(18) Saingan Tampan

"Opo to, Be, mbok gawakne iki?" (Apa sih, Be, yang kamu bawakan ini?)

Jenar mengangkat, membaca kemasan, kemudian meletakkan di meja. Begitu seterusnya sampai enam jajanan yang dibawa Baihaqi selesai ia teliti semuanya. Keduanya tengah menikmati sepoi langit senja di Taman Brantas.

"Karek dimaem ae loh, Can. Umek ae mbok woco, deleh, ambu, pliliki." (Tinggal dimakan aja loh, Can. Repot banget kamu baca, letakkan, cium, pelototi)

Jenar pun terkekeh. Diperhatikannya lagi laki-laki di hadapannya yang cemberut masam. Sama seperti Baihaqi yang punya panggilan Cacan untuk Jenar, ia pun sama. Jenar suka memanggil Be pada teman masa kecil sekaligus tetangganya dulu.

Usia keduanya sama. Dari dulu keduanya sering bermain bersama di rumah teras rumah majikan orang tua Be, di teras rumah Jenar sendiri, atau di lapangan bersama kawan lain. Saat kelas empat SD, Be yang seorang anak pembantu itu pun harus pulang ke Malang karena kondisi kesehatan bapaknya. Ia dan sang Ibu pamit pulang dan tak bekerja lagi. Jenar merasa kehilangan yang teramat.

"Gimana kabarmu, Can? Sehat? Opo iseh pancet nelongso mergo mbak-mbakmu?"

Mendengarnya, Jenar hanya mengulas senyum. Ia buka jajanan kripik apel yang dibawa Baihaqi dari kampung halamannya. Mencoba sepotong sambil meneliti ada berapa potongan apel di dalam kemasan yang menggembung tapi sedikit sekali isinya itu.

"Can!"

Jenar terkekeh karena Be merasa terabaikan. "Aku sehat, malah sehat banget lahir batin kok, Be. Aku juga nggak peduli amat mereka memperlakukanku kayak gimana. Asal mereka nggak larang aku ke TPQ sama nyuruh kerja pas jam salat. Udah, cukup. Toh, nggak dikuliahin sampek kerja di kantoran juga aku masih jadi Jenar. Kamu sendiri gimana? Udah sukses sekarang, dapet beasiswa ke luar negeri."

Baihaqi ganti yang mengulas senyum. "Sukses emang bisa diukur dari kuliah di mana?"

"Yo ora sih. Tapi, mending kamu to, bisa kuliah. Aku? Jadi pembantu di rumah sendiri."

"Sabar, Can. Nanti tak lamar kamu, terus tak ajak hidup di Malang. Aman dari mbak-mbakmu seng mlarat tapi gaya sugeh." (Miskin tapi bergaya kaya)

"Tenan, kamu mau lamar aku, Be? "

***

"Iya lah. Masa aku nggak serius sih, Mbak?"

Aini menelusuri raut adiknya yang merasa optimis. Sambil menikmati es buah yang dihidangkan. Keduanya mencari angin sambil mengobrol di teras rumah saudara yang hajatan.

"Dia siapa?"

"Kenalam Mak Sari. Tapi aku belum jelas sama keluarganya. Aku cuma tahu dia deket sama Mak Sari, ngajar anak-anak TPQ di deket rumah, sama tadi aku lihat dia duduk di kantor. Masa di nyantri di pondok kita ya?"

Yuda mengingat bagaimana tadi ia melihat Jenar duduk sambil bercanda dengan temannya di depan kantor. Apakah Jenar santri di pondok? Kalau memang iya, sepertinya Yuda mau sering pulang ke rumah saja. Nanti bisa minta tolong cari tahu ke pengurus. Lewat Aaini tentunya.

"Kamu kalau mau serius sama dia, gerak cepat, Yud. Nggak inget tadi Abi sama Umi sampai kaget. Malah mau segera nikahin kamu sama anaknya Kyai Sambi."

Yuda mendesah. Masalahnya, sejauh pergerakannya ini belum ada kemajuan atau respona baik dari Jenar sendiri. Bagaimana Yuda mau mengajak ke sakinah mawaddah? Nanti dikira ngebet mau nikah. Padahal karena ia merasa sudah mampu secara usia, materi, dan insya Allah sebagai imam. Tinggal makmumnya ini kok kayak belut, melesat terus tidak bisa dipegang.

"Aku mau lihat dia. Penasaran, siapa yang bisa bikin kamu kayak gini."

"Yo, gampang."

"Nggeh, Mi. Niki teng mriki kaleh Yuda." (Iya, Mi, ini di sini sama Yuda) Aini melirik adiknya. "Aku tak ke dalam," pamitnya pada Yuda setelah menyahuti panggilan Umi.

Yuda masih ingin mengobrol dengan kakaknya, tapi Umi keburu memanggil Aini karena Raza minta ke kamar mandi.

***

Baihaqi memutuskan menginap di hotel. Tadi setelah bersilaturahmi pada mantan majikan ibunya, ia mengajak Jenar ke keliling dan berakhir di hotel daerah Dhoho.

"Aku nginep sini, Can. Besok kamu ada acara nggak?"

"Aku besok rewang, Be. Mau ke mana lagi? Kan tinggal keliling aja pakek mobilmu itu. Daerah Kediri juga kamu udah hafal."

