(13) Emaaakkkk!

Wedang ronde yang hangat hanya menyisakan sesendok kuah dalam mangkuk. Baik Mak Sari maupun Jenar sudah menghabiskan wedang ronde masing-masing.

Malam semakin larut, keduanya masih asyik di depan televisi menikmati acara dangdut kesukaan Mak Sari. Jenar hanya menemani saja, sambil mengoreksi buku tulis anak-anaka TPQ. Tadi setelah pulang dari masjdi, Jenar langsung pulang ke rumah Mak Sari. Rencana menginap malam ini pada akhirnya terlaksana juga.

"Kalau wes ngantuk, kamu tidur duluan sana, Nduk," tawar Mak Sari pada Jenar yang sudah melepas kerudung dan tiduran di samping Mak Sari. Guling warna merah ia jadikan bantalan. Guling yang Mak Sari ambil dari kamar Yuda.

"Nggak papa tak tinggal, Mak?" Mak Sari mengangguk.

"Iya. Bawa sekalian gulingnya nih. Di kamar Mak guling sama bantal cuma satu."

Jenar menurut. Ia dekap guling dan berjalan ke kamar Mak Sari. Sebenarnya ia sudah lelah sekali hari ini, ditambah perut juga kenyang. Malam tanpa ada teriakan ribut seperti di rumahnya sendiri, ternyata nyaman juga.

Masuk kamar, Jenar segera memosisikan dirinya di sisi kanan, dekat dengan pintu. Gelungan rambutnya ia lepas. Kemudian, tak lama ia terlelap setelah doa pengantar ke alam batas antara hidup dan mati ia senandungkan dalam batin.

***

Lampu kamar hotel ia nyalakan benderang saat masuk kemudian melemparkan tubuh ke atas kasur. Yuda melirik jam tangannya. Sudah pukul sepuluh malam, dan acara yang digadang-gadang selesai dua hari ternyata rampung beberapa menit lalu. Esok tidak ada lagi yang dibahas. Seminar bersama pelaku bisnis perumahan di Surabaya, membatalkan jadwal esok hari dikarenakan salah satu pemateri yang berhalangan hadir. Alhasil, acara yang harusnya dibahas besok pagi di jadwal kedua pun dimajukan setelah Magrib.

Diliriknya pesan dalam ponsel dari seseorang yang sama, pesan yang sama, namun jawaban yang nihil. Mendesah, Yuda menggulir nomor Mak Sari. Berpikir sejenak, ia pun urung menelepon. Hingga ketukan pada pintu kamar hotel, membuatnya bangun dan membukakan.

Buston, teman sekamarnya yang tadi masih asyik mengobrol dan Yuda pamit ke kamar lebih dulu.

"Nggak ikut anak-anak lain, Yud?"

Yuda menggeleng. Ia enggan diajak karaoke yang berujung pada minum dan dijamahi perempuan-perempuan. Cukup Mak Sari, ibunya, Aini saja yang sejauh ini ia izinkan jamah-menjamah tubuh Yuda. Nggak tahu kalau nanti, tunggu waktunya. Semoga tidak akan lama.

"Aku juga nggak. Capek aku, Yud. Pengen langsung tidur aja. Besok pagi aku langsung pulang ke Pasuruan."

"Sama. Acara dipadetin, malah capek. Tapi enak juga. Besok pagi aku juga bisa langsung ke Kediri."

Buston pun pamit mandi, sementara Yuda kembali membaringkan tubuh tanpa berniat mandi atau ganti baju.

***

Pukul tiga dini hari. Jenar bangun hendak menunstaskan hajatnya di kamar mandi. Derit pintu membuat Mak Sari terbangun.

"Mau ke mana, Nduk?" tanya wanita yang sebagian rambutnya sudah memutih itu parau.

Jenar menoleh dan seketika merasa tak enka sudah membuat kebisingan. "Ke kamar mandi, Mak. Maaf jadi gangguin tidur Mak."

