13
Sakura tidak kembali ke kantor setelah pembicaraan beratnya bersama Gaara tadi. Persetan dengan teguran, ia hanya ingin menenangkan diri.
Sakura berhenti di halte bus dekat rumah yang sejak dulu sangat sering ia kunjungi, ya rumah Uchiha Sasuke. Ia berharap Mikoto tidak mengusirnya karena telah mematahkan hati anak lelakinya.
"Permisi." Ujarnya sambil membuka pagar rumah yang hanga sebatas pinggang tingginya. Ia masuk ke pekarangan rumah itu, semua masih sama dan tidak ada yang berubah. Dan kembali, kenangannya bersama Sasuke meluap di halaman rumah pria itu.
Kala itu musim panas, Sasuke dan Sakura sudah merencanakan pikniknya ke pantai bersama, tetapi semuanya harus gagal ketika mendadak Mikoto Sakit. Ia tak tega meninggalkan Mikoto di rumah sendirian ketika sakit, pun dengan Sasuke. Namun sayangnya, perbekalan sudah terlanjur di buat dan terlalu sayang jika barus dibuang begitu saja. Tentu saja Sakura bingung, bagaimana menghabiskan perbekalan itu. Lalu, Mikoto seolah datang dengan sebuah saran.
"Bagaimana jika kalian piknik di halaman rumah? Di halaman samping teduh, di sana juga menyenangkan suasananya." Begitu yang ia katakan. Ia tersenyum lembut, seolah ia baik-baik saja dan tidak merasakan sakit sama sekali.
Sakura melihat Sasuke dan Sasuke pun sama, ia melihat Sakura meminta pertimbangan. "Baiklah." Sakura mengatakannya mantap dan dengan senyum riang. Ia tidak masalah, lagipula jika ia piknik di sini bukankah Sasuke akan lebih tenang? Ia bisa sekaligus menjaga Mikoto jika sewaktu-waktu membutuhkan sesuatu.
Sakura tertegun, apa yang baru saja ia pikirkan? Ini tidak boleh, mereka hanya masa lalu meskipun Sakura juga masih berharap jika mereka bisa kembali bersama. Tapi... Sasuke sudah bersama Ino sekarang dan ia baru saja menolak Gaara.
Sakura menbgelengkan kepalanya, ia menatap pintu jati berpelitur itu dan berpikir, haruskah ia mengetuk pintu itu? Bagaimana jika Mikoto memakinya? Ah, itu urusan nanti. Pikirnya. Lalu dengan pikiran yang masih mengambang, ia mengetuk pintu itu.
Sakura menunggu, terdengar langkah terburu dari dalam rumah, sebelum sepuluh detik kemudian, sosok Mikoto muncul.
"Selamat siang, Bibi." Sapanya, jangan berpikir jika Sakura tidak gugup. Tentu saja ia gugup.
"Sakura?" Mikoto terkejut. Ia tidak menyangka jika Sakura akan berkunjung ke rumahnya.
"Kenapa tidak memberi kabar jika akan ke mari? Bibi bisa menyiapkan sesuatu untukmu." Katanya antusias. Ia menuntun Sakura untuk masuk ke rumahnya .
Sakura hanya tersenyum, ia juga berpikir kenapa tiba-tiba memutuskan berkunjung ke rumah mantannya itu.
"Bibi, sedang membuat apa?" Tanya Sakura, ia memang mengikuti langkah Mikoto ke dapur.
"Hanya sup tofu. Sakura mau makan malam di sini juga?"
"Eh? Memangnya... Boleh?"
Mikoto mengangguk. "Tentu saja boleh, siapa yang melarang?"
Sakura menggeleng. Mungkin jika itu Ibunya Mantan pacarnya akan diusir olehnya bahkan sebelum membuka pagar rumah orang tuanya.
***
Sasuke pulang terlambat hari ini. Ia sudah mengabari Mikoto jika ia tidak bisa makan malam di rumah karena ada urusan. Jadi, ia berpesan untuk tidak menunggunya pulang makan malam.
Ia melangkah sedikit buru-buru, mengantisipasi gerimis kecil yang sudah turun dan membuat kemejanya sedikit basah. Sasuke tiba di kafe tempatnya melakukan janji temu. Kafe yang bernuansa hangat yang sangat kebetulan sesuai dengan cuaca di luar sana yang dingin.
"Sasuke, di sini!" Katanya setengah berteriak. Kafe itu cukup ramai karena memang biasanya pekerja kantor atau para pelajar senang berada lama di sana untuk belajar kelompok atau sekadar melepas lelah sebelum kembali ke rumah.
