. Allah, begitu indahkah perjalanan hidup setiap hambamu hingga surprise kecil ini benar-benar membuat Rahadi menggelengkan kepalanya.

"Ayah, maafkan Nuha. Bukan Nuha yang ingin namun___" kata Nuha saat meminta izin kepada Rahadi bahwa esok hari orang tua Hauzan akan bersilaturahim ke rumah.

"Ya sudah, Ayah paham maksudmu Nduk. Tidak baik menolak orang yang berniat untuk bersilaturahim ke rumah kita. Itu sama artinya kita menolak rezeki yang diberikan Allah." selalu seperti itu. Apapun keadaannya Rahadi tidak akan pernah berbuat jelek kepada orang lain. Terlebih kepada orang yang ingin menanam kebaikan.

Tidak ada yang ganjil dengan pertemuan pertama mereka. Agus Rahman dan Rien Anjani tidak menunjukkan sikap yang berlebihan. Bahkan sejak bertemu dengan Nuha, mata Rien tidak bisa lagi berpaling.

Bukan karena kecantikan Nuha, Rien paham benar teman-teman Hauzan yang memiliki wajah melebihi Nuha sangat banyak. Tapi entahlah, mungkin karena sikap santun dan juga pandangan yang selalu melembut membuat ibu dua anak itu seolah tersihir dan terkesima dengan penampilan Nuha.

Jika harus berkata, Rien sebenarnya sangat kikuk. Dirinya yang berusia lebih matang dibanding dengan wanita yang kini tertunduk di depannya belum bisa berpakaian tertutup. Sementara dia repot untuk duduk dan menyesuaikan diri. Nuha dengan tenang dan sangat anggun menerima kehadiran mereka dengan pandangan tanpa mengecilkan.

Rahadi pun sangat santun berucap. Tidak berlebihan dan juga tidak membuat suasana menjadi kaku.

"Anak saya ini memang kurang bergaul Pak. Jadi wajar di usianya yang seharusnya sudah memiliki anak ini belum juga punya istri." Kata Rien yang dijawab kekehan Rahadi.

"Perkara jodoh itu tidak bisa di tolak dan juga tidak bisa diminta waktu datangnya. Sama seperti mati." jawab Rahadi.

"Nuha sendiri juga bukan wanita yang sempurna Pak Rahman, Bu Rien. Dia masih banyak kekurangan terlebih dalam ilmu agama, masih harus banyak belajar lagi." Tambah Rahadi selanjutnya.

Sesekali Hauzan melirik wanita yang tiba-tiba dipilihnya. Entah suatu kebetulan atau karena ada yang menuntun hatinya untuk memilih Nuha. Hauzan jelas tidak mencintai Nuha, bahkan dengan wanita lain di luaran sana. Belum sekalipun dia jatuh cinta. Tapi melihat Nuha kini rasanya dia menginginkan untuk bisa mencintai wanita itu, bahkan lebih. Hauzan ingin memilikinya.

"Tidak ada manusia yang sempurna. Menikah itu bukan mencari yang sempurna tetapi menciptakan kesempurnaan setelah bersatu. Saling melengkapi dan menyayangi. Bukan begitu?" kini suara Rahman yang menjawab kalimat Rahadi dan di sambut anggukan kepala Rahadi untuk menyetujui itu.

"Sebenarnya silaturahim ini bukan untuk melamar Nuha secara resmi Pak Rahadi. Mohon maaf kalau kami ingin terlebih dulu mengenal Nuha seperti apa, dan ternyata sepertinya putra kami tidak salah memilih pasangan." Rien pun tidak ingin kalah untuk menyambung ucapan suaminya.

Rahadi tersenyum tipis sedangkan Nuha hanya terdiam mendengarkan semuanya. Entah bagaimana kini perasaannya. Yang jelas di dalam hati Nuha masih belum bisa menerima semua perlakuan Hauzan kepadanya.

Tapi apa yang bisa dilakukannya jika sang ayah sendiri menyambut dengan begitu baiknya kedatangan keluarga Hauzan. Nuha bisa apa untuk menolaknya? Sedangkan orang tua Hauzan sendiri sudah sangat jelas menjelaskan bahwa mereka datang hanya untuk bersilaturahim. Berteriak pun rasanya sungguh tidak sopan. Nuha hanya bisa tertunduk dan menahan semua amarahnya di dalam hati.

Hingga keluarga Hauzan mohon diri untuk pulang. Nuha hanya bisa menahan semuanya dengan melafadzkan beribu istighfar dari bibir mungilnya.

"Mintalah petunjuk kepada Allah, jika memang Hauzan jodohmu Dia akan menunjukkannya." kata Rahadi kepada Nuha.