"Ora popo, Nduk. Ndang, mari ngunu aku yo arep neng jeding." (Tidak apa-apa. Sana, habis ini aku juga mau ke kamar mandi)

Jenar pamit. Dinyalakannya lampu yang sudah ia hafal letaknya kemudian menuju kamar mandi. Selesai, Jenar mampir ke dapur untuk minum segelas air putih dari teko plastik dengan tutup warna merah. Menguncir rambutnya yang tergerai karena tidur, Jenar berjalan ke tempat wudhu yang terpisah dengan kamar mandi. Menyingkap lengan daster yang dipinjamkan oleh Mak Sari, Jenar mulai membasuh anggota wudhu meski dingin merajai.

Begitu masuk kamar salat, Jenar mendengar samar suara sepeda motor berhenti di depan rumah. Mengabaikan, Jenar masuk dan menutup pintunya. Lampu dapur tadi ia biarkan masih menyala.

Pada sujud terakhirnya, Jenar bersimpuh cukup lama. Ia suka berlama-lama dalam sujudnya, karena sujud adalah simbol dari perjalanan hati. Sujud melambangkan ketundukan dan penyerahan diri secara total kepada Allah swt. Dangan sujud hati dan fikiran kita direndahkan serendahnya sebagai tanda ketundukan total pada atas segala kuasa dan kehendak Allah.
Pengulangan sujud dalam tiap rakaat dilakukan dua kali yang mana memiliki filosofi; sujud pertama mengingatkan asal usul manusia bahwa dirinya diciptakan dari tanah dan sujud kedua mengingatkan akhir perjalanan hidup manusia bahwa cepat atau lambat pasti kembali ke dalam tanah.

Setelah salam, Jenar mengangkat tangan menghadap ke atas di depan dada. Segala keresahan ia sampaikan di hadapan-Nya. Terasa khusyuk, seolah hanya ada dirinya san sang Khaliq. Hingga suara derit pintu dan handel pintu yang bergerak, konsentrasu Jenar mulai terusik. Ia cukupkan doanya. Mengaminkan kemudian mengusap telapak tangan ke wajah, menyilangkan tangan dan berlanjut mengusap pundak, lengan hingga paha.

Suara kain yang dikibaskan, membuat Jenar merasa harus segera mengakhiri kegiatannya karena akan gantian dengan Mak Sari. Jenar masih ingat tadi Mak Sari hendak menyusul gantian ke kamar mandi. Mungkin saja Mak Sari juga akan sembahyang.

Masih dengan duduk, Jenar melepas perlahan mukena bagian bawah. Gerakannya terhenti kala melihat bayangan yang diciptakan oleh lampu kamar salat melalui dinding di sisi kanannya. Bayangan orang, dengan rambut acak-acakan. Tak mirip seperti bentuk kepala dan rambut Mak Sari.

"Mak, ojo dilipat sajadahnya. Mau tak pakek."

Suara laki-laki. Jelas, bukan suara Mak Sari yang kadang cempereng tiada tara. Bulu kuduk Jenar meremang. Ia tolehkan kepala perlahan melihat wujud sesosok yang ada di belakangnya. Seorang laki-laki yang tengah mengenakan sarung, masih dalam taham melipat di salah satu sisi sebelum disatukan dan digulung di tengah, berdiri tanpa malu-malu. Mata Jenar melebar, kemudian spontan ia tutup dengan kedua telapak tangan dan menjerit, "Astagfirullah. EMAK!"

Yuda yang masih proses melipas sarung hendak salat, kaget bukan kepalang. Ia habis mandi tadi, dan berganti baju di kamar salat. Sarungnya terlepas saat ia lihat ada wajah baru berbalut mukena Mak Sari. Sontak ia menyilangkan kedua tangan dan menutupi dada. "Allahu Akbar!"

_____________________________

Kalau banyak komen, kan jadi tambah semangat. Uhuy! 😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top