Senorita

Bau khas lelautan dilengkapi dengan pemandangan luas alami tanpa keterlibatan buatan manusia. Permukaan menggenang terlihat tenang berkat pengaruh cuaca, tidak ada ombak selain gerak laju selaras pada bagian atas genangan atau ombak-ombak kecil berasal dari gerakan bawah kapal--- kapal besar berjenis cruise yang sudah lepas dari sisi dermaga pada pukul lima sore. Jujur saja, tempat ini adalah pemenuh selera berbau mahal. Segala hal disediakan bahkan memanjakan penumpangan, seluruh pelayan selalu tersenyum hingga menyapa; tidak segan membantu untuk turun tangan jika terdapat penumpang yang kesulitan. Restoran kelas atas sampai toko emas--- baiklah, mungkin diriku terlalu norak sampai tidak menyangka. Memang benar harga tiket menyampai bahkan melebihi ekspektasiku, tetapi mengingat tidak semua hal bisa didapatkan dengan gratis. Aku mulai berfokus membaca kertas panduan berisi jadwal acara, peta lokasi, hingga daftar tempat makan yang menyediakan makanan gratis pada jam tertentu; sama seperti pelayanan hotel. Koper sudah dititipkan pada petugas dan akan diantarkan saat penumpang sampai di dalam kamar.

"[Name]."

Suara seorang lelaki yang kukenali menarik atensiku setelah kedua kaki melangkah masuk ke dalam lift. Kegiatan membaca dengan konsentrasi cukup tinggi kuhentikan cepat guna meladeni sang kekasih--- ketahuilah, ia adalah lelaki dengan kepribadian pendiam bercampur tenang, memiliki hawa apatis nan cuek yang ikut tergambar pada ekspresinya, walaupun tersirat samar kantung mata; tidak mengherankan dari seorang detektif terkenal. Kasus adalah kasus, harus cepat diselesaikan setelah bukti dipenuhi--- aku terkadang meringis saat melihatnya tetap terbangun karena mendadak memikirkan sesuatu mengganjil dari kasusnya. Padahal pada masa itu, kami baru saja SELESAI bercinta sebagai pelepas stress dan juga menukar rasa. Setidaknya ia benar-benar menjalani pekerjaan tanpa berat hati maupun mental. Oh, walaupun ada satu jenis kasus yang membuat Mashita merasa cukup berat hati.

"Ada apa, Mashita?" Setelah menoleh ke samping dengan posisi kepala sedikit mendongak, kusadari kekasihku, Satoru Mashita, lelaki dengan perawakan Jepang kental sudah menatap ke arahku sambil sedikit menunduk; memerlihatkan raut datar yang terkadang membuatku berpikir adalah raut terbaik untuk menunjukkan ekspresi 'I'm so done with this'. Baiklah, ke sampingkan itu, kini diriku menunggu balasannya--- mengingat hanya kami berdua yang berada di dalam lift, salah satu tanganku yang berawal memegang sisi kertas kini bergerak sampai telapak menyentuh sisi pipinya seiring memberi usapan lembut. Tersenyum tipis, agak geli sembari berharap Mashita tak menyadarinya.

"Hentikan itu. Lalu kenapa kau tersenyum seperti ini?"

Apa yang kuharapkan? Mashita pasti menyadari maksud dari senyumanku. Mengerti bahwa sang kekasih memintaku menghentikan kegiatan tak perlu dari persepsinya, tidak repot diriku bertanya selain melipat kembali kertas panduan seiring memasukkannya kembali ke dalam tas menyamping--- cukup kecil, tetapi bisa memuat cukup barang-barang. Kami sendiri sudah membereskan barang-barang di dalam kamar dan bersiap-siap menuju acara makan malam setelah jam hampir menunjukkan pukul tujuh malam. Mashita sendiri menggunakan pakaian cukup formal dengan kemeja hitam dan dasi merah marun sebagai atasan, celana bahan berwarna keabauan sebagai bawahan--- rambut tipe berhelai cukup pendek, memerlihat model seakan berantakan kini tertata rapi.

"Seperti apa---" Lalu ucapanku terhenti saat Mashita menegaskan keyakinannya dengan mencubit bagian puncak hidungku. Terkekeh pelan sebagai reaksi, kulihat tangannya yang lain bergerak guna menyentuh punggung tanganku; agak menggelitik seakan meminta telapak berhenti memanjakan sisi pipinya, kentara tak ingin berlama-lama walaupun menikmati. Mengerti, aku pun menurunkan tangan tanpa banyak merespon melalui kata selain melanjutkan ucapan tadi. "Baiklah, aku tidak menyangka dirimu adalah tipe yang rela menghabiskan banyak uang demi perjalanan seminggu di dalam kapal."