"Ayah menyukainya?"

"Apa yang membuat Ayah tidak menyukai dia. Orangnya sopan, sudah bekerja, hanya saja Ayah juga harus memastikan dia bisa menjadi imam yang baik untukmu atau tidak." Jawab Rahadi.

"Sopan? Bahkan saat bertemu dengan Nuha pertama kali kata itu sangat jauh sekali Ayah. Mas Hauzan itu sombong dan asal Ayah tahu dia juga mengatakan bahwa orang yang berpakaian seperti Nuha ini adalah teroris, tidak modis dan tidak sedap dipandang. Ditambah___"

"Nduk, Allah itu memilih orang untuk bisa diberikan hidayah. Kita boleh memintanya apa yang kita inginkan. Tapi Allah tahu apa yang kita butuhkan. Jika kamu menilai Hauzan hanya dengan sekali pertemuan dan sudah menyimpulkan seperti itu, tidakkah kamu percaya bahwa Allah bisa membolak-balikkan hati manusia melebihi dari kecepatan cahaya?" tanya Rahadi.

"Astaghfirullah, bukan seperti itu maksud Nuha. Tapi sungguh Nuha tidak menginginkan semua ini terjadi kepada Nuha. Belum selesai masalah Nuha kemarin dengan Gus Eshan mengapa sekarang justru Allah menambah dengan kehadiran Mas Hauzan dengan cara seperti ini?" kata Nuha.

"Bukan Allah yang menambah Nuha, mungkin Allah memberikan jawaban dari doa yang kamu langitkan kepadaNya. Khusnudzon billah cah ayu. Allah lebih tahu dari apa-apa yang tidak kamu tahu. Al Bashiir, Az Zahiir dan Al Baathin."

"Astagfirullah, subhanallah. Nuha salah Ayah."

"Mintalah ampunan kepada Allah dan mintalah petunjukNya. Jika Hauzan adalah jodoh yang ditentukan Allah, ladang surga bagimu nanti apabila bisa mengamar makrufinya untuk bisa berjalan di jalannya Allah."

"Iya Ayah."

Rahadi memang tidak memberikan persyaratan khusus untuk menjadi menantunya. Yang terpenting adalah pemuda itu nantinya bisa menjadi imam yang baik untuk Nuha dan memiliki iman dan islam yang baik.

Lalu bagaimana dengan Hauzan? Rahadi tahu jika Hauzan belum sepadan jika harus disandingkan dengan Eshan mengenai ilmu agamanya. Namun bukan berarti orang yang belum ahli tidak diberikan kesempatan untuk belajar.

Banyak contohnya mereka yang belajar terakhir yang justru bisa berlari dan mendahului mereka yang telah expert. Karena banyak para expert yang menganggap bahwa dirinya bisa dan tidak mau belajar, sedangkan mereka yang menginginkan untuk tahu akan terus mengejar apa yang ingin dia ketahui hingga tanpa sadar telah mendahului para expert yang tidak mau belajar lagi.

Semakin dipikir rasanya semakin tidak mampu otak Nuha berputar pada kenyataan. Jika sudah dikaitkan dengan kekuasaan Allah, maka tidak satu akal manusia pun yang bisa mencernanya.

Allah yang maha besar dengan segala kuasanya. Apalah arti penghamba seperti kita? Ketika kata kun telah Allah lafadzkan maka fakayun selanjutnya adalah hak yang hanya Allah tahu apa hikmah atas semuanya. Hanya Allah yang maha mengetahui apa-apa yang tidak kita ketahui.

Kembali Nuha menegakkan berdirinya. Sepertiga malam terakhir adalah waktunya untuk bercerita. Merendahkan diri atas kuasaNya. Bersimpuh dengan lelehan air mata yang selalu setia menemani doa yang selalu dia sampaikan kepada bumi untuk dilangitkannya.

"Allah, Engkau tahu tidak ada lebih dari diri hamba untuk disombongkan. Terlebih di semestaMu yang maha luas ini. Mohon petunjukMu, Ya Rabb karena langkah kaki hamba tidak akan pernah ringan tanpaMu. Hamba hanya menginginkan imam yang bisa membimbing dan membersamai hamba sampai ke jannahMu tanpa harus menyakiti hati penghamba yang lain." Rintih Nuha setelah menyelesaikan sholat malam dan istikharahnya.

Tidak ada yang berbeda, semua berjalan sebagaimana mestinya. Dan sesuai apa yang telah di janjikan oleh Hauzan, sore ini dia mengunjungi Nuha kembali untuk mengantarkannya ke kediaman Eshan Alkatair.

