(10) Mulai Bergerak
"Tadi siapa, Mak?" Yuda penasaran.
"Temen."
"Masa Mak temenan sama anak muda? Gaya banget."
"Emang kalau mbah-mbah harus temenan sesama lansia? Nggak zamannya, Le. Emak kudu ikut gaul juga lah. Biar eksen!" Mak Sari berkacak pinggang.
Yuda yang ambil gelas dan hendak minum langsung berhenti. "Eksis kali, Mak. Hadeh, sok gaul tapi nggak paham." Yuda terbahak kemudian.
Mak Sari menawari makan Yuda, tapi ditolak. "Nanti, Mak. Mau mandi dulu."
"Yowes."
Hendak ke kamar mandi, tapi bayangan Jenar masih mengganjal. "Bentar, mau tanya." Mak Sari menoleh. "Temen Mak itu kenal di mana? Kayake sok akrab banget kayak anak sendiri. Ketawa lepas, sampek lupa pernah punya hutang."
Mak Sari mencium aroma wangi dari kekepoan Yuda. Dengan senyum dikulum, Mak Sari mulai bercerita. "Jadi, waktu Anjelo kabur itu ... Nduk ayu tadi yang bantu nangkep. Pas milad di pondok juga dia yang ngajar Mak. Sekarang kita solmetan."
"Jadi, dia yang dipepet Anjelo pas birahi minta kawin?" Mak Sari mengangguk. "Nelpon aku buat jemput Mak di gerbang pondok putri?" Mengangguk lagi. "Mak izin jalan-jalan seharian ini juga sama dia?" Angguk-angguk mantap. "Kok nggak ajak aku sih?" kesal Yuda yang kemudian berdecap kecewa dan berjalan ke kamar mandi.
***
Setelah bertemu dengan pihak BPN, Yuda mampir ke toko tahu Sakwa. Sejak Sita memberinya stik tahu kapan hari, Yuda jadi ingin mencicipi lagi. Sepanjang Jalan Yos Sudarso ia perhatikan deretan toko yang menjual produk yang sama, hanya merknya yang beda. Hingga tiba di toko yang ia cari.
Begitu masuk, ia langsung menuju etalase yang menyediakan aneka olahan tahu; stik tahu, tahu kuning Sakwa, kembang tahu goreng, keripik tahu dll. Yuda langsung mengambil tiga bungkus. Tekstur stik tahu renyah cenderung empuk. Jadi, untuk gigi lansia masih bisa diterima tanpa ujian SPMB lebih dulu. Apalagi untuk gigi Mak Sari. Hajar tanpa ampun.
"Mbak, minta duit. Lusa terakhir iuran. Kelompokku mau kasih kenang-kenangan sama bank tempet kita praktek."
"Kan udah kemarin. Masa iuran lagi?"
"Kemarin buat beli makan bos-bosnya. Yah, biar dikasih nilai bagus lah praktek kita."
Rekta mendengkus. Ia buka laci dan mengambil lembaran warna biru buat adiknya, Lilis. Gadis yang masih kuliah itu pun girang. Setelah menyadari ada pelanggan yang hendak membayar, Lilis menggeser tubuhnya. Posisi Lilis memang di kasir, berhadapan seperti pembeli hendak membayar.
"Permisi, Mbak." Yuda berusaha senyum ramah karena hendak menaruh barangnya. Lilis membalas senyum Yuda.
"Oh iya. Maaf ya, Mas." Lilis memasukkan uang ke dompet dan pamit berangkat. Sementara Yuda menyerahkan belanjaan untuk ditotal. Mendengar nominal yang disebut, Yuda segera mengeluarkan uang dari dompet.
"Mbak, banku kempes!" Teriakan Lilis di depan rupanya menghentikan transaksi antara Yuda dan Rekta. Mau tak mau Rekta minta maaf dan mengurusi adiknya lebih dulu.
"Mbak, gimana ini? Motorku kempes, aku juga mau balik ke bank. Istirahat makan siang udah habis. Nanti aku dimarahi gimana?" Lilis setengah panik. Ia lirik jam berkali-kali dan menghitung waktu jika harus menunggu tambal ban dulu. Sementara motor Rekta Nmax, dan Lilis tidak bisa. Gadis bungsu dari empat bersaudara itu terbiasa dengan motor matix Beat yang imut.