Mashita mendengus pelan--- raut datar masih diperlihatkan jelas. Reaksi setelah tahu alasan mengapa diriku menyimpan rasa geli, tetapi untunglah dirinya belum tahu tentang rasa tidak enak hati. Aku tidak ingin menyinggung sekarang, terutama makan malam akan kami laksanakan sebentar lagi. Restoran mewah, memiliki tipe buffet dengan pilihan makanan kelas atas. Siapa yang memilih dan mengatur? Of couse, my own Majesty. Aku tidak mau banyak berkomplen karena di dalam perjalanan ini, diriku benar-benar tidak mengeluarkan uang sedikitpun. Tetapi memang benar terdapat alasan mengapa diriku menelaah bagian restoran yang menyediakan makanan gratis, walaupun aku tahu tidaklah sepenuhnya gratis karena termasuk pada pembiayaan.

"Seseorang menyarankan setelah menyindir bahwa diriku bukanlah lelaki romantis."

Diriku sedikit terkejut mendengarnya, memerhatikan Mashita yang sudah meluruskan pandangan dengan ekspresi sedikit tidak senang. Kutebak setelah mengingat kejadian menjengkelkan. "Tidakkah kau apatis dengan hal itu?"

"Oh? Aku tidak mengatakan bahwa diriku mendengarkannya karena ledekan tersebut. Orang itu hanya memberikanku sebuah ide. Mengingat dirinya menyarankan kapal pribadi, tetapi jelas diriku lebih berselera dengan kapal semacam ini."

Kapal pribadi? Jelas sekali yang menyarankan memiliki selera mahal atau cukup gila karena mengira Mashita memiliki gaji sangat tinggi, tetapi aku jelas tidak tahu spesifik seberapa banyak gaji milik kekasih. Tidak mungkin setinggi pemilik perusahaan terkenal, bukan? Entahlah, Mashita cukup tipikal penghitung mengenai uang--- jika perjalanan ini membuat dirinya melarat, ia pasti tidak akan melakukan hal semacam itu. Lelaki di sampingku ini bukan seseorang yang akan buta dengan cinta, sejujurnya bisa saja diriku lah berkemungkinan demikian. Cinta bukan suatu prioritas bagi kekasihku, maka aku cukup beruntung saat dirinya menerimaku walaupun memakan proses cukup lama.

"Kau juga memiliki selera cukup mahal rupanya."

Kesimpulan yang kuambil membuat Mashita menahan tawaan pada leher; berakhir berat dan disaat bersamaan menciptakan senyuman bersirat miring, samar, tanpa menoleh. Tidak menjawab apa-apa seakan membiarkanku menarik akhir kebenaran, tetapi biar kuyakini dan adanya dari bentuk karakteristik sang lelaki. Kentara hanya mengamati sejenak, aku tak mengucapkan apa-apa lagi selain beralih menoleh ke arah samping berbeda; menangkap refleksiku dari cermin menempel pada dinding lift. Diriku tampak jernih dengan kaos lengan panjang berwarna hitam dengan bagian bawah yang dimasukkan ke dalam sisipan rok rumbai berwarna merah tua. Aksesoris choker menjadi pelengkap--- rambut [Hair Color] dibuat bergelombang dari ujung, riasan sederhana lebih memunculkan raut natural. Hei, aku tidak mau dikatai riasan menor oleh kekasihku; walaupun tidak menyakitkan, tetapi itu mematoki keahlian meriasku.

"Jika kau mengecek penampilanmu sekarang, mari kukatakan bahwa aku tidak akan malu saat membawamu masuk ke dalam restoran nanti."

Mashita tiba-tiba saja menoleh ke arahku, lebih tepatnya menatap refleksiku dari bagian cermin. Memergoki tindakan pribadiku--- berucap dengan tenang walaupun samar sedikit tersenyum. Membuat diriku membelalak bersamaan kembali menatap lurus dengan jemari bergerak merapikan helai rambut yang bahkan tak berantakan sama sekali. Menghela napas, tetapi wajah sedikit memerah karena tak menyangka sang kekasih akan berkomentar. Pada saat itu juga lift berbunyi dan terbuka; Mashita kentara langsung meraih tanganku, mengaitkan antar jemari dengan satu tangan lainnya bertengger di dalam saku celana. Ia tidak mengatakan apa-apa selain berfokus menatap ke arah depan, mengajakku untuk keluar karena lebih tahu letak restoran pada titik lokasi kapal cruise yang cukup besar.

"Jangan sampai heels milikmu membuat kecelakaan yang tidak mengenakkan."

Aku sedikit melirik--- agak mengembungkan pipi sebelum membalas. "Aku sangat praktikal dengan hal yang menyangkut itu."

"Bagaimana jika kau terjatuh?"