"Assalamu'alaikum." Satu perubahan yang ditunjukkan Hauzan sore ini adalah pengucapan salam ketika Hauzan ingin masuk ke rumah Ainuha.

"Waalaikumsalam." Suara Rahadi menjawab salam yang diucapkan oleh Hauzan.

"Om, maaf. Ainuha ada?" tanya Hauzan setelah bersalaman dan mencium tangan Rahadi.

"Ada, Nak Hauzan dengan siapa kemari?"

"Saya sendiri. Rencananya hari ini saya akan mengantarkan Ai ke pesantren Gus Eshan." Kata Hauzan dengan lancar.

"Gus Eshan? Berdua saja?"

"Iya, kami akan meminta maaf karena kejadian kemarin. Ai sendiri yang meminta saya untuk mengantarkannya." Jawab Hauzan.

"Baiklah, tunggu sebentar Om panggilkan Nuha. Silakan duduk Nak Hauzan."

Sekilas tidak ada masalah dengan Hauzan. Tutur katanya sopan, perilakunya beradap. Rasanya seperti tidak bisa percaya dengan apa yang sebelumnya pernah disampaikan Nuha kepadanya. Namun sekali lagi Rahadi harus benar-benar menguji pria ini layak atau tidak dia menjadi imam untuk Nuha.

"Renata tidak ikut Mas?" tanya Nuha saat dia sudah menemui Hauzan.

"Rena? Bukankah denganku saja sudah cukup?"

"Kita tidak mungkin pergi hanya berdua saja Mas. Tidak dibenarkan akwat dan ikhwan berduaan dan menyepi." Jawab Nuha.

"Menyepi?"

"Iya, bukankah di mobil itu hanya ada kita berdua? Apalagi kaca mobilmu gel__"

"Come on Nuha, di mobil pun kita tidak melakukan perbuatan tercela bukan? Jangan terlalu kolot, jaman sudah berubah."

"Kita memang tidak melakukan apa-apa tapi syaiton selalu akan membisikkan itu kepada kita untuk berbuat pelanggaran. Nabi Adam dan Siti Hawa contohnya. Jaman memang sudah berubah Mas, tapi selamanya peraturan dalam Islam tidak akan berubah. Berkhalwat antara akwat dan ikhwan yang tidak bermahram itu adalah perbuatan menuju zina. Biar aku yang menghubungi Rena untuk bersedia bersama kita." Kata Nuha panjang lebar.

Hauzan hanya bisa diam. Dia kalah telak jika harus mendebatkan tentang semua itu dengan Nuha. Pasalnya Hauzan sendiri tidak memiliki ilmu yang lebih untuk bersilat lidah dengan Nuha. Sama halnya perang tanpa senjata, itu bunuh diri namanya.

Kedatangan Renata lima belas menit kemudian membuat Hauzan dengan segera mengajak Ainuha untuk berangkat.

"Nuha, maghrib sampai rumah." Pesan Rahadi sebelum ketiganya meninggalkan rumah.

"Inshaallah Ayah."

Benar sampai di pesantren Gus Eshan, Nuha segera menyampaikan maksud kedatangannya. Biar bagaimanapun berbohong itu adalah suatu perbuatan jelek yang tidak pernah diajarkan oleh kedua orang tuanya.

"Afwan Gus, ana kemari selain untuk silaturahim adalah untuk meminta maaf kepada Gus dan Ukhti Aisha. Bahwa apa yang Gus Eshan dan Ukhti Aisha dengar kemarin adalah tidak benar." Ucap Nuha.

"Maaf jika saya harus berbohong untuk menggagalkan semuanya. Karena terus terang secara hati saja saya tidak tega membiarkan wanita di poligami meski dalam islam diperbolehkan untuk itu. Saya tidak hanya berpikir tentang hati Nuha terlebih dengan hati istri Anda Gus." lanjut Hauzan.

Tentu saja Gus Eshan terkejut mendengar ucapan Hauzan. Karena kejadian itu akhirnya dia membatalkan perihal khitbah sebelah pihak.

"Kami kesini___" kata Nuha yang langsung dipotong oleh Hauzan.

"Kami kesini karena memang ingin meminta maaf akan hal tersebut Gus Eshan dan Bu Nyai Aisha tidak bermaksud untuk kembali membicarakan perihal poligami itu." Kata Hauzan.

"Mas__"

"Tidak Nuha, aku tidak akan mengikhlaskan itu." Jawab Hauzan yang bisa di dengar oleh semua orang yang ada di ruangan itu.

Bukan hanya Hauzan, Eshan sendiri sesungguhnya tidak menginginkan membagi ranjang cintanya dengan Ainuha. Kehadiran Hauzan yang tiba-tiba ini sesungguhnya menyelamatkan Eshan untuk tanpa bersusah payah menolak keinginan Aisha.

