3• Kebetulan oleh Takdir
Give me an apretiated, okey 😁
...
Naruto keluar dan medapati Boruto dengan wajah pucat pasinya yang masih shock. Pandangan anak itu kosong dengan keringat dingin yang mengalir di wajahnya.
Tak kalah dengan anak itu, Naruto pun juga ikut shock melihat fisik anak itu. Ia bergeming di tempatnya dan tak memedulikan kondisi di sekitar. Pikirannya terlalu sibuk menafsirkan apa yang baru saja terjadi dan pertemuan kebetulan yang ia alami saat ini.
Tiba-tiba ingatan tentang masa lalunya bersileweran, memaksanya kembali untuk mengingat wanita yang pernah bahkan hingga kini menduduki tingkat teratas di hatinya. Wanita yang pernah dia kecewakan hingga pergi meninggalkannya dengan beribu penyesalan.
Anak ini seperti bentuk mini dari dirinya. Wajah, mata, bahkan rambutnya sangat mirip dengan dirinya sewaktu kecil.
"Kakak."
Kali ini seorang anak perempuan yang menghampiri mereka. Wajahnya memerah dengan mata yang sembab.
Dan sekali lagi. Naruto merasakan sakit pada jantungnya. Gadis kecil didepannya benar-benar mengingatkan dia dengan wanita itu. Wajah mereka berdua sangat mirip, kecuali matanya yang berwarna biru.
DEG
Entah kenapa, Naruto merasakan sesuatu pada kedua anak kecil. Sesuatu yang terhubung seperti ikatan, tetapi dia tidak tahu ikatan seperti apa. Dia hanya merasa seolah menemukan apa yang sudah lama cari, namun ia pun tak tahu apa itu.
Ataukah karena dia sangat rindu pada wanita itu dan kedua anak itu sangat mirip dengannya?
PIP
"Hua... kakak... hua..."
Naruto tersentak ketika suara tangis gadis kecil itu makin pecah dan suara klakson kendaraan bersahutan di belakang mobilnya.
"Oh... Astaga, maafkan aku." ucap Naruto dan segera membawa mereka ke dalam mobil tanpa menghiraukan apakah mereka datang bersama orang lain ataupun keluarga mereka, ia mengendarai mobilnya meninggalkan jalanan itu.
Beberapa menit kemudian, Naruto tiba di rumah sakit yang letaknya lumayan jauh dari bandara. Boruto sepertinya masih shock akibat kejadian tadi dan sedang diperiksa oleh dokter, sementara Naruto berusaha menenangkan Himawari yang menangis di atas pangkuannya.
"Gadis kecil, tenanglah..! Kakakmu pasti baik-baik saja. Jangan khawatir, oke!"
Himawari mengangguk pelan. Kedua tangan kecilnya mengusap air mata yang masih keluar dari kedua matanya. Meski masih menangis, namun tak sekeras tadi. Elusan tangan Naruto di punggungnya seperti memberinya ketenangan hingga perlahan ia menjadi tenang.
"Ngomong-ngomong siapa namamu, gadis kecil?"
Himawari menatap Naruto dengan mata bulatnya yang masih berkaca-kaca, "Himawari, paman." jawabnya sedikit bergetar. Dia masih ingat kejadian tadi.
"Jadi, dimana ibumu, Himawari?" kembali Naruto bertanya. Nada bicaranya sangat menenangkan hingga Himawari benar-benar berhenti dari tangisnya.
"Rumah."
"Lalu kenapa kalian ada di Bandara?"
"Kami mau ke rumah kakek, tapi bibi Hanabi pergi, padahal kata mom, dia mau menjemput aku dan Boruto di Bandara dan mengantar kami ke rumah kakek, tapi Bibi malah pergi."
Kembali Himawari murung. Ia jadi kembali mengingat kalau mereka baru saja ditinggalkan oleh bibi yang mereka sayangi, padahal seharusnya ia mengantar mereka ke rumah kakeknya. Gadis kecil itu benar-benar tidak tahu apa alasan bibinya.