"Aku akan ikut membawamu terjatuh. Karena pemicu yang akan membuatku demikian adalah kebiasaanmu sedikit menarik secara tiba-tiba."

Mashita terdiam total untuk sesaat walaupun kedua kaki kami masih melangkah masuk bersamaan pelayan langsung mengarahkan tanpa banyak bertanya. Dirinya terlihat menoleh dengan salah satu alis bergerak naik seakan menilai diri apakah kebiasaan itu benar-benar ada atau tidak; aku sukses mengerutkan alis, jemari berakhir menyentil bagian kening miliknya guna menyadarkan dari sisi insensitif. "Kau baru melakukannya beberapa menit lalu saat hendak keluar dari lift, Mashitaku."

"Tunggu, dari mana kau mempelajari panggilan menjijikan seperti itu?"

"... Apakah aku terlihat sama seperti tante-tante yang menggodamu waktu itu?"

"You got my mind."

"Of course."

Aku tertawa dan berusaha membuat raut menjijikan dari wajah Mashita menghilang dengan cara sedikit membentur antar samping bahu lengan--- menatap ke arahnya sebentar dengan senyuman geli hingga pada akhirnya mau tidak mau melepas kaitan antar tangan guna duduk di salah satu kursi setelah pelayan selesai mengarahkan. Mashita sendiri menetralkan ekspresinya saat melihat reaksiku hingga ikut beralih duduk di seberang, pelayan mengatakan bahwa kami sudah bisa mengambil makanan dan setelah itu beranjak pergi dengan meninggalkan senyuman ramah. Tidak seperti Mashita, diriku membalas senyuman dan mengucapkan terima kasih. Seperti biasa, Mashita bertindak cuek dan tidak memedulikan orang yang menurutnya tak penting. Tetapi jelas tidak bermaksud tak sopan--- melainkan menghindari hal-hal merepotkan. Aku mengerti, sungguh, tetapi ia mengatakan dikatai tidak sopan sudah menjadi bayaran atas kenyamaan pribadi tersebut.

"Ingin mengambil makanan dahulu, Mashita?" Kutatap keberadaan Mashita yang terlihat sedang menyantaikan diri dahulu. Bersandar pada sofa tunggal, menoleh ke samping dengan bagian tangan tertekuk dan menopang atas sandaran. Menjadikan bagian ujung kepalan menjadi sandaran samping pipi, menatap ke arah pemandangan luar dari tembusan dinding kaca--- tak jauh dari meja kami. Saat diriku membuka suara, dirinya menoleh pada ekspresi sama.

"Kita bersama." Mashita mengajak sembari membangkitkan tubuh. Membiarkan pelayan yang datang, terlihat membuka tutup wine guna menuangkan isinya ke dalam kedua gelas kami. Aku sendiri ikut berdiri dan mengikuti langkah sang kekasih saat ia menyempatkan diri berhenti di sampingku, kedua kakinya tampak mengarah menuju salah satu buffet yang menyediakan makanan lautan. Mentah. Sesuai dengan selera lidah orang-orang jepang. Tetapi benar saja, kualitas dan jenis makanan lautan ini tidak bisa didapatkan dengan mudah atau dengan harga murah. Pada akhirnya aku berhenti, mengambil piring kosong untuk mengambil beberapa jenis makanan laut yang diletakkan pada atas tumpukan es; jelas membuat kesegaran tetap terjaga. Terutama oyster sebagai jenis kerang favoritku.

"Jadi, bagaimana dengan suasana kapal cruise di sini, Nona?"

Suara asing terdengar jelas pada arah samping indra pendengaran. Membuatku menoleh dan mendapati sosok lelaki cukup mapan dengan jas formal berwarna putih terang. Memiliki keturunan campuran, kurasa, bentuk rahang cukup kuat dengan lesung pipi manis saat tersenyum. A bit messy hair, berwarna pirang dan netra cokelat tua. Aku berkedip sekali setelah mendongak, memikirkan kedua kali; walaupun benar lelaki itu serius mengajakku berbicara. Berakhir agak gagap, diriku menjawab selagi menaruh kerang osyter di atas piring.

"Sangat nyaman, kurasa." Jawabanku dibalas oleh kekehan halus. Selama lelaki itu berdiri di samping, terlihat ia mengharuskan diri menunduk saat menoleh. Sedikit jauh lebih tinggi daripada Mashita dan memiliki selera makanan manis saat tangannya hendak mengambil kue-kue kecil dari counter bersebelahan, tetapi terlihat kami berjarak cukup dekat karena faktor ujung bertemu ujung.

"Wonderful. Lantas dari mana kau berasal?"

"Kami berasal dari Jepang."

