Part 1 - Datang Tak Diundang

Oke, time to read this story!!!

Maaf ya gaes kalau aku agak molor update. Karena lagi membenahi mental habis ditinggal anabul ilang selama seminggu. Baru bisa mulai nulis hari ini. Dan tadaaaaa .... Aku bawa Aviola kemari.

Sebelum baca part 1, nanya dong! Kalian naik kapal siapa?

Bagaskara Aviola

Atau (netral)

Aviola Leo

Ditunggu bacot komennya ya? Semakin bacot semakin sukakk! See you ....

***

Aviola terlihat menggerai rambutnya. Sengaja ia gerai agar tampak lebih cantik dari biasanya. Gaya rambut curly golden brown melekat di kepalanya. Sedikit polesan make up, dengan tatanan gradasi eyeshadow yang tak terlalu mencolok, serta warna lipstick nude kesukannya membuat wajah Aviola jauh lebih fresh dari biasanya.

Tak lupa, Aviola menyematkan kalung aksesoris di lehernya sebagai pemanis wrap dress selutut berwarna coklat yang ia pakai. Tumit cantik tak lupa ia balut dengan spool heels hitam pekat agar kakinya nampak jenjang. Sungguh ini semua untuk memikat hati Leo Nicholas di kencan perdananya.

Usai berdandan, Aviola sengaja masuk ke kamar kembarannya yang tak terkunci. Untuk apalagi kalau bukan untuk merecoki Aidan yang tengah membaca beberapa buku tebal di mejanya.

"Dan, Leo ngajak jalan hari ini. Waras nggak ya gue nanti kalo ditatap dia? Hssshh ... belum-belum udah meletoy duluan," rengek Aviola yang tampak menarik-narik kerah Aidan dari belakang sampai laki-laki itu terganggu akan kehadiran kembarannya.

Anyway, Aviola memang menyukai Leo Nicholas sejak ia masih menginjak semester 1 sampai saat ini di penghujung semester mendekati tua. Tapi susah didapat karena saingan Aviola banyak. Ya bagaimana lagi? Banyak kaum hawa yang mengenal Leo. Di samping sering mengikuti kejuaraan lomba olahraga. Leo juga salah satu BA sport di sosial media. Mau tak mau Aviola tetap menunggu waktu yang tepat untuk dekat dengan Leo. Kata lainnya ngantri.

"Bayangin aja lo, Dan! Crush yang lo tunggu-tunggu tiba-tiba nge-reply story pakai emot ketawa. Ya ampun hati gue berantakan. Terus akhir-akhir ini lebih intens DM dan hari ini ngajak gue jalan. Kenapa nggak dari dulu aja sih," rengek Aviola yang curhat sana sini ke Aidan sedangkan respon Aidan hanya manggut-manggut.

"Letoy hati gue. Udah cantik belum? Udah cantik kan? Malu-maluin kalo gue belum cantik," tanya Aviola.

"Biasa aja," balas Aidan singkat.

"Ah lo mah! Gengsian. Bilang aja gue cantik!" cibir Aviola karena ia tak mendapatkan pujian dari saudara kembarnya.

"Alay yang ada. Bukan cantik," sahut Aidan lagi.

Tak terima dibilang alay, Aviola sontak memukul lengan Aidan, "Dih! Lo tuh yang alay. Homo juga kadang-kadang. Masa nggak pernah naksir cewek. Kan patut dicurigai kejantanan lo."

"Banyak ngomong! Sana pergi dari kamar gue!" usir Aidan yang tak jadi belajar karena ganguan syaiton dari luar.

"Lo pasti nggak pernah kan salting gara-gara story lo dilihat crush? Jomblo sih! Makanya agak ngenes. Btw, Leo ngasih emot love di story gue. Nih ... nih lihat nih! Nggak pernah kan lo, jomblo sih!" ledek Aviola pada Aidan sembari memperlihatkan ponselnya.