"Gojek sana," solusi Rekta.
"Lama deh ntar nunggu ojeknya dateng dulu."
"Ya udah, ke pengkolan sana jalan cari ojek."
Lilis mengentak-entakkan kaki layaknya anak kecil. Yuda yang meringis disuguhi adegan drama kakak-adik akhirnya memberi solusi. "Mbak, mau ke bank mana? Bareng saya aja gimana?"
Tawaran Yuda ditanggapi kerutan dahi oleh Rekta dan Lilis. Pasalnya, mereka tidak kenal akrab dengan pembelinya. Bisa-bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Mengerti kekhawatiran tersebut, Yuda lekas mengeluarkan kartu nama.
"Maaf, saya tidak bermaksud apa-apa. Kalau ada apa-apa, Mbak bisa hubungi nomor tersebut atau nomor kantor saya. Maaf sekali lagi kalau bantuan saya terkesan lancang. Kalau tidak berkenan, saya mohon pamit. Tapi, boleh dikasih kembalian dulu?"
Rekta melihat Yuda dari atas sampai bawah, kemudian membaca kartu nama. Melirik pada Lilis yang mengangguk, tanda keduanya setuju. "Baik, Mas. Saya minta tolong. Belanjaannya saya kasih diskon saja ya. Hitung-hitung buat ganti bensin."
Yuda hanya ditarik harga dua bungkus, padahal ia belu tiga bungkus. Rekta pun memberi bonus gethuk pisang. Setelahnya, mobil Yuda melesat menuju bank yang rupanya searah dengan kantornya. Sepanjang jalan Lilis sibuk mengucapkan terima kasih sambil menebar senyum. Bertanya ini dan itu, hingga tanpa terasa sudah sampai di bank tempatnya praktek meski terlambat juga.
Melihat kegelisahan Lilis, Yuda ikut turun dan masuk. Karena sudah terbiasa ke bank tersebut, Yuda sudah akrab dengan satpam dan beberapa teller. Yuda menitipkan pesan atas keterlambatan Lilis, yang mana diakui Yuda sebagai adik temannya.
***
Alasannya mau beli tahu tek bergoyang, padahal ada udang di balik rempeyek. Yuda berniat mengintip Jenar yang menurut Mak Sari adalah guru TPQ di masjid kompleks sebelah. Makanya, Yuda merasa tak asing. Insiden ia mendengar suara anak-anak mengaji, sandal tertukar, tahu tek bergoyang, semuanya terjadi di masjid yang sama.
Maka dari itu, Yuda izin ingin beli makan di luar padahal mau studi kasus Jenar. Sembari menunggu gerobak tahu tek datang, seperti dulu Yuda duduk di teras masjid. Matanya mengedar ke segala penjuru. Hingga ia temukan sang 'demit' yang duduk bersila dengan meja dan seorang anak laki-laki di hadapannya.
Suara sang anak yang mengeja huruf hijaiyah, berpadu dengan ketukan ujung bolpoin Jenar. Pun, ditambah suara Jenar sendiri yang membenarkan bacaan muridnya. Yuda tersenyum meski wajah Jenar tidak tampak jelas. Selain karena Jenar menunduk, dihalangi anak-anak kecil yang lalu-lalang, juga ada kaca jendela pembatas.
Tak mengapa, Yuda sudah senang juga melihat dari jauh. Yuda bahkan memperhatikan sandal-sandal yang berjejer. Mengingat yang mana kira-kira sandal Jenar yang dulu pernah tertukar dengannya. Yuda melirik sandalnya sendiri. Sandal yang dibelikan Mak Sari.
"Duh, sandal ... sandal. Coba kamu dulu tak ikhlaskan dipakek dia. Pasti aku ada alasan terus buat ketemu," monolog Yuda yang diperhatikan oleh seorang marbot sambil geleng-geleng kepala. Mengira ada orang kurang waras.
___________
Komen dong. Luv 😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top