Aku bersumpah sebagaimana atmosfer dan ucapan itu membawa suasana dingin yang menusuk. Jawaban atas pertanyaan itu kentara dijawab oleh Mashita, membuatku menoleh ke arah berbeda dan menemukannya sudah berdiri di sampingku--- melirik datar ke arah sang lelaki asing. Postur tubuh kokoh terlihat mengintimidasi. Tampaknya kekasihku baru saja mengambil sesuatu dari counter lain dan memutuskan menyusul. Aku membisu; memutuskan memerhatikan mereka hingga tidak sengaja mengambil sedikit langkah ke belakang. Sejujurnya aku tidak bisa menebak mengapa Mashita mengambil alih dalam percakapan--- apakah cemburu? Merasa keganjilan? Atau mendapatkan sesuatu unsur kejahatan dari lelaki asing itu? Tetapi terlihat lawan bicaraku tetap mengulas senyuman ramah dan menjawab. Sebagai bukti bahwa ia tak memasalahkan berinteraksi dengan siapapun.

"Keren! Aku sangat menyukai sashimi di sana. Bagaimana denganmu?"

Diriku terdiam cukup lama dengan piring berisi osyter. Memerhatikan eksistensi dua lelaki di hadapanku dalam ketenangan, sebelum berakhir melepas kekehan geli saat Mashita sedikit mengerutkan alis dengan karakteristik super ekstrovert milik sang lelaki asing. Dirinya menyadari sudah terlibat dalam pembicaraan berkelanjutan, tetapi aku sama sekali tidak memasalahkannya; berjalan kembali menuju meja. Menunggu sembari memerhatikan mereka pada titik sama. Aku jelas akan menunggu ocehan dari mulut Mashita setelah ia dapat terlepas dan kembali dengan piring berisi hidangannya.

---

Bau leluatan memang meninggalkan ciri khas tertentu. Suara gelombang air dan luas pemandangan, tampaknya Mashita secara jelas tidak menaruh atensi khusus selain menyesap ujung batang rokok. Duduk pada bagian balkon kamar--- membiarkan dasi dan kerah kemeja diturunkan agar terasa lebih lega dan kasual. Setelah menjalankan makan malam, yang enam puluh persen dipenuhi komplen Mashita atas kejadian tadi, kini mereka sudah kembali ke dalam kamar. [Full Name], kekasihnya itu lebih dahulu membersihkan diri setelah mendengar Mashita ingin lebih dahulu menikmati waktu guna merokok. Sekaligus memikirkan beberapa hal--- entah kenapa, tidak terlepas dari pengalaman tentang hal berbau supernatural. Sang lelaki berakhir mengerang halus, bangkit dari sandaran sampai jemari dapat mengetuk bekas abu rokok dari sisi yang sudah terbakar.

[Name]. Tidak bisa dipungkirkan merupakan perempuan yang sukses menarik perhatiannya, cantik dengan cara tersendiri--- entahlah, sulit bagi Mashita menjelaskan. Tetapi saat melihat sosok perempuan itu, sang lelaki jelas bisa merasakan bahwa [Name] adalah salah satu orang yang sulit membuat dirinya merasa jengkel.

"Mashita. Giliranmu untuk membersihkan diri."

Kedua mata yang sempat terpejam kini terbuka kembali saat mendengar suara sang kekasih setelah pintu kaca terbuka secara menyamping. Dalam keadaan tubuh kembali bersandar, Mashita bisa menangkap keberadaan [Name] yang sedikit mencondongkan kepala ke arah luar--- mengamati keberadaannya dalam keadaan handuk masih membalut sekitar tubuh. Keadaan rambut semi basah; belum begitu kering karena mengandalkan handuk kecil, Mashita sendiri tidak menjawab selain bangkit berdiri--- berkehendak masuk dan membuat [Name] kembali membawa diri menjauh, menuju bagian dalam kamar.

"Mandilah dahulu dengan air hangat. Hembusan angin di luar jelas membawa hawa dingin."

Terlihat Mashita menutup pintu balkon dari bagian dalam. Kedua mata memindahkan lirikan pada titik genggaman tangan menuju keberadaan [Name] yang kini berdiri di hadapan meja rias, belum mengenakan pakaian selain mengecek keadaan muka dari bekas riasan wajah. Tubuh sedikit dicondongkan ke depan, salah satu tangan menopang di atas permukaan meja. Ruang kamar memang tidak begitu besar, tetapi memuat cukup banyak fasilitas dengan akses jalan masih luas bagi satu atau dua orang. Sang lelaki tidak menjawab permintaan [Name] selain berjalan--- hendak melewati keberadaan sang kekasih, tetapi tanpa alasan jelas berhenti tepat di belakangnya pada posisi menyamping. Mashita menoleh, mengamati hingga membuat [Name] memasang raut bertanya melalui refleksi cermin.

