Seperti Orang Asing
Cakra menghentikan aksi mengintipnya. Ia berlari kecil mengikuti kepergian Angga.
"Ada apa denganmu? Apa kamu tidak kuat melihat hal seperti itu?"
"Seperti kurang kerjaan saja. Buat apa menonton hal-hal seperti itu."
"Justru hal itu membuat kita punya kerjaan tambahan. Menenangkan adik kecil kita misalnya."
Angga melotot ke arah Cakra yang selalu saja bicara ceplas-ceplos tanpa adanya filter.
"Peace!" Cakra mengacungkan kedua jarinya membentuk huruf v sambil tersenyum lebar.
"Bukankah Bu Selly memiliki suami?" tanya Angga sambil meletakkan tas kerja miliknya di meja lalu ia duduk menyandarkan punggungnya di sandaran kursi.
"Ya begitulah tapi semua orang juga tahu kalau suami Bu Selly sudah tua. Mungkin dia kurang puas."
Angga mengambil sampul map kosong lalu melemparkannya ke arah muka Cakra namun Cakra berhasil menangkap sampul file itu dengan sigap.
"Aku berkata sejujurnya karena Bu Selly sendiri yang bercerita hal itu kepadaku."
"Memangnya siapa kamu? Sampai Bu Selly mau bercerita hal pribadi padamu. Mimpi saja sana!"
Cakra hanya tertawa tanpa menjawab ucapan Angga namun tawa itu terhenti ketika melihat kedatangan Rasta.
"Habis olahraga pagi, ya?" celetuk Cakra.
"Kalau kamu mau, datanglah ke sana, balas Rasta acuh tak acuh.
"Aku sedang malas pagi ini tapi ngomong-ngomong, kamu kenapa memilih projects lain? Bukankah lebih baik kamu memilih projects dari Bu Selly saja?"
"Apapun yang aku pilih bukanlah urusanmu."
Rasta duduk di kursinya lalu membuka laptop dan tersenyum melihat foto yang ada di layar laptopnya.
"Lihatlah dia! Sudah mulai gila."
Cakra berbisik-bisik pada Angga.
Angga hanya melihat sekilas ke arah Rasta kemudian kembali melihat berkas yang tengah ia baca.
"Kamu tak asyik," gerutu Cakra yang akhirnya ia memilih diam dan mulai membuat laporan yang diminta oleh Bu Selly.
***
Saat ini telah menunjukkan jam tujuh malam.
Kirana menatap ponselnya berkali-kali untuk mengecek balasan dari Angga.
Kirana merasa cemas karena tidak biasanya Angga pulang terlambat. Pesan yang ia kirim pun tak ada satupun yang dibalas oleh Angga membuat Kirana makin khawatir.
Beberapa kali Kirana juga menelpon Angga tapi hasilnya sama, Angga tak mengangkat telpon darinya.
"Mas Angga!"
Kirana langsung bangkit dari tempat duduknya dan segera membukakan pintu ketika mendengar suara mobil berhenti.
Benar, Angga baru saja pulang dengan wajah yang datar seperti hari-hari sebelumnya.
Kirana merasa sangat sedih. Ia sangat mencintai Angga. Mereka berdua dulu sangat bahagia dan saling mencintai tapi sepertinya saat ini, hanya ia yang mencintai Angga.
Angga selalu bersikap manis padanya dan senyumannya___Kirana merindukan senyuman itu___senyuman yang kini sudah tak pernah terlihat lagi di wajah Angga.
"Baru pulang, Mas?"
Kirana menyambut kedatangan Angga dan hendak membantu membawakan tas kerja miliknya namun dengan cepat Angga menepis tangan Kirana.
"Mas, sampai kapan kita akan seperti ini?"
Angga tetap berjalan masuk menuju kamar tanpa peduli jika sikapnya itu membuat hati Kirana terluka.
"Mas, aku mohon!"
Kirana membuntuti Angga ke kamar tapi Angga mengacuhkan Kirana seolah dia tidak ada.
"Kita perlu bicara, Mas!"
Kirana menarik lengan Angga dan meninggikan suaranya.
"Aku mohon padamu, Mas," pinta Kirana dengan mata berkaca-kaca.
"Aku capek."
Angga menepis tangan Kirana lalu masuk ke kamar mandi.
Kirana senang Angga mau bicara, membalas ucapannya meski bukan itu yang ingin Kirana dengar.
Kirana hanya ingin kepastian hubungan mereka berdua karena status mereka berdua memang sepasang suami istri tapi faktanya, mereka kini seperti orang asing yang dipaksa untuk tinggal bersama.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top