Aku Bukan Pria Rendahan Seperti Itu
Kini Angga sudah ada di kantor, ia duduk di kursi lobi menunggu Bu Selly datang.
"Hati-hati, ya. Jangan sampai khilaf."
Cakra tersenyum menggoda Angga yang sedang duduk terdiam.
"Apa maksud kamu?" tanya Angga tanpa mau repot-repot melihat ke arah lawan bicaranya karena ia tahu, pasti Cakra yang mengajaknya bicara.
"Bu Selly sangat aduhai. Semoga kamu tidak khilaf karena harus berjauhan dengan istrimu selama tiga hari."
"Aku bukan pria rendahan seperti itu."
Angga memang tidak punya niatan sama sekali untuk melakukan seperti itu dengan Bu Selly meski tak dipungkiri terkadang ia sedikit membayangkannya saat mengingat panasnya permainan Bu Selly dan Rasta.
"Baguslah. Lagipula kasihan istrimu jika kamu bermain-main dengan wanita lain."
"Aku yakin dia akan melakukannya."
Angga dan Cakra melihat ke arah sumber suara.
"Apa maksudmu, Ras?" tanya Cakra tak mengerti.
Rasta hanya tersenyum tipis lalu pergi sambil melambaikan tangannya.
"Orang aneh dia," gumam Cakra yang disetujui oleh Angga.
Menurut Angga, Rasta memang aneh dan penuh dengan misteri.
Rasta tak pernah ikut bergabung dengan teman-teman yang lain saat makan siang. Dia juga tidak pernah terlihat dekat dengan teman satu kantor.
"Kita berangkat sekarang!"
Angga langsung berdiri dan berhenti memikirkan keanehan Rasta karena ada hal penting yang harus ia pikirkan saat ini ketika melihat penampilan Bu Selly yang sangat menggoda. Pakaian ketat dan rok mini sebatas paha membuat para pria pasti gagal fokus ketika melihatnya.
Belum lagi, pakaian ketat itu seolah tak mampu menampung sesuatu yang indah di dalam sana sehingga kedua gundukan itu sedikit menyembul keluar dan terlihat sangat mulus, membuat Angga hanya mampu menelan ludahnya sendiri.
"Jaga diri baik-baik."
Cakra menepuk bahu Angga sambil terkikik geli lalu pergi karena saat ini sudah waktunya pulang kerja.
Angga semakin gugup ketika ditinggal oleh Cakra. Ia tak mampu membayangkan bagaimana bisa melewati tiga hari bersama Bu Selly nantinya.
"Ayo cepat!"
Bu Selly berjalan terlebih dahulu sedangkan Angga hanya mengikutinya saja.
"Kamu yang nyetir." Selly memberikan kunci mobilnya pada Angga.
Pikiran Angga semakin kalut, ia berpikir akan ada orang lain minimal sopir Bu Selly saat perjalanan nanti. Ternyata mereka hanya berdua dan itu membuat jantung Angga semakin berdebar-debar.
***
Sepanjang perjalanan tak ada pembicaraan sama sekali, membuat Selly mengantuk. Ia juga merasa lelah setelah bermain dengan Rasta tadi sebelum berangkat.
Selly sebenarnya lebih suka melakukan projects di luar kota bersama Rasta karena pasti rasanya lebih spesial seperti mereka berdua tengah berbulan madu atau minimal pergi bersama Cakra yang menawan dengan segala ucapan manisnya yang tentu saja ia tahu semua hanyalah bualan tapi ia menyukainya daripada harus bersama Angga yang menurutnya sangat kaku dan terlihat takut kepadanya.
"Membosankan," gumam Selly lalu memejamkan matanya.
Angga hanya melirik tanpa berani untuk bertanya dan perasaannya semakin tak karuan melihat kancing kemeja yang Bu Selly kenakan terbuka satu sehingga semakin memperjelas sesuatu di dalam sana yang bulat dan berisi seolah menggodanya untuk menyentuh benda itu.
Angga menggelengkan kepalanya. Ia tak mau melakukan hal buruk. Ia harus berusaha mempertahankan dirinya supaya tetap menjadi pria terhormat.
Ya. Itu keinginannya menjadi pria terhormat namun faktanya, beberapa kali Angga melirik Bu Selly yang tengah tertidur di kursi sampingnya.
Bibir Bu Selly yang merah merekah membuat Angga semakin menggila rasanya. Bahkan terbesit dibenaknya untuk melakukan hal yang tidak-tidak.
Kewarasan dan napsu Angga benar-benar tengah diuji. Entahlah, ia tak tahu sampai kapan ia akan bertahan. Peringatan yang Cakra berikan tadi, kini ia baru mengerti maksudnya.
"Aku tidak boleh seperti ini. Aku sudah memiliki seorang istri meski aku sudah tidak mencintainya lagi. Aku tidak boleh mengkhianatinya. Tidak aku tidak boleh," gumam Angga pelan seolah tengah memperingatkan dirinya sendiri saat kewarasannya muncul tapi sedetik kemudian, pikiran itu berubah lagi ketika mengingat malam itu yang menimbulkan rasa sakit pada hati Angga dan ingin melampiaskan hal itu kepada orang lain.
Angga mencari daerah yang agak sepi lalu menepikan mobilnya. Ia sudah tak tahan lagi dan ia juga sudah tak peduli dengan semua kewarasan yang ia miliki tadi. Kini semuanya telah lenyap digantikan oleh napsu dan amarah yang mungkin suatu hari nanti akan Angga sesali seumur hidupnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top