"Ada apa, Mashita?"

Pertanyaan itu untuk kedua kali didengar oleh Mashita. Tetapi sang lelaki sama sekali tidak menjawab selain menangkap senyuman tipis yang terulas--- pihak adam bergeming, sampai di mana tubuh bergerak guna memosisikan diri di belakang keberadaan pihak hawa. Salah satu tangan bergerak hingga menempel di atas permukaan meja, dan tangan lainnya mulai melingkar di sekitar pinggul milik sang wanita. [Name] membelalak kaget; memutuskan menegapkan tubuh sampai punggung miliknya membentur pelan dada bidang milik Mashita. Tanpa mengatakan apa-apa, sang lelaki menggunakan kesempatan itu--- mendekati wajah dengan posisi agak membungkuk, mau tidak mau membuat [Name] ikut melakukan hal yang sama. Titik tengkuk dihirup dari tarikan napas lembut, kedua mata sang lelaki menyipit; menatap titik belakang leher. Pelukan mengerat saat tangan cukup kekar milik Mashita agak menekan lingkaran di sekitar sisi pinggul. Tindakan itu jelas membuat sang wanita agak memekik, menoleh ke belakang dengan rona tipis pada wajah.

"Jangan bergerak. Aku sedang menginginkanmu sekarang." Kalimat Mashita jelas membuat detak jantung milik [Name] berpicu cepat. Maka saat sang lelaki sedikit memundurkan wajah, sang wanita jelas bisa mencium bau bekas rokok bercampur dengan wangi sabun miliknya. Mashita jelas menukar antar aroma sesama, entah disengaja atau tidak.

"A-Aku baru saja selesai mandi."

"Lalu?" balas Mashita diiringi oleh gerak tangan yang berawal menyentuh permukaan meja--- beralih mengusap depan bibir hingga jempol berakhir memberi usapan pada bawah bibir milik [Name]. Sang wanita sama sekali tidak bisa berkutik, kentara mengerti seperti apa dasar sifat seenaknya dari seorang Satoru Mashita. [Name] jelas menatap lesu; usaha terakhir dalam mencoba, tetapi tidak bisa--- Mashita kali ini benar-benar menginginkannya.

"Mashit---Ah!" [Name] sukses melepas desahan singkat setelah tangan yang memeluk kini berganti gerak guna mengusap bagian samping kulit pahanya. Memberi sensasi menggelitik dan tak dikehendaki sedikit melemaskan. Bersamaan dengan satu tangan lain mulai mengapit kedua sisi pipi sang wanita, menggerakkan--- membuat [Name] menoleh ke belakang. Mashita, dengan ekspresi khasnya, tetap memberi raut netral. Mulai memajukan wajah, benar-benar bermaksud menempelkan antar bibir yang merupakan cara ekstrim dalam membuat pihak hawa untuk bungkam.

Kedua mata Mashita tidak sepenuhnya tertutup, kondisi sedikit menyipit masih diperlihatkan guna memerhatikan sebagaimana wajah [Name] tertampang. Sang wanita kentara menahan desahan di sela tindakan nakal dari lidah milik kekasih, membiarkan Mashita memasukkan--- dan [Name] jelas langsung merasakan cita rasa dari bekas rokok, aneh tapi candu. Sang wanita perlahan membalikkan badan, kali ini secara utuh menenangkan diri; mulai menikmati sebagaimana sang lelaki merubah ciuman menjadi jauh lebih dalam. Membuat tubuh [Name] sedikit terjatuh ke belakang seiring kedua tangan menyentuh masing-masing sisi pipi sang lelaki saat gerak melahap dilakukan kedua insan pada ciuman tersebut. Tanda positif dari pihak hawa, membalas ciuman dengan saling beradu.

"!!!" [Name] merasakan betul bahwa handuk yang membalut tubuhnya mulai merosot jatuh, tetapi saat tangan hendak menangkap--- Mashita, lelaki dengan titik perhatian itu, kembali menangkap tangan milik sang wanita; mengembalikan bagian telapak agar menyentuh sisi pipinya lagi. Sedangkan satu tangan yang menahan sekitar tubuh [Name] terlihat cukup mengerat, membiarkan handuk benar-benar terjatuh seiring depan dada telanjang milik sang wanita menyentuh permukaan dada milik sang lelaki. Jelas sekali rona pada wajah [Name] semakin terlihat, walaupun kedua mata kembali terpejam dan sukses membentuk samar senyuman miring dari salah satu sudut bibir milik Mashita. Sang lelaki mulai mendominasi ciuman secara total dengan maksud mengambil seluruh tenaga milik kekasih. Benar saja, lemas sudah, [Name] mau tidak mau menggenggam atas kedua bahu milik Mashita bersamaan kedua kaki menjadi sedikit menekuk. Sedikit memberontak--- bermaksud melepas ciuman sementara.

