Bab 1

"Jadi, bagaimana pendapat kalian?"

Setelah mendengar topik diskusi dari salah satu kakak tingkat, Liora tampak berpikir keras. Daripada yang lain, dia yang paling terlihat sedang berpikir dan akan mengeluarkan argumennya. Sesuai prediksi, dari seluruh anggota baru, dia yang lebih dulu mengangkat tangan.

"Iya, Liora, silakan."

"Persoalan itu memang menurut gue berat banget, Kak. Dosen itu punya posisi kekuasaan yang signifikan terhadap mahasiswa, terutama dalam hal penilaian akademis. Ketidakseimbangan kekuasaan ini bisa jadi faktor yang mendorong adanya pelecehan seksual, karena dosen mungkin merasa bisa bertindak tanpa takut akan konsekuensi. Sehingga banyak mahasiswi yang enggan melaporkan kasus ini karena takut menghadapi stigma atau kehilangan peluang akademis. Mau kita maksa pun kalau dari merekanya nggak berani dan nggak mau juga susah," ujar Liora yang menyampaikan argumennya tentang pembahasan maraknya kasus pelecehan dosen kepada mahasiswa akhir-akhir ini.

"Setuju!"

Entah mengapa, Juna langsung menimpal. Dia seperti sudah menunggu momen ini dengan baik, membuat anak-anak yang lain terbahak. Menyadari itu, Juna langsung menggosok tengkuk lehernya dan kembali duduk. Dia merasa malu ketika menyadari perbuatannya barusan.

"Semangat banget, Jun. Abis makan apa lo bisa teriak gitu? Hahaha!" celetuk yang lain.

Juna hanya terkekeh untuk membalasnya, sedangkan Liora kembali duduk. Pandangan Liora tidak beralih dari Juna, dia jadi penasaran dengan pria itu. Pria yang sejak awal memalingkan wajah darinya, tapi malah yang paling semangat ketika dia berargumen. Bukankah itu unik?

Melanjutkan sesi diskusi mereka, beberapa mahasiswa mulai bersahutan untuk menimpali berbagai argumen yang berbeda satu sama lain. Hanya Liora dan Juna yang tidak lagi berargumen, mungkin salah satu dari mereka merasa malu untuk kembali bersuara. Namun yang pasti, keduanya saling mencuri pandang sejak tadi. Liora tak tau apa yang dipikirkan Juna, tapi kali ini pria itu mulai tersenyum ketika dia menatapnya. Tidak lagi menghindar seperti awal tadi.

Apa di awal tadi aku salah lihat, ya? Sekarang dia lebih ramah, pikir Liora.

***

Ini sudah pukul 11 malam, Liora harus segera pulang. Di masa-masa awal menjadi mahasiswa baru, dia masih sangat beradaptasi dengan aktivitas perkuliahan. Ternyata mayoritas agenda di luar kelas dilaksanakan malam hari untuk menyesuaikan jadwal dengan yang lain. Sehingga sepertinya Liora sudah harus terbiasa keluar malam. Tapi kalau kegiatan malam, dia akan memilih menginap di kos teman daripada pulang. Dia tidak ingin orangtuanya cemas.

"Permisi, Kak, gue izin pulang duluan, ya."

Yang lain setuju. Sepertinya mereka belum akan pulang. Kalau dilihat-lihat, mungkin karena mayoritas adalah perantau yang tidak perlu khawatir dengan jam malam. Liora belum bisa begitu karena tinggal bersama orangtua, jadi belum terbiasa untuk pulang sampai pagi.

Karena posisi kegiatan tadi ada di lantai dua, maka Liora harus menuruni tangga dulu untuk menghampiri tempat parkir. Entah mengapa dia merasa seperti ada yang mengikutinya. Apa orang di belakangnya juga akan pulang?

"Juna! Vape lo ketinggalan!"

Sontak Liora berbalik. Ternyata pria yang berada di belakangnya itu adalah Juna, yang beradu pandang dengannya di dalam tadi. Apa pria itu juga berasal dari kota ini dan harus segera pulang?

Di luar dugaan Liora bahwa mereka akan berbincang, Juna tampak diam saja. Dia menerima vape miliknya dari kakak tingkat lalu fokus meminggirkan motor lain agar motornya bisa keluar. Seperti yang Liora dengar tadi kalau namanya Juna dan mereka berasal dari jurusan yang sama. Bukankah aneh jika tidak bertegur sapa?

"Hei, anak FISIP!"

FISIP adalah singkatan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, yang mana merupakan fakultas dari jurusan mereka. Karena grogi, Liora jadi tidak memanggil namanya dengan benar. Entah mengapa malah kata 'FISIP' yang keluar.

"Bisa bantu mundurin motor gue, nggak?" tanya Liora. 

Seperti mendapat kesempatan emas, telinga Juna langsung memerah. Dia langsung menunduk agar Liora tidak menyadarinya. Lantas pria itu mendekat dan membantu Liora agar motornya bisa keluar. "Lo Liora, kan? Dari FISIP juga."

"Iya, BTW makasih," ucap Liora, kemudian mulai mengenakan helmnya.

"Mau pulang ke rumah? Sejam? Jauh banget," kata Juna.

"Nggak kok. Gue mau ke kos temen. Kalau pulang ke rumah sekarang, gue bisa dirujak orangtua gue," ucap Liora sembari terkekeh.

Seperti terhipnotis, Juna hanya diam memperhatikan. Lagi-lagi senyum itu ... benar-benar membuatnya tertegun.

Merasa Juna tidak membalas ucapannya dengan tawa, Liora jadi merasa canggung. Apa perkataannya tidak lucu sama sekali? Lebih baik Liora segera menghentikan percakapan aneh ini. "Ehem, kalau gitu, gue pulang dulu. Sampai ketemu di FISIP!"

"Hati-hati."

"Okey."

Juna memperhatikan motor Liora yang mulai membaur dengan motor lain di jalan raya. Dia sangat kagum, tidak ada drama minta antar atau pusing ojek online. Liora tampak mandiri dan mampu mengurus dirinya sendiri. Jarak kampus dan rumah satu jam saja dia lewati setiap harinya. Itu menakjubkan.

"Juna! Katanya mau pesen makan?"

"Ah, iya, ini mau pesen makan."



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top