"Dia BA Sport, gue BA Skincare. Kek? Aduh ... Tuhan tau aja kalo gue sama Leo ditakdirkan jodoh. Buktinya sama-sama jadi BA," seru Aviola setengah pamer lagi pada Aidan.

Meskipun Aviola dan Aidan tengah menginjak usia awal 20an, tetap berdebat perkara kecil adalah makanan sehari-hari. Oh mungkin ini hanya pemandangan singkat perdebatan antara saudara kembar. Jika Azka si anak bungsu masuk dalam perdebatan mereka, sudah bisa dipastikan orang tuanya angkat tangan melerai mereka.

"Kak!"

"Kakak!"

"Kak Aviola!"

Tak lama usia perdebatan Aidan dan Aviola, terdengar suara Azka yang memanggil kakaknya. Aviola berdecak sebal saat mendengar suara adiknya yang nyaring tak karuan. Kebetulan, kamar Aidan dekat dengan anak tangga yang menghubungkan lantai satu dan dua.

"Apaan sih Si Shodiq teriak-teriak," desis Aviola.

"Sana turun!" usir Aidan.

"AVIOLA DIPANGGIL PAPA!" teriak Azka lagi, memanggil Aviola tanpa ada embel-embel 'kakak'.

Tak mau Aviola ada di kamarnya lama-lama, Aidan reflek mendorong tubuh Aviola agar perempuan itu keluar dari kamarnya, "Ya elah! Ntar dulu. Poni gue kusut lagi."

Ketika Aviola berhasil keluar dari kamar Aidan, ia dihadang adiknya yang tengah menatapnya tajam, "Ngapain aja sih anjir! Dari tadi dipanggil kek orang budeg. Lo dipanggil Papa. Di bawah ada tamu yang lagi nyari lo."

Dahi Aviola berkerut. Tamu siapa lagi? Aviola tak ada waktu menemui tamu dan semacamnya. Bisa telat janji kencannya bersama sang pujaan hati jika harus menemui tamu yang entah siapa Aviola pun juga tak tahu.

"Tamu siapa sih? Gue nggak ada janji sama siapa-siapa di rumah. Keburu telat ini kalo harus ngobrol sama orang lain," tolak Aviola.

Azka lantas menarik pergelangan tangan kakaknya ke arah balkon dalam rumah untuk mengintip tamu yang tengah berbincang ria dengan Papanya di ruang keluarga, "Alay, Noh lihat ada laki-laki sama anak kecil. Katanya mau ketemu sama lo. Disuruh Papa buruan turun!" bisik Adiknya.

Aviola sedikit memperhatikan tamu itu. Dua matanya memicing untuk mengenali tamu laki-laki yang membawa anak kisaran umur 2 tahun. Hah? Siapa? Aviola benar-benar tak mengenal tamu itu. Barangkali itu hanya tamu Papanya. Bukan tamu dia.

"Yang bener aja lo! Gue nggak kenal sama mereka. Tamu Papa sendiri kali ah! Gue nggak punya circle Bapak-bapak," jawab Aviola usai mencoba mengenali tamu itu dari lantai dua.

"Ngapain juga sih Papa nyuruh turun cuma gue doang? Anaknya kan bukan gue aja. Ada Aidan ada lo juga," protes Aviola.

Aviola lantas meninggalkan Azka yang masih mematung. Ia turun dari lantai dua tanpa melirik adiknya sedikitpun. Karena dirasa buru-buru, Aviola lebih mempercepat jalannya. Namun di penghujung anak tangga, ia berpapasan dengan Papanya.

"Aviola," panggil Pak Jefri.

"Papa," sahut Aviola.

"Ke ruang keluarga dulu. Papa mau bicara sama kamu. Penting!" titah Pak Jefri pada anaknya.

"Ih lain kali aja. Vio keburu telat. Ada urusan penting," tolaknya.

"Mau kemana? Ini hari libur. Mau keluar kemana?" tanya Papanya.