Sasuke menoleh, kontan langsung menuju ke arah si pemanggil. "Kau sudah lama menunggu, Ino?" Tanyanya sambil duduk. Napasnya sedikit terengah.
"Tidak, aku baru saja sampai sepuluh menit lalu. Aku sudah pesankan kopi untukmu." Jawabnya. Mau bagaimanapun sosok Ino tetaplah menawan bahkan bagi Sasuke.
"Kau masih suka Amerikano 'kan?" Sasuke mengangguk. "Aku memesankanmu itu." Lanjut Ino.
Sasuke dan Ino berteman cukup lama, mereka dari SMA yang sama dan berpisah karena mereka menempuh pendidikan tinggi di universitas yang berbeda, dan akhirnya dipertemukan lagi di workshop kemarin.
"Bagaiamana kabarmu, Sasuke?" Sasuke mengernyit ketika Ino bertanya demikian. Bukan apa-apa tapi menurutnya ini sedikit aneh.
"Seperti yang kau lihat, aku baik." Jawabnya. Ia diam sejenak untuk meminum Amerikano miliknya. "Bagaimana denganmu?" Tanya Sasuke kemudian.
"Aku juga baik." Bukankah saling menanyakan kabar adalah basa-basi paling basi yang masih dilakukan saat ini?
Mereka diam sejenak, karena pasta pesanan mereka sudah tiba. Ino tidak berubah, selalu makan pasta jika makan dengannya. Begitu batin Sasuke.
"Ino," Panggil Sasuke, Ino mendongak melihat Sasuke yang kini berhenti makan.
"Ya?"
"Apa kau juga makan pasta jika makan selain denganku?" Tanyanya dengan nada yang heran.
Ino mengedikkan bahunya acuh. "Tidak, aku hanya makan pasta ketika denganmu. Kenapa?"
Kenapa? Sasuke juga heran. Kenapa ia bertanya seperti itu?
"Tidak ada. Aku hanya penasaran karena setiap kau makan denganku kau selalu memesan makanan yang sama." Lalu Sasuke terkekeh singkat karena ceritanya sendiri.
Ino juga terkekeh. Ia baru sadar ketika Sasuke mengatakannya sekarang. "Aku juga bingung. Dan bodohnya aku baru menyadarinya sekarang."
Lalu hening kembali, mereka fokus terhadap makan malamnya lagi.
"Jadi, Ino, apa yang akan kau katakan?" Tanya Sasuke ketika ia selesai dengan makan malamnya.
Ino menatapnya penuh arti lalu menjawab, "Apa kau putus dengan Sakura?" Tanyanya retoris.
Sasuke mengernyit heran tapi mengangguk juga pada akhirnya. Memang apa urusannya dengan Ino jika ia putus dengan Sakura?
"Kenapa putus?" Tanya Ino lagi. Kali ini dari kata-katanya terlihat sangat menekan.
"Singkatnya dia bilang aku terlalu posesif dan over protektif sedangkan dia tidak ingin dikekang." Jawab Sasuke acuh.
"That wasn't--wow. Sasuke, kalian bahkan hampir menikah, kenapa alasan itu baru muncul sekarang?"
"Saat itu." Ralat Sasuke. "Aku putus dengannya setahun yang lalu, Ino. Tepat tiga bulan sebelum kami menikah." Ino jelas speechless. Ia tidak menyangka, Sasuke yang setampan itu masih berantakan kisah cintanya.
"Kau masih mencintainya?" Tanya Ino langsung.
Tentu saja. "Untuk apa?" Sangkalnya.
"No, Sasuke. You still love her."
"Kau tahu, waktu kita pulang workshop, ia jelas cemburu dan sakit hati. Terlihat jelas dari tatapannya." Ino mulai bercerita, terkadang ia tidak mengerti pandangan Ino dan wanita-wanita pada umumnya yang suka berspekulasi tentang perasaan mereka satu sama lain yang berakhir menyakiti perasaan mereka sendiri lalu menyalahkan para pria dan menganggap 'mereka semuanya sama'.
"Peduli setan."
"Tidak. Aku bersungguh-sungguh." Tukas Ino.
"Kau harus bicara lagi dengannya. Setidaknya dengarkan alasannya kenapa dia meminta putus--"
"Sudah kukatakan, dia menganggapku terlalu egois--"
"Tidak, kurasa bukan itu." Sanggah Ino lagi. Wanita itu menyadarinya, obrolan mereka sudah terlalu jauh dan panas.
"Kau harus bicara lagi padanya, setidaknya untuk meluruskannya."
"Aku tahu, kau masih mencintainya." Ino mengakhiri obrolannya lalu pulang meninggalkan Sasuke di kafe itu.
***
Chapter terpanjang sepanjang Señorita eksis.
Enjoy it ;)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top