Merasa Sedikit Menyesal
Angga duduk di dalam sel sambil memikirkan langkah apa yang akan ia perbuat selanjutnya.
Masa depannya masih panjang, ia masih muda dan memiliki tanggung jawab kepada ibunya. Ia tak mau dipenjara.
Dalam kekalutannya, sebuah pemikiran lewat di otak Angga. Ia yakin orang itu mampu membantunya keluar dari masalah ini meski ia masih membenci orang itu yang telah merusak kebahagiaan malam pertamanya bersama Kirana.
"Ya. Aku harus meminta bantuannya," gumam Angga.
Semangatnya menggebu karena ia merasa telah mendapatkan ide yang bagus tapi kemudian semangat itu sedikit sirna karena orang itu selalu meminta imbalan yang tak murah dalam setiap pekerjaannya.
"Demi kebebasan," ujar Angga sambil memantapkan hatinya untuk meminta tolong meski nantinya ia harus mengorbankan sesuatu lagi.
***
Seminggu telah berlalu, kini Angga benar-benar dinyatakan bebas.
"Mas?"
Kirana terkejut dengan kehadiran Angga.
Ada rasa senang dan sedih secara bersamaan saat melihat suaminya telah bebas. Ia senang karena tidak sendirian lagi tapi ia sedih karena hatinya sekarang tak lagi sama pada Angga.
Mungkin dulu sebelum kejadian ini, ia akan sangat bahagia menyambut kebebasan Angga tapi sekarang Kirana merasa biasa saja mengingat penghianatan Angga yang dilakukan secara sengaja itu.
"Maafkan aku."
Kirana masih bergeming di tempatnya, ia belum beranjak sama sekali sejak kemunculan Angga. Ia juga masih mencerna kata-kata Angga yang baru saja dia ucapkan.
"Kirana, maafkan aku."
Angga mendekati Kirana. Ia merasa sangat bersalah saat ini tapi menurut Angga inilah yang terbaik untuknya. Ia tak peduli untuk urusan nantinya yang penting ia sudah meminta maaf pada Kirana saat ini dan ia akan memperlakukan Kirana dengan baik.
"Aku kecewa denganmu, Mas."
Kirana berusaha jujur dengan dirinya sendiri. Ia memang merasa kecewa dengan Angga. Ia tak munafik dan menutupi rasa kekecewaan itu.
"Aku mengerti."
Angga paham. Ini pasti menjadi situasi yang sulit tapi Angga akan berusaha semampunya untuk memperlakukan Kirana dengan baik untuk saat ini.
"Kirana, semua itu terjadi karena kejadian malam itu. Aku merasa ... Mungkin tak perlu aku jelaskan, kamu pasti mengerti. Percayalah, saat ini aku menyesal," sambung Angga.
Kirana mengamati wajah suaminya yang terlihat menyesal tapi entah mengapa ia tak merasa ada sebuah ketulusan di dalam sana.
"Aku masih membutuhkan waktu sendiri."
Angga langsung mendekati Kirana dan meraih tubuh Kirana kepelukannya. Ia tak akan membiarkan Kirana pergi darinya.
"Aku bersungguh-sungguh meminta maaf denganmu. Aku sudah memikirkan semua perbuatan yang telah aku lakukan. Aku tidak benar-benar berasal, wanita itu yang menggodaku."
Angga berusaha memutar balikkan fakta supaya Kirana percaya.
"Mana mungkin ada wanita menggoda tapi dia yang menangis."
"Kirana, semua orang kantor tahu siapa wanita itu. Dia penggoda pria dan memiliki banyak selingkuhan termasuk pria yang aku pukul waktu itu. Dia dalang dari semua ini, dia yang mengadukanku."
Pikiran Kirana langsung tertuju pada Rasta. Pria yang menurut Kirana terlihat misterius dan menakutkan tapi ia tak mengerti, untuk apa pria itu mengadukan suaminya jika dia sendiri juga selingkuhan wanita itu?
"Aku rasa, teman kamu tidak melakukan itu. Tidak ada untungnya bagi dia, mengadukan masalah kalian pada suaminya."