"Ada keperluan," sahut Aviola.

Namun jawaban itu sepertinya tak akurat terdengar di telinga Pak Jefri. Sampai salah satu anak laki-lakinya ikut menyahuti pembicaraan, "Vio mau ketemu gebetannya, Pa!" seru Aidan yang tiba-tiba datang.

"Gebetan apa maksudnya?" tanya Pak Jefri meminta penjelasan pada dua anaknya itu.

"Tadi dia cerita—"

Belum sepenuhnya ucapan Aidan terpenuhi, Pak Jefri sudah mengerti apa yang akan diucapkan anaknya, "Nggak. Gebetan gebetan apa? Pasti kamu deket sama anak begajulan lagi? Nggak! Papa nggak ngizinin," tegas Pak Jefri pada Vio.

"Papa ih ... bukan. Pokoknya Vio udah ada janji. Keburu telat. Lain kali aja kalo mau bicara," rengek Aviola pada Papanya saat Pak Jefri menahan tangan Aviola ketika perempuan itu akan beranjak.

"Udah! Nggak usah banyak ngomong kayak Mama kamu jaman masih muda. Nurut dikit sama Papa! Kamu selalu deket sama laki-laki nggak baik. Papa nggak ngizinin," larang Pak Jefri lagi.

"Nggak mau! Vio ada janji!" rengek Aviola lagi karena dirinya diambang batal kencan dengan laki-laki dambaannya.

"Nanti dulu itu. Dibatalin juga bisa. Janjinya nggak penting," sahut Pak Jefri.

Dengan wajah yang benar-benar tak mengenakan untuk dilihat, Aviola terpaksa mengikuti langkah Papanya. Bibirnya sedari tadi menggerutu. Tak ikhlas mengambil duduk dan ikut bersendau gurau dengan Papanya di ruang keluarga.

"Bagas, maaf ya lama! Vio dandannya lama. Ya 11 12 sama Mamanya. Sama-sama perempuan. Udah jadi makanan sehari-hari nunggu dandan lama," ucap Pak Jefri saat memperkenalkan Aviola.

Dih! Gue dandan bukan buat dia. Enak aja. Batin Aviola.

"Masih ingat Bagaskara?" tanya Pak Jefri pada anaknya.

"Nggak kenal," sahutnya pelan.

Laki-laki itu terkekeh ketika melihat Aviola tak menampakkan senyumnya. Sembari menggendong sang Anak yang bermain ponselnya dengan anteng, Bagaskara menatap Aviola yang sama sekali tak menatapnya.

"Ih ... Aviola keburu telat, Pa!" protes Aviola lagi pada Papanya yang sedari tadi menahannya.

"Masih ingat saya, Vi?" tanya Bagaskara, ia mencoba untuk membuka percakapan dengan Aviola. Tapi perempuan itu masih tak mau menatapnya karena memang dia merasa tak mengenal laki-laki yang Papanya undang itu.

"Nggak inget lah! Emangnya tukang sensus penduduk. Semuanya diinget," ketus Aviola yang membuat Papanya melotot.

"Aviola!" tegas Papanya saat Aviola tak sopan pada Bagaskara.

"Mama ...." Seorang anak laki-laki tampak memanggil Aviola dengan sebutan Mama. Hal itu spontan membuat Aviola membulatkan dua bola matanya.

"Mama?"

"Ngaco nih bocah! Kenal enggak tiba-tiba manggil 'Mama'," ucap Aviola dalam hati.

Lantas bagaimana nasib kencan perdananya jika ia terjebak dalam situasi seperti ini. Ingin kabur tapi Papanya selalu menahan tangannya. Bagaimana kalau Leo menunggunya terlalu lama? Ah, Aviola ingin pergi dari rumahnya sendiri saat ini.

Bersambung ....

Testi dulu lah satu bab! Kalo rame gacor lanjut wkwkkwkwkw ....

Komen lah yaw wkwkw

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top