00 🏈 Epilog

Baca mushafnya dulu baru buka WPnya
👍👍

Nggak sangka sudah di ujung cerita, kisah cinta antara Hauzan dan juga Ainuha.

But, jika readers ingin lanjut untuk mengetahui bagaimana cerita Aresya Sabiha, boleh yuk intip di ceritanya bersama adik-adiknya di AERODROME

-- happy reading --

🍒🍒

Berusaha dan berdoa, dua hal yang mutlak harus dilakukan oleh setiap manusia di muka bumi ini. Sebagai hamba yang takut akan peringatan Allah, sebagai hamba yang bertakwa kepada pemilik hidup dan matinya.

Kenikmatan dunia dan seisinya semua telah disempurnakan dengan hadirnya kembali sinar yang nanti akan memberikan kekuatan penuh dalam sebuah keluarga yang utuh. Hadziqa Numa, bayi perempuan kecil yang sama memanggil poppa dan momma kepada Hauzan dan juga Ainuha.

Satu bulan setelah acara liburan di Bali usai, Hauzan menerima kembali kabar yang begitu menyejukkan hatinya. Istrinya kembali dinyatakan positif mengandung buah cinta mereka setelah pergulatan panas yang mereka lakukan di Bali kala itu. Ternyata sisi romantis Bali memberikan pengaruh yang luar biasa untuk bisa selalu menaburkan dan menumbuhkan cinta diantara keduanya. Sembilan bulan setelahnya hadirlah Numa ditengah-tengah keluarga mereka.

"Poppa, adik Numa kenapa nggak cowok saja seperti Mas Afdhal?" sejak kehadiran Numa, Afdhal menjadi sering cemburu karena menganggap bahwa dia tidak memiliki kubu untuk bisa diajak bermain. Sementara Saba kembali tersenyum mendapati dirinya dalam versi yang lebih kecil.

Ainuha sendiri sangat bersyukur, dia dan suaminya bisa kembali diberikan kepercayaan oleh Allah untuk menerima amanah yang nantinya menjadi tanggung jawab mereka berdua. Saba seperti ketika dia menjelaskan kehadiran Afdhal kepada Saba, saat ini pun Ainuha kembali memberikan pengertian yang sama.

"Momma akan tetap menjadi mommanya Kak Saba, jadi Kak Saba harus bisa menjaga adik-adiknya ya?" Saba mengangguk dan sama sekali tidak protes. Sepertinya naluriah sebagai seorang kakak sudah bisa membuat dirinya menerima kenyataan bahwa Saba harus bisa berbagi kasih sayang kepada seluruh keluarganya.

Hauzan sendiri tidak bisa tidak mengucapkan syukur kepada Allah. Mengenang kembali pertemuan mereka pertama kali. Hauzan menjadi sangat malu kepada Allah. Bagaimana mungkin dulu dia bisa bertindak bodoh dengan melukai perasaan istrinya. Namun dia juga sangat berterima kasih kepada ustad Eshan yang berniat untuk meminang Ainuha sebagai istrinya. Dengan demikian Hauzan spontanitas mengatakan bahwa dia adalah calon Ainuha meskipun sebelumnya Hauzan telah membuat air mata istrinya meleleh karena rasa sakit yang dia berikan. Penolakan Ainuha, kesabarannya hingga akhirnya Allah benar-benar menyatukan mereka dalam ikatan suci pernikahan.

Kesabaran Ainuha dan juga rasa percayanya untuk bisa merubah Hauzan dari yang malas mengenal Tuhan menjadi pribadi yang cukup mumpuni sebagai seorang imam. Ainuha benar-benar telah mendorongnya untuk berubah. Dan kini di ulang tahun pernikahan mereka, Hauzan kembali membuat Ainuha menangis. Bukan karena rasa sakit seperti saat pertama kali dia berikan namun karena Ainuha berbahagia. Ketika semua orang menyangsikan mereka akan memiliki keturunan nyatanya Allah justru memperlihatkan kuasanya dengan memberinya 3 orang yang begitu membanggakan.