Sementara Naruto, entah kenapa dia benar-benar tidak menyukai sikap bibi yang dikatakan Himawari. Tega-tenya dia meninggalkan mereka. Padahal mereka masih anak-anak. Bagaimana jika ada orang jahat yang ingin mencelakai mereka, atau bahkan seperti yang barusan terjadi dan bahkan lebih parah.
Naruto menggeleng pelan tidak habis pikir dengan sikapnya barusan. Bagaimana mungkin orang acuh dan dingin seperti dirinya masih memiliki empati pada orang lain? Terlebih pada anak-anak yang baru ia temui. Sepertinya ini hanya rasa tanggung jawab atas apa yang sudah dia lakukan.
Tapi, anak-anak itu mengingatkan Naruto tentang wanita itu. Wanitanya di masa lalu yang pernah ia kecewakan.
Naruto memejamkan mata sambil menarik nafas dalam sebelum menghembuskan perlahan. Belum pernah ada lagi yang membuatnya bimbang seperti ini selama sembilan tahun dan anak-anak itu tandap mereka sadari sudah berhasil mengusik ketenangan Naruto.
"Paman..."
Naruto menatap Himawari yang sudah menatapnya heran dan khawatir.
"Ada apa?" sahutnya bertanya.
"Bisakah paman mengantar kami di rumah kakek?" Himawari menatap Naruto dengan binar khas anak kecil. Ia sangat berharap jika Naruto mau menolongnya. Meski, Naruto adalah orang asing, tidak tahu kenapa gadis kecil itu bisa percaya pada Naruto.
"Baiklah." Naruto sedikit menyunggingkan senyum, "Setelah Bolt selesai diperiksa aku akan mengantar kalian berdua, bagaimana?"
"Benarkah, paman?"
Naruto tidak mengerti mengapa melihat anak gadis itu tersenyum dan kembali ceria, membuat perasaannya jadi tergelitik senang.
Perasaan yang dulu sudah tidak pernah lagi dia rasakan, kini sedikit tertular karena gadis kecil itu. Gadis kecil yang sangat mirip dengan wanita itu, kecuali matanya yang berwarna biru sama seperti miliknya.
DEG
Jantung Naruto tiba-tiba berdetak cepat, ketika memikirkan kemungkinan itu. Bagaimana pun anak gadis di depannya seperti perpaduan antara dia dan wanita itu. Lagipula, Boruto. Anak lelaki itu sangat mirip dengannya, seperti pinang yang di belah dua, tapi dalam versi kanak-kanaknya.
Ah... Tapi, sepertinya itu tidak mungkin. Itu sangat mustahil, kan? Wanitanya sudah pergi meninggalkan dunia dan dirinya, tidak mungkin dia hidup kembali.
Naruto memejamkan mata ketika perasaan bersalahnya kembali hadir. Andai dulu dia tidak bersikap egois dan mau menerima juga bertanggung jawab, wanitanya pasti akan berada di sampingnya sekarang dengah buah hati mereka yang mungkin akan seumuran dengan gadis kecil itu.
"Paman tidak apa-apa?"
Naruto tersentak dari lamunannya ketika dua tangan kecil menangkup kedua pipinya.
"Aku tidak apa-apa gadis kecil." Jawabnya dengan senyum kecil. "Terima kasih."
"Paman janji kan mau antar kami ke rumah kakek?" Himawari meminta dengan wajah penuh harapan dan Naruto tidak ingin membuat gadis kecil itu kecewa dan menghilangkan senyumnya.
Naruto mengelus rambut Himawari dan tersenyum, "Aku janji manis."
Beberapa menit kemudian, seorang Dokter membuka ruang pemeriksaan Boruto dan meminta Naruto untuk ikut dengannya.
Naruto menggendong Himawari dan membawanya duduk bersama Boruto di ranjang. "Aku akan segera kembali. Tunggu paman, oke?" ucapnya lalu mengusap kepala mereka berdua.