"Percayalah Kirana. Pria itu sangat licik dan ambisius. Dia sengaja melakukan ini untuk mencari muka pada Bos Besar. Ia menginginkan jabatan terbaik."
Semua yang dikatakan Angga kini masuk akal tapi mengapa Kirana masih saja tak percaya. Hatinya lebih mempercayai Rasta. Pria menakutkan tapi selalu terlihat ketulusan dalam tindakannya.
"Kita mulai dari awal."
Angga mengecup pucuk kepala Kirana dan masih memeluknya erat. Ia ingin memenangkan hati Kirana sekali lagi sebelum semua berubah terlalu jauh.
Kirana harusnya senang karena Angga miliknya yang dulu kini kembali tapi lagi-lagi hati Kirana merasa tak yakin justru kini berubah menjadi perasaan was-was tapi Kirana akan berusaha mengenyahkan segala pemikiran buruk itu. Ia harus menyambut tawaran Angga dan memberikan kesempatan kedua untuknya. Untuk memulai merajut mimpi yang telah tertunda atau lebih tepatnya yang telah hancur sebelum dimulai.
"Kirana, kenapa kamu terus diam sejak tadi. Kamu mau memulai dari awal denganku, kan?"
Terasa berat tapi akhirnya Kirana mengangguk. Ia setuju dengan tawaran Angga.
"Terima kasih, kita memulai semuanya dari awal."
Angga kembali mengecup pucuk kepala Kirana dan merasakan kepuasan untuk usaha yang telah ia lakukan demi membujuk Kirana dan akhirnya usaha itu tidak berujung sia-sia. Kirana mau dengannya. Memulai semuanya dari awal.
***
Mendengar kebebasan Angga, Rasta sudah dapat memprediksinya. Ia tak heran Angga bisa di bebaskan dengan mudah.
Rasta juga tak peduli dengan kebebasan yang Angga dapatkan. Hanya saja, saat ini ia mengkhawatirkan satu hal. Ia mengkhawatirkan keadaan Kirana. Meski semua yang ada dipikirannya tidak selamanya benar. Rasta sunggu mengkhawatirkan keadaan wanita itu.
"Kamu sudah mendengar, Angga sudah bebas."
Rasta melihat ke arah Cakra yang kini duduk disampingnya sambil membawa nampan berisi menu makan siangnya. Mereka berdua kini berada di kantin kantor.
"Ah ya, kamu tumben berada di sini. Biasanya kamu akan berada di ruangan kerja saat istirahat," sambung Cakra.
"Di manapun aku berada, aku rasa bukan urusanmu dan untuk kebebasan Angga, aku tidak peduli."
"Kamu benar. Di manapun kamu berada bukan urusanku dan untuk kebebasan Angga juga tidak berpengaruh apapun terhadapmu sehingga untuk apa peduli, mungkin." Cakra mengulum senyumnya.
"Katakan apa yang ingin kamu sampaikan. Tidak perlu berbelit-belit."
"Ayolah, Kawan. Kenapa kamu sekarang terlihat emosian. Aku rasa kamu membutuhkan sebuah hiburan supaya otot-ototmu rileks."
"Aku sedang tidak ingin bermain-main. Katakan apa dari tujuanmu saat ini!"
Cakra tersenyum semakin lebar kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Tentu saja, tujuanku untuk makan siang disini, menemanimu."
"Aku tidak butuh teman. Pergi!"
Rasta mengusir Cakra. Ia tak mau seseorang mendekati dirinya saat ini atau lebih tepatnya ia tak ingin menerima kehadiran orang lain berada di dekatnya.
"Rasta, aku sedikit menyayangkan. Kenapa kamu menjadi seperti ini."
Cakra menghela napasnya lalu mengembusksnnya pelan kemudian bangkit dari tempat duduknya. Ia sedang tak berselera membuat keributan jadi ia lebih memilih mengalah dan membiarkan Rasta sendirian.
Pria itu memang selalu sendiri.
*****
Yang belum ikut PO masih bisa ya. Langsung hubungi nomor di wall
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top