Kisah hidup mereka tidak hanya berhenti sampai disitu. Perjuangan untuk mendapatkan restu dari seorang Agus Rahman benar-benar menguji kesabaran Hauzan. Dia harus banyak mengalah sementara hatinya berkata bahwa sebaiknya dia melawan untuk melindungi keluarga. Namun karena Ainuhalah yang akhirnya mereka bisa melewati semua rintangan dengan sedemikian baiknya.

"Sayang, rasanya seribu tahun tidak akan pernah cukup untuk mengungkapkan rasa syukurku kepada Allah karena Dia telah memilihkanmu untuk melengkapkan hidupku." Tatapan penuh cinta itu kembali diberikan Hauzan ketika Ainuha telah berhasil menidurkan kembali Numa setelah menyusu kepada mommanya dan sedikit rewel.

"Allah tidak pernah keliru menjodohkan setiap umatnya, Mas. Orang yang baik akan berjodoh dengan orang yang baik pula, demikian pula sebaliknya."

"Tapi aku bukanlah orang yang baik, namun Allah dengan ketetapanNya telah memberikanmu kepadaku yang sangat jauh perbandingannya." Hauzan kembali memeluk Ainuha ketika mereka berpillow talk malam ini.

"Itu pandanganmu sebagai manusia, pandangan kita, dan pandangan orang lain. Tetapi pandangan Allah jelas tidak seperti itu. Jika Mas Hauzan menganggap aku ini orang yang baik, berarti sesungguhnya Allah pun telah menganggap Mas Hauzan sebagai orang yang baik pula. Hidayah itu hanya diberikan Allah kepada hamba yang telah dipilihNya. Dan lebihkanlah bersyukur karena Allah telah memilihmu untuk bisa merubah diri dari yang menurut kita kurang baik atau tidak baik menjadi lebih baik lagi."

"Ah, bagaimana mungkin aku tidak semakin mencintai istriku jika setiap malam bisa membuat hatiku meleleh seperti ini."

Keduanya lalu memejamkan mata sebelum alarm berbunyi dan Nuha harus siap kembali berperang untuk menjadi pejuang ASI bagi putrinya. Pengorbanan seorang ibu untuk memberikan asupan terbaik bagi semua putra-putrinya.

Agus Rahman pun mulai menampakkan geliat kesehatannya. Kali ini dia bisa mendekap Numa meski hanya dengan duduk dan bersandar di sandaran kursi. Namun itu cukup membuatnya bahagia, Allah masih memberinya waktu untuk bisa menjadi kakek yang baik bagi keturunan dari putranya.

Menikmati udara pedesaan di kampung besan yang kini menjadi tempat tinggal putra beserta cucunya. Kemudian ikut melihat seperti apa peternakan sapi milik besannya dan juga beberapa usaha yang dikelola oleh putra dan menantunya.

Bahagia memang begitu sederhana hanya dengan senyum bersama keluarga besarnya maka semakin merasakan bagaimana kehangatan selalu menyapa jiwa.

"Terimakasih telah memberi Papa cucu yang sangat luar biasa." Agus Rahman berbicara dengan Ainuha saat keduanya sedang duduk bersantai di teras.

Ainuha tersenyum dan menjawab ucapan papa mertuanya. "Bukan Nuha Pa, tapi Allah yang telah memberikan Papa cucu, kesehatan dan semua yang Papa inginkan di dunia ini. Berterimakasihlah kepada Allah dengan bersyukur atas apa yang telah Papa peroleh saat ini."

Agus Rahman kembali mengernyitkan keningnya. Di usianya yang sudah menjelang purna seperti ini apakah masih mungkin dia belajar untuk memperbaiki diri. "Rasanya sudah terlambat Nuha."

"Tidak ada kata terlambat Pa, Mas Hauzan pasti akan dengan senang hati membimbing Papa jika Papa menginginkan untuk itu."

"Benarkah itu, jadi Papa masih memiliki kesempatan untuk bisa meminta ampun kepada Allah atas semua kesalahan yang telah Papa perbuat di masa lalu?"

"Selama manusia masih bernafas, Allah memberikan waktu untuk bisa menjemput hidayah. Alhamdulillah Papa masih diberikan kesempatan untuk itu. Nuha panggilkan Mas Hauzan."

Belum sampai beranjak suara Hauzan telah menginterupsi percakapan keduanya. Dia mengatakan Numa harus segera disusui oleh Nuha dan menggantikan posisi Nuha, Hauzan duduk di sebelah papanya.