"M-Mashita." Kedua mata [Name] sedikit terbuka, mulut mencoba lanjut berbicara dengan satu tarikan napas gugup. Membuat Mashita sedikit menaikkan kedua alis, menatap ke bawah dengan kedua tangan yang masih menahan tubuh sang wanita. "Tolong bawa aku."

Mashita terdiam sejenak. Sampai di mana ia mendengus geli--- unsur agak angkuh dan meledek diperlihatkan. "Lemah sekali, [Name]. Atau memang benar kau hanya lemah dengan tindakanku?"

[Name] tidak berniat melawan setelah menangkap godaan dari mulut Mashita selain mengeratkan cengkraman pada atas bahu sang lelaki, tanda protes. Tidak mengatakan apa-apa pula, sang wanita berakhir menenggelamkan wajah pada salah satu atas bahu milik Mashita saat dirinya menyingkirkan posisi tangan. Sang lelaki mulai mengerti, kedua tangan beralih membawa tubuh kekasih--- meraih belakang punggung dan kedua kaki, menggendong dengan gerak langkah. Membiarkan [Name] mengitari sekitar lehernya dengan kedua tangan, Mashita beralih membungkuk; mendaratkan kecupan pada kening sang wanita, singkat tetapi menggairahkan saat sang lelaki ikut melepas erangan pelan.

"Tidak senang diriku membuatmu seperti ini?" Tubuh [Name] dijatuhkan tepat pada tengah kasur. Bersamaan dengan pertanyaan itu terucap, Mashita mulai menaikkan diri melalui sisi pinggir kasur. "Pada akhirnya terlihat jelas kau tidak mampu menjawab."

[Name] berusaha menenangkan diri, mengamati sang kekasih yang benar-benar memosisikan diri tepat di atasnya. Kedua kaki lelaki menopang sembilan puluh derajat di masing-masing samping pinggul miliknya agar tak menimpa, jemari mulai bergerak dengan tubuh menegap--- kepala menunduk guna menatap sang wanita sembari melepas seluruh ikatan dasi ke arah bawah. Gosh, Jelas sekali [Name] belum terbiasa dengan sisi sang kekasih di mana seringkali menggoda dan melakukan dirty talk saat bercinta. Sang lelaki berakhir sempat menelan saliva, membiarkan jalinan urat leher mengeras dan terlihat jelas untuk sesaat. Tangan melempar keberadaan dasi hingga kembali tergerak, kali ini melepas kancing secara satu per satu.

"Kau sangat cantik hari ini, [Name]." Napas Mashita sedikit memberat, begitu pula dengan [Name]. Hanya saja setiap hembusan cukup menjadi parah saat sang lelaki kembali membuka suara. "Damn it. I swear ... I'll give you a good fuck tonight."

Gejolak nafsu seksual membuat [Name] tak sengaja melepas desahan singkat. Kedua mata menyipit tampak menangkap tubuh telanjang milik Mashita saat sang lelaki lagi-lagi melempar kemeja menuju arah tak menentu, gerak tubuh pihak adam mencerminkan keresahan; tidak sabaran sekaligus menahan. Sampai Mashita mulai membungkuk dalam, melahap depan leher [Name] dengan gerak mendorong berulang-ulang. Erangan dilepas oleh pihak lelaki diikuti dengan gerak meremas permukaan sprai oleh pihak perempuan; [Name] mendongak, salah satu kaki mulai menekuk begitu resah. Mempertahankan posisi tubuh dengan kokoh, sepasang tangan Mashita mulai melepas bagian bawahannya. Tidak utuh sebelum sang lelaki benar-benar menyelesaikan tindakan tersebut, salah satu tangan bebas milik [Name] sendiri mulai bergerak--- meremas pelan belakang helai rambut sang kekasih. Sesekali melepas desahan halus tepat saat Mashita secara leluasa menghisap dan juga menggigit, memberi tanda teritorial pada titik tertentu.

"Mashita, please." Kedua mata [Name] kembali sedikit terbuka dan di sanalah sang wanita sadar bahwa tak ada apa-apa yang tersisa pada tubuh mereka. Sama-sama telanjang pada awal kepuasan manusiawi mereka. "You must be tired."

"I am." Mashita membenarkan seiring sedikit memundurkan wajah. Kedua mata terbuka perlahan, melepas deru napas pada permukaan kulit leher milik [Name]. Selayak anugerah tertentu saat sang lelaki menangkap bekas yang ia ciptakan. "Tujuan apa yang kau pikir saat diriku melakukan ini, [Name]?"

