Baik-baik Saja Jika Bersamaku

"A__Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Angga. Saking terkejutnya ia sampai tergagap.

"Aku berniat untuk mengantarkan bekal makan siang untukmu tapi___"

"Sebentar lagi polisi datang," sela Rasta.

"Polis? Apa yang terjadi?" tanya Kirana lalu ia mendekat ke arah Rasta, "mohon maafkan suamiku karena telah memukulmu tadi."

Kirana pikir, Rasta memanggil polisi karena Angga telah memukulnya.

"Bukan karena pukulan ini."

"Rasta!" Angga melotot ke arah Rasta.

"Lalu?" tanya Kirana cemas.

"Tanyakan kepada suamimu."

Rasta ingin bermain-main sedikit dan ia sangat bersyukur karena Kirana sepertinya tidak akan pingsan lagi. Nyatanya dia bisa berbicara padanya meski yang Rasta amati, Kirana tidak mau memandang dirinya terutama ke arah mata.

"Ada apa, Mas?"

Kirana sungguh khawatir, ia juga baru sadar penampilan suaminya berantakan.

"Bukan apa-apa dan bukan urusanmu, lebih baik kamu cepat pulang!"

Angga belum siap jika ia harus hancur hari ini. Ia tak ingin Kirana mengetahuinya, apalagi keluarga besarnya.

"Aku tidak akan pulang jika aku belum mendapatkan jawabannya."

Kirana bersikeras untuk tetap berada di sana. Ia ingin memastikan suaminya baik-baik saja.

"Kirana____"

"Lebih baik kamu pulang, suamimu harus bertanggung jawab atas perbuatannya di kantor polisi," sela Baskoro memotong ucapan Angga.

"Apa kesalahan suami saya?"

"Suamimu melakukan tindakan tak senonoh kepada istriku."

Kirana tak ingin percaya tapi ia melihat ke arah wanita yang tengah menangis sesenggukan di pelukan pria yang baru saja bicara padanya.

"Mas?"

Lirih Kirana yang kini sudah beralih melihat ke arah suaminya. Ia ingin tak percaya tapi sepertinya semua itu benar adanya karena nyatanya Angga hanya menunduk tak mengatakan satu patah katapun untuk membela diri.

"Kenapa kamu tega, Mas?" Kirana meraih tangan Angga.

Air mata Kirana juga kini telah membanjiri wajahnya karena merasakan sakit teramat sangat dihatinya.

"Pulanglah," gumam Angga sangat pelan seolah hampir tak terdengar.

"Kenapa?"

Kirana masih belum bisa terima kenyataan pahit ini. Ia juga tak bisa berpikir, bagaimana bisa suaminya seperti itu.

Angga tak menjawab pertanyaan Kirana, ia justru melepaskan tangan Kirana dan mundur beberapa langkah untuk menjauh dari Kirana.

Kekosongan hati Kirana semakin terasa, rasa sakit yang mendera pun semakin menggila hingga membuat dadanya begitu sesak dan sulit untuk bernapas.

Hati wanita mana yang tidak akan hancur jika suami yang dicintainya tega berkhianat dan bermain wanita lain.

"Bawa dia!" perintah Baskoro saat polisi datang, membuat Kirana kembali tersadar dari lamunannya.

"Tolong maafkan suami saya."

Kirana langsung berlutut di hadapan Baskoro dan Selly berharap suaminya tidak di tahan.

"Maafkan."

Baskoro menggandeng Selly dan pergi melewati Kirana begitu saja. Ia bukannya tidak memiliki rasa belas kasihan tapi ia hanya ingin menghukum pria yang tak setia.

"Pak, tolong maafkan suami saya!" teriak Kirana hendak berlari memohon kembali pada Baskoro tapi Rasta mencekal lengan Kirana.

"Lepaskan aku! Aku harus mengejarnya dan memohon maaf untuk suamiku."

Kirana meronta-ronta ingin melepaskan diri.

Angga sedikit tertampar melihat Kirana yang berusaha membelanya dan memohon maaf hingga berlutut dihadapan Baskoro dan Selly.

Ada rasa bersalah menelusup hati Angga, padahal selama ini ia selalu menyia-nyiakan Kirana tapi Kirana selalu ada untuknya.

"Ayo!" ucap salah seorang polisi yang telah memasangkan borgol pada tangan Angga dan hendak membawa Angga pergi.

"Mohon jangan bawa suamiku, Pak."

Kini Kirana berusaha memohon kepada polisi yang akan membawa Angga tapi semua itu percuma, polisi itu tetap membawa Angga pergi.

"Mas!" teriak Kirana histeris. Ia sungguh bingung harus bagaimana.

Sekarang ia benar-benar sendirian, meski Angga tak pernah menganggapnya dan apa yang dilakukan Angga sungguh membuatnya sakit tapi Kirana masih mencoba untuk memperjuangkan Angga, memperjuangkan rumah tangganya yang mungkin....

Entahlah, Kirana kini tak mampu berpikir. Mimpinya untuk membina rumah tangga yang indah kini telah hancur sudah.

"Semua akan baik-baik saja."

Kirana mendongak melihat ke arah Rasta.

"Tidak ada yang baik-baik saja."

Ya. Kirana tahu, maksud Rasta bicara seperti itu hanya untuk menenangkan dirinya tapi Kirana bisa merasakan bahwa semuanya tidak baik-baik saja.

"Semua akan baik-baik saja jika kamu bersamaku."

Plak....

Satu tamparan keras mendarat di pipi sebelah kiri Rasta hingga rasanya sangat panas dan perih.

Dada Kirana naik turun dengan napas bergemuruh.

"Lancang!" geram Kirana penuh dengan penekanan.

Kirana tak habis pikir, kenapa Rasta bisa bicara seperti itu kepadanya padahal dia menyaksikan apa yang baru saja terjadi.

Rasta mengusap wajahnya kasar, ia merutuki apa yang baru saja ia ucapkan tapi ia bersyukur karena Kirana menamparnya hingga buat ia tersadar dengan kesalahan yang baru saja ia perbuat.

Rasta tak bisa menjanjikan suatu kebahagiaan apapun untuk Kirana karena ia sendiri tak tahu bagaimana itu kebahagiaan.

Sehingga kata 'baik-baik saja jika bersamaku' terdengar seperti omong kosong dan Rasta tak mau itu, tak mau memberikan sebuah harapan untuk Kirana yang tak bisa ia wujudkan.

*****
Masih open PO ya.....
Pemesanan bisa melalui Shoppe atau chat langsung.

Part akan mulai di hapus acak. Happy reading....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top