Baihaqi tampak kecewa. Ia datang karena merindukan teman sepermainannya, tapi malah sibuk. Mumpung ia masih di Indonesia karena libur kuliah. Ia menerima beasiswa di Jepang, dan baru sekarang bisa bertemu Cacan lagi. Terakhir ketemu, saat lulus SMA untuk memberitahu Cacan bahwa ia diterima kuliah di luar negeri. Hasil usahanya tak sia-sia. "Ya udah, habis rewang tak jemput ya. Deket rumah kan? Kamu kasih arah-arahnya aja, nanti aku ke sana."

"Ya wes."

"Kapan senggang? Jalan yuk, Can. Ke air terjun Irenggolo situ aja yang deket."

Jenar tampak berpikir sejenak. Ia dan Be sudah sama-sama dewasa. Pergi berdua ke tempat wisata tentu tak ia suka. "Oke. Tapi aku ajak temen boleh ya? Aku ada temen di pondok. Berdua aja kayaknya kurang sopan."

"Iya. Aku tahu kok."

Jenar segera memesan ojek online untuk tiba di rumahnya. Motor yang ia pakai tadi pagi, masih di pondok. Umah sudah ia pesani soal sepeda motor yang akan ia ambil besok saja karena tadi Be menjemput Jenar di pondok.

Melambai dan mengucap salam, Jenar meninggalkan Be di teras hotel. Pemuda itu balas melambai dan menjawab salam sambil mengulas senyum. Jenar senang dengan kedatangan Be setelah beberapa tahun tak bertemu. Be sama dengan dirinya, tidak punya orang tua lagi. Tapi, Be kehilangan bapaknya saat kelas empat SD dan ibunya menyusul tak lama kemudian. Be tinggal bersama adik ibunya dengan keadaan pas-pasan. Ibu Be dulu jadi asisten rumah tangga. Otomatis Be ikut tinggal di sana. Bapaknya dulu bekerja di Gudang Garam, tapi karena sakit jadinya tak melanjutkam kerja.

Bedanya, Jenar dijadikan pembantu di rumahnya sendiri sementara Be meski hidup sederhana tapi berlimpah kasih sayang. Tak segan pemuda itu membuat Jenar tertawa dengan tingkah lucu atau guyonan yang memang Jenar sukai. Karena bagi Jenar, ia suka laki-laki yang humoris, tak pamer, apa adanya, tapi juga bisa tegas di saat yang tepat. Meski kali ini Be datang dengan mobil, tak sedikit pun Be mengaku bahwa mobil tersebut miliknya sendiri. Be mengaku mobil tersebut rental. Ia kendarai dari Malang-Kediri agar hemat ongkos. Padahal tadi Jenar tak sengaja melihat STNK di laci, karena lupa Be masukkan setelah ada razia, bahwa mobil tersebut atas nama Be sendiri.

***

Be tak menepati janji. Maunya dijemput setelah rewang, tapi Baihaqi malah menjemput Jenar saat hendak berangkat ke rumah Mak Sari. Bertegur sapa sejenak pada Tinah, mengaku ia teman Jenar yang dulu ibunya jadi pembanti di rumah sebelah. Saat ditanya bawa mobil sendiri, Be dengan cengengesan bilang bahwa mobil tersebut milik rental karena Be bekerja jadi sopir online.

Percaya tapi meremehkan, Jenar pun segera pamit setelah semua pekerjaan rumah selesai. Naik mobil, Jenar diantar Baihaqi ke rumah Mak Sari.

Hari belum siang, masih pukul delapan pagi. Jenar sudah tiba di halaman rumah Mak Sari. Melambai dan mengucap salam pada Be, Jenar melangkah riang masuk rumah Mak Sari yang masih tampak sepi.

Pandangan Yuda tak lepas dari mobil, laki-laki di dalamnya, dan wajah Jenar yang tersenyum ramah. Yuda menggosok kuat-kuat sepatunya melihat pemandangan paginya yang setengah gondok, tapi juga setengah senang dengan kedatangan Jenar. Masalahnya, siapa yang mengantar calon bidadari surga dan ibu dari anak-anaknya itu?

Kenapa cakep sekali, ramah, dan Jenar pun tampak akrab. Tidak mungkin sopir Grab dilambai manja oleh Jenar? Dengan dirinya saja Jenar selalu muka datar.

"Assalamualaikum, Mas. Mak Sari di dalam?"

"Waalaikumsalam. Iya."

Jenar mengernyit. Kenapa pula anak Mak Sari itu ketus saat Jenar menyapanya? Ditambah sepatunya digosok kuat-kuat tanda kesal. Apa marah karena pesan-pesannya tak ia tanggapi? Atau marahan sama isterinya? Tak tahulah. Jenar malah bersyukur jika tak diliriki oleh anak Mak Sari itu. Takutnya nanti ada apa-apa dan bikin salah paham kalau ditanggapi. Jenar mengangkat bahu. Ia permisi masuk menemui Mak Sari di dapur.

______________________

Baru banget diketik. Typo pasti bikin sakit mata. Hehhe. Vote dan komennya ya... makasih semua. Mila juga udah update tadi. Komen kalian selalu bikin semangat. Pasti aku sempetin ketik kok.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top