[Name] membisu total. Membiarkan kedua tangan milik Mashita memberi gerak mengusap pada sekitar kulit lengannya secara lembut hingga kedua tangan itu diarahkan menuju atas keberadaan kepala; salah satu telapak tangan sang lelaki menahan kedua pergelangan tangan sang wanita. Mashita terlihat tidak menangkap jawaban atas pertanyaan tersebut, mengambil kesimpulan bahwa [Name] sudah mengetahui jawabannya. Sederhana saja, sang lelaki tidak lelah secara fisik--- maka dari itu ia sedang hendak melepas kehausan seksual, mengingat kesibukan mereka secara absolut membuat jarak selama berminggu-minggu. Tanpa [Name] dulu, Mashita jelas sekali akan mengoceh kepada rekan kerjanya dan cukup menjadi tidak sehat bagi kestabilan emosi. Sekarang? Memang benar, melihat seorang wanita yang diam-diam ia tanam perasaannya saja sudah melepas kelegaan tersendiri. Tetapi untuk saat ini, tidak cukup hanya dengan melihat.

"..." Pada akhirnya Mashita sedikit membangkitkan tubuh. Mengamati ekspresi [Name] dari jarak jelas, mendapati kedua mata yang secara langsung beradu pandang. Ekspresi netral sang lelaki diperlihatkan seiring memberi jeda sampai salah satu tangan bebas bergerak, menyingkirkan helai rambut milik sang wanita dari permukaan sisi pipi. [Name] sedikit membelalak--- terkejut akan satu hal; senyuman lembut dari kedua sudut bibir milik Mashita.

"Precious one." Sang lelaki berbisik, membungkuk guna mengantarkan kecupan singkat pada bagian pipi kekasih dengan kedua mata terpejam sesaat. "Aku mencintaimu."

[Name] bersumpah jantung miliknya bisa-bisa meledak sekarang. Jarang sekali Mashita berucap manis seperti ini; benar-benar bersirat keseriusan dan kejujuran tanpa menggoda. Maka saat sang wanita mengamati wajah kekasih yang mulai bergerak mundur kembali, ia hendak membuka mulut sebagai inisiatif dalam menjawab. Tetapi Mashita tahu dan tidak menginginkan hal itu untuk sekarang ini, maka tubuh [Name] tiba-tiba saja menerjap kaget seiring kedua mata terpejam rapat--- merasakan suatu sentuhan cukup dingin dari bagian klitorisnya. Sentuhan berubah menjadi usapan, sang wanita otomatis menyampingkan wajah dengan napas tertahan. Tetapi, sayang sekali, saat gerak jari tengah milik Mashita mulai memasuki lubang vagina milik [Name]; sang wanita sukses melepas desahan, kedua tangan yang tertahan tampak bergerak sangat gelisah. Sang lelaki menaikkan salah satu alis, melepas samar dengusan geli, lalu mulai memberi gerakan berulang--- masuk dan keluar. Tanpa tahap, gerak jari terasa begitu cepat dan dalam.

Berkali-kali tangan [Name] sedikit memberontak, desahan terdengar kencang; masih bersirat kontrol, tetapi mau bagaimanapun juga tindakan Mashita memberikan suatu kenikmatan. Tidak bisa dipungkirkan dan membuat sedikit rasa frustasi dalam diri sang wanita saat mengetahui kedua tangan berkehendak memeluk tubuh kekasihnya masih ditahan sampai sekarang.

"A-Ah!" [Name] tidak bisa atau tidak mampu memberi peringatan di mana ia mencapai klimaks dalam kurun waktu cepat. Membuat tubuhnya melengkung ke arah atas, kedua mata masih terpejam dengan desahan panjang. Pada saat itu juga Mashita melepas genggaman, membuat kedua tangan sang wanita langsung mengitari sekitar leher kekasih. Mashita sendiri menarik keluar jari seiring merasakan cairan yang kian terhasilkan dan mengalir keluar. Pelukan mengerat--- suskes membuat sang lelaki menahan tawaan cukup berat. Tubuh [Name] sedikit bangkit, kembali terpendam di atas bahu sang lelaki.

"Berbalik badanlah." Mashita berbisik bersamaan wajah mulai bergerak menyamping; menghirup pelan bagian helai rambut milik [Name], mendapati aroma shampo yang tercium begitu menyegarkan. Kedua mata sang lelaki terpejam sejenak, menikmati. "Aku akan membuat kita melupakan segalanya untuk sementara malam ini."