"Maaf, maaf jika saya menyela semuanya. Rasanya kejadian kemarin sudah bisa kami terima. Dan bersama itu pula kami telah membatalkan semuanya. Jadi sudah tidak perlu dipermasalahkan lagi. Iya, kami menerima maksud baik dari Nuha dan Mas Hauzan untuk meminta maaf. Harusnya saya juga meminta maaf kepada Nuha, terlebih telah sedikit memaksakan kehendak padahal kami tahu dengan jelas bahwa dari awal Nuha telah menolaknya. Hanya saja__" Gus Eshan menarik nafasnya pelan. Meski sekarang dia tahu bahwa apa yang dikatakan Hauzan kemarin adalah kebohongan namun mata Hauzan tidak berbohong jika dia menginginkan Nuha untuk sesuatu yang lebih. "Hanya saja jika calon suami Nuha nanti tidak tahu Islam dengan baik, rasanya bukan suatu hal yang salah jika saya mengajukan diri lagi untuk menjadi suaminya." Ada senyum Eshan untuk Aisha kali ini.

Hauzan dan Ainuha pun saling bertatap mendengar ucapan dari seorang Gus itu.

"Tidak, saya pastikan itu tidak akan terjadi. Sebaiknya kami permisi untuk pulang, karena kami berjanji kepada Om Rahadi bahwa maghrib sudah sampai di rumah. Terima kasih Gus Eshan, assalamu'alaikum."

Tidak ada basa-basi. Hauzan memang belum mencintai Ainuha. Namun mendengar ada lelaki lain yang menginginkannya seperti membuat hatinya mendidih.

"Afwan Gus, Ukhti."

"Siapkan amunisimu Brow, jika om Rahadi tidak menyetujuimu karena keislamanmu. Maka aku akan maju untuk itu." Bisik Gus Eshan lirih di sebelah Hauzan ketika mengantarkan tamunya menuju ke mobil.

Tatapan tajam diberikan Hauzan kepada Gus Eshan. Rasa tidak sukanya kepada Gus satu itu semakin menjadi ketika dia justru melihat senyuman miring yang seolah mengejeknya.

"Tidak, aku akan memperjuangkannya. Apa pun nanti yang harus aku korbankan."

"Laki-laki itu dipegang janjinya, Brow. Selamat berjuang." Pesan Gus Eshan.

Tidak ada lagi percakapan dalam perjalanan pulang mereka. Hauzan fokus dengan jalan di depannya dan berbagai macam pikiran yang memenuhi otaknya kini. Renata dan Ainuha juga memilih untuk berdiam diri.

Hingga sampai di rumahnya Ainuha hanya terdiam. Tak berselang lama setelah mereka sampai adzan maghrib berkumandang. Rahadi telah siap dengan baju koko dan sarung yang dia kenakan. Ainuha dan Renata juga bersiap untuk segera memenuhi panggilan dari sang maha memiliki hidup dan mati. Sedangkan Hauzan?

"Nak Hauzan, silakan untuk menjadi imam. Ayah ingin sholat maghrib di rumah."

Nuha hanya mengerutkan keningnya. Tidak biasanya sang ayah ini memilih untuk sholat di rumah. Padahal dia tahu keutamaan sholat laki laki adalah di masjid. Meminta Hauzan menjadi imam? Ah yang benar saja, bagaimana mungkin kita meminta orang menjadi imam sementara kita sendiri belum tahu tentang keislaman lelaki itu?

"Maaf Om," kata Hauzan sambil tertunduk dan mengambil nafas panjang. "Bukankah sebaiknya laki-laki seperti kita melaksanakan sholat jamaah di masjid? Akan lebih afdhol pahalanya." akhirnya Hauzan bisa bernafas dengan lega dan beruntunglah dia karena sedikit mengetahui tentang hal itu.

Lagi-lagi ucapan Gus Eshan berkeliaran di otaknya. 'Jika om Rahadi sampai tidak memberikan restu karena masalah keislamanmu. Maka aku akan maju.'

Hauzan menggeleng cepat. Dia harus belajar. Dan rasanya memilih untuk jujur kepada Rahadi adalah cara terbaik untuknya.

Allah maha baik kepadanya hari ini. Dia menyelamatkan mukanya atas muslim yang jauh lebih baik darinya. Lantas apalagi alasan Hauzan untuk meninggalkanNya lebih lama lagi?

🍒🍒

-- to be continued --

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama

Jazakhumullah khair

🍒🍒

Selamat berhari Jum'ah...jangan lupakan AlKahf untuk hari ini 😘😍

Blitar, 03 Januari 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top