Naruto berjalan menuju ruang tempat dokter itu menunggunya.
Dokter itu menyambutnya dan mempersilahkan Naruto untuk duduk.
"Jadi bagaimana keadaan anak itu, Garaa? Apa ada hal yang buruk?"
"Tenanglah. Dia tidak apa-apa. Anak itu hanya sok ringan, dengan istirahat satu hari, dia akan kembali pulih."
Naruto menghela nafas legah, "Syukurlah kalau begitu."
"Tapi, dari mana kau bertemu dengan mereka? Kau tidak merasa mereka sangat mirip denganmu? Aku bahkan menganggap jika mereka itu anakmu karena kemiripan kalian kalau saja aku tidak betul-betul mengenalmu." kata Gaara tiba-tiba.
Naruto tahu apa yang dimaksud oleh Gaara, dia pun sampai saat ini masih memikirkannya. Dia masih belum percaya, bagaimana bisa kebetulan seperti ini terjadi. Bagaimana bisa ada anak yang sangat mirip dia dengan wanita itu dan bahkan seperti perpaduan antara mereka berdua.
"Apa kau mau kita melakukan tes DNA, Naruto?" Gaara memberikan saran untuk Naruto. Dia sangat penasaran dengan kebetulan yang dia dapati ini. Dia sangat penasaran bagaimana bisa ada anak kecil yang sangat mirip dengan sahabatnya dan mantan kekasih sahabatnya padahal mantan kekasih sahabatnya itu sudah lama meninggal.
Naruto tak kunjung menjawab. Dia masih bingung dengan kejadian yang dia alami itu dan saran Gaara sangat menggiurkan untuk dia terima. Tapi di sisi lain, tidak tahu kenapa dia sangat takut jika hasilnya tidak seperti harapannya. Ia tak mau lagi kecewa dan kembali mengingat hari itu. Hari-hari buruk bagai neraka dunia. Bayang-bayang kematian dan penyesalan wanita itu yang terus saja menghantuinya, membuatnya tak bisa memejamkan mata barang semenit. Dan pada akhirnya ia depresi dan ketergantungan pada obat-obatan terlarang.
Lagi pula bagaimana bisa ada orang yang sudah meninggal bisa hidup kembali. Itu sangat mustahil.
"Bagaimana?" Gaara kembali bertanya karena Naruto masih bergeming dan tak menunjukkan tanda-tanda akan menjawab. "Sejujurnya aku sangat penasaran dengan semua ini. Kau tahukan kalau Hinata sudah-" jeda Gaara, sejanak menatap Naruto, takut-takut kalau Naruto akan tersinggung, tapi Naruto hanya diam, "Meninggal." lanjutnya dengan suara pelan.
Sejujurnya sampai sekarang pun dia tak percaya jika Hinata sudah meninggal apalagi penyebabnya yang sampai saat ini masih tidak jelas. Mungkin Naruto tahu, tapi dia mengunci rapat mulutnya hingga tak ada seorang pun tahu penyebab sesungguhnya dari kematian gadis itu.
Naruto menatap Gaara. "Aku tidak tahu Gaara. Aku-"
"Tidak ada salahnya mencoba, Naruto. Kita tidak akan tahu kebenarannya, sebelum kita mencobanya. Dan-" Gaara menghentikan ucapannya ketika melihat raut Naruto. Ekspresi yang sama ketika mendengar berita kematian Hinata, gadis yang laki-laki itu cintai.
"Baiklah, aku tidak akan memaksamu melakukannya. Ini hanya saran, Naruto."
"Aku akan memikirkannya. Thank's Gaara."
Naruto bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan Gaara yang masih menatapnya dalam. Gaara tahu betul bagaimana kacau dan hancurnya Naruto ketika kehilangan Hinata, apalagi dia tidak diperbolehkan untuk melihat jasad Hinata untuk yang terakhir kalinya. Dan mereka-sahabat Naruto juga Hinata- tidak mengerti hal itu.
Tbc.
Mickey139 14.11.17
@CC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top