Setelah mendengar itu, kedua tangan [Name] beralih bergerak--- untuk kedua kali memegang masing-masing sisi pipi Mashita seiring memberi jarak agar mereka dapat memandang. Sang wanita memberi usapan pelan, tersenyum tipis di sela kondisi miliknya; membuat Mashita yang kali ini sedikit membelalakkan kedua mata, mungkin terkejut bercampur tidak tahu dengan maksud atas senyuman itu. Tetapi tanpa mengatakan apa-apa, [Name] mulai menarik kembali kedua tangannya dan kentara melakukan apa yang Mashita minta. Sang lelaki masih terdiam--- tak sadar sempat menahan napas dalam diam. Mashita berakhir menghembuskan napas, tubuh membungkuk; diarahkan sebagai gerak dalam menghirup permukaan kulit punggung milik kekasih. Mulai memejamkan mata.

"AH!" Sebuah dorongan kencang membuat kedua mata sang wanita membelalak--- jemari semakin meremas seiring kedua kaki jenjang bergemetar hebat. Merasakan sensasi mendadak dari milik sang kekasih jelas sekali membuat [Name] tidak mampu berdiam dari segi suara maupun gerak tubuh. Tambahan dari hirupan, membuat hembusan dingin menyapu sebagai bekas akhir pada bagian punggung. Pihak adam mengerang panjang, setidaknya menikmati euphoria dari permulaan bercinta. Tidak perlu berpikir panjang melewati fase foreplay setelah menyadari produksi cairan yang sudah dihasilkan pada vagina milik sang wanita berkat pesona dominan.

Bagaimana rasa dari kedua belah pihak?

Luar biasa.

[Name] sendiri tidak bisa mengerti mengapa perasaan kagum muncul menggebu pada daya tarik dari seorang lelaki bernama Mashita dan jelas sekali ikut memunculkan kebanggaan--- karena jelas tidak ada wanita lain yang bisa merasakan bagaimana cara Mashita bercinta. Mengucapkan kalimat berpadu gerak profesional setelah melalui tahapan koneksi satu sama lain secara berkali-kali. Membangun hubungan hingga tahu jelas bagaimana membuat masing-masing mencapai surga duniawi. Kehilangan kesadaran masa kini dengan sebuah pleasure, menerima pelampiasan seksual dari gerak maju dan mundur tanpa perlu pusing menahan diri. Desahan memenuhi isi ruangan, bisa saja membangunkan gejolak dosa seksual jika saja dapat dilakukan sepanjang hari. Tetapi titik puncak datang; walaupun membuat Mashita semakin mempercepat laju penis pada tingkat tak tertahankan, membuat kasur berdenyit dan erangan dari sang lelaki mulai menandingi melodi khas dari desahan milik [Name].

Hingga pada akhirnya sang wanita hendak melontarkan deretan kalimat pemberitahuan, berusaha menoleh guna memandang dalam interaksi murni. Tetapi [Name] tidak bisa menerima gejolak seksual dari pelampiasan Mashita, membuat setiap kata dihalangi oleh desahan kenikmatan. Mengetahui jelas sebagaimana penampilan terlihat berantakan; tak sebanding dengan kondisi awal di mana seharusnya ia bersih dari segala titik noda, walaupun [Name] sama sekali tak masalah dikotori seperti ini.

"Nghh--" Erangan panjang dikeluarkan dahulu dari pihak lelaki. Melepas ejakulasi setelah gerak penis berhenti secara tiba-tiba, merauk napas dan menghembuskan tanpa kata tenang; membiarkan keringat memenuhi inci kulit tubuh hingga terjatuh menuju permukaan kulit sang wanita dari bagian dada bidang. Cahaya lampu kamar membasuh tubuh Mashita, memerlihatkan jelas bentuk tubuh yang dilapisi oleh hasil dari pelampiasan nafsu. Entah kenapa, sang lelaki samar mendengus geli dengan senyuman miring--- menatap sebagaimana kekasih melewati tahap klimaks pula, melepas koneksi bercinta dan menyadari pula benih tak terhalangi oleh sebuah pengaman. Mungkin saja, [Name] sudah terlalu lemas mengetahui hal ini.

Maka dari itu kedua mata sedikit sayu milik Mashita agak menyipit, berakhir meninggalkan kecupan singkat pada bagian tengkuk [Name]. Beralih membangkitkan diri--- membiarkan sang wanita ambruk dahulu di atas kasur, masih mengatur napas dengan bagian samping wajah terbaring di atas bantal empuk. Memandang punggung telanjang kekasih di mana sudah membelakangi dan hendak melangkahkan kedua kaki menuju kamar mandi. Mashita menyadari ini; sedikit melirik ke belakang seiring menatap wajah [Name] yang sedikit tertutup oleh helai rambut alami. Lepek, dipastikan dari sentuhan langsung melalui keringat pada permukaan wajah.

Sang lelaki sedikit menaikkan kedua alis sebelum pada akhirnya sebuah senyuman tipis menjadi ucapan selamat malam.

end.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top