Ada buncah haru di dalam dada Hauzan saat mendengar papanya ingin belajar mendekatkan diri kepada Allah. Seperti halnya dirinya dulu, Ainuha telah memberikan energi positif untuk bisa menarik semua keluarganya berjalan pada kebaikan. Hadiah terindah yang Allah berikan kepadanya, sungguh. Hidup seperti dalam surga dengan semua nikmat yang telah diraihnya. Indah pada waktunya, mungkin inilah saatnya tiba dimana Allah menguji dengan kebahagiaan untuk selalu bersyukur atas semua nikmat yang telah Dia berikan.

Roda kehidupan yang selalu berputar, kesedihan dan kebahagiaan adalah dua sisi berbeda yang akan selalu ada dalam kehidupan manusia. Apapun keadaannya, bagaimanapun rasanya tentu sebagai hamba diwajibkan untuk selalu mengucapkan kesyukurannya.

Kehidupan tanpa penyesalan ibarat sebuah masakan tanpa garam, hambar dan menjemukan. Masalahnya, penyesalan yang berlebihan justru bikin hidup terasa menyedihkan. Seolah kebahagiaan tak pernah diberikan oleh Allah. Salah siapa? Tak ada yang salah, namun perlu diubah karena hidup terlalu pedih jika diisi tangis penyesalan.

Membunuh rasa penyesalan dengan belajar ikhlas untuk menumbuhkan rasa syukur yang jelas harus digunakan untuk menyongsong kebahagiaan.

Hauzan tersenyum melihat keluarga kecilnya. Ainuha yang sedang menyusui Numa, Saba yang tengah asyik mengajarkan Afdhal bermain pallet dengan cat ait di tangannya juga kuas dan kanvas yang telah siap dibentangkan sebagai media melukis mereka. Sejumput tawa namun memberikan efek yang luar bahagia di dalam dada.

"Lihatlah sayang, kesabaranmu berbuah manis." Hauzan mencium pucuk kepala Ainuha kemudian mendaratkan pantatnya untuk duduk di sebelah istrinya.

"Bukan hanya kesabaranku Mas, tapi kesabaran kita. Saba tetap istimewa dengan caranya. Dia berbeda dengan teman sebayanya tapi dia memiliki sesuatu yang mungkin tidak dimiliki oleh mereka. Afdhal tidak pernah malu memiliki kakak yang istimewa seperti itu. Terima kasih tetap setia di sampingku walau apapun keadaannya. Membagi bahu sebagai sandaranku saat lelah menyapa dan seolah ingin melepaskan diri dari segala sesuatu yang tidak sesuai dengan inginku." Ainuha membalas ucapan Hauzan dengan pujian bahkan rasa syukurnya telah memiliki suami sehebat Hauzan di sampingnya.

"Terima kasih telah memberikan kesempatan kepadaku untuk membuktikan bahwa aku bisa berubah menjadi Hauzan yang lebih baik. Terima kasih telah mempercayaiku."

Saling memuji dan berterima kasih, bukan hanya sekedar ungkapan cinta namun lebih daripada itu. Bentuk kasih sayang yang akhirnya membawa mereka untuk membentuk mahligai cinta yang sesungguhnya. Menerima semua kekurangan hingga Allah menunjukkan kelebihan tanpa disangka-sangka.

Pelajaran berharga yang senantiasa bisa dipetik bahwa yang baik menurut kita belum tentu sama dengan kacamata yang dipakai Allah, demikian juga sebaliknya buruk menurut kita belumlah tentu buruk di mata Allah, karena kita tidak akan pernah tahu rencana apa yang telah Allah siapkan untuk kehidupan kita di masa mendatang.

"Apapun itu, tidak akan berhenti bibirku mengatakan bahwa aku mencintaimu hingga nafas tak lagi ada bersamaku." Hauzan menatap Ainuha yang masih memeluk Numa diantara mereka.

"Demikian halnya aku, tidak ada hal yang lebih indah selain menjalani kehidupan dan sisa waktu bersama denganmu di sisiku. Aku juga mencintaimu karena Allah telah melabuhkan hatiku di gelombang cintamu. Jangan pernah berpikir sendiri, Mas. Karena akan selalu ada aku, dan anak-anak yang akan mendukungmu. Kami mencintaimu dan berterimakasih bukan hanya menjadi suami yang terbaik untukku tetapi juga poppa terhebat untuk mereka." Mendengar ucapan istrinya tak urung tangan Hauzan kembali merengkuh tubuh istrinya meski tidak seperti biasanya karena ada Numa diantara mereka.

Namun scene romantis itu tiba-tiba ambyar saat Saba dan Afdhal tiba-tiba datang dan meminta keduanya untuk duduk kembali. Sebuah ciuman diberikan keduanya untuk kedua orang tua mereka.

"Aku dan Kak Saba juga cinta kepada poppa dan momma, kita akan selalu seperti ini terus kan?" kini suara Afdhal yang terdengar dan mendapat anggukan kepala dari Saba tanda persetujuan.

"Saba juga cinta Poppa dan Momma."

Keempatnya tertawa dan saling memeluk hingga membuat Numa menggeliat dari tidurnya. Sepertinya dia terganggu dengan suara berisik di sekitarnya atau justru dia ingin juga bergabung memberikan euforia kebahagiaan dan menjadi bahan bakar semangat kekeluargaan dalam keluarga barunya.

Hidup dan kehidupan, kadang berada di atas kadang berada di bawah. Semua ada masanya dan akan datang saatnya dimana tawa menggantikan duka dan bahagia melengserkan kesedihan.

"Mau apa Dek?" tanya Saba saat melihat mata Numa terbuka lebar.

"Mau jalan-jalan? Atau mau ikut Poppa nyuntik orang?" Afdhal menambahkan yang membuat Hauzan tersenyum tipis.

"Uwwuuh tayang-tayang, Momma aku pengen pangku adek." Saba duduk di samping Nuha kemudian menepuk pahanya supaya sang momma memberikan adik kecilnya untuk bisa dipangku.

"Aku juga, sini-sini." Tidak mau kalah dengan kakaknya, Afdhal juga melakukan hal yang sama hingga membuat Nuha berdiri dan meletakkan Numa di stroller supaya kedua kakaknya bisa menjaga sang adik dan mengajaknya bercanda.

"Biar adil momma letakkan di stroller, Kak Saba dan Mas Afdhal bisa menjaga adik bersama ya?"

Sederhana penuh cinta, tidak perlu hal yang muluk lagi untuk bisa menikmati hidup. Karena hangat bersama keluarga yang saling mencintai dan memberikan dukungan adalah kebaikan dari hal yang terbaik di jagad raya ini.

Ibarat sepasang sepatu yang hanya bisa dipakai ketika keduanya ada. Tidak pernah sama namun saling mengisi. Tidak pernah sama namun selalu mengiringi. Sepasang sepatu yang akan tetap bisa mengiring kemana kaki akan melangkah menuju jalan kebaikan.

Sepasang sepatu yang akan selalu memberikan motivasi untuk selalu mendekatkan diri meski keduanya berbeda, kanan dan kiri. Sepasang sepatu seperti halnya seorang Hauzan Falabia dan Ainuha Soraiya.

🍒🍒

-- the end --

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
Jazakhumullah khair

Akhirnya, Finally, sampai juga disini -- ketidaksempurnaan adalah milik saya sepenuhnya dan kelebihannya adalah milik Allah semata.

Alhamdulillah jazakhumullahu khair telah membersamai cerita ini dari awal hingga akhir, cerita yang awalnya memang terniat tidak diupload di wp karena ingin mengisi dan memeriahkan salah satu group penulis yang paling famous sejagad raya namun akhirnya tidak diloloskan 😖😭

Tapi Alhamdulillah ternyata di sini mendapatkan respon yang lumayan baik dari pembaca semuanya, akhirnya sekali lagi saya ucapkan terima kasih.

Silakan ambil hikmah yang baik dari cerita ini dan buang kejelekan dari apa yang ada di cerita ini.

Ingin tetap bertemu Hauzan dan Ainuha? meski tidak akan seintens di Sepasang Sepatu tapi mereka akan sering hadir di cerita anak-anak mereka yang telah saya realese di hari ini juga.

akhirul kholi hadza, wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Blitar, 14 Juli 2020
*Sorry for typo*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top