Bab 9 - Persiapan Khitbah

Bismillahirrahmanirrahim.... Allhummasholli ala Muhammad, wa ala ali Muhammad.

- Kewajiban manusia adalah beribadah -

***

Nasihat terbaik untuk beramal saleh adalah kematian. Jika manusia sudah mengabaikan bahkan menolak tentangnya, maka maksiat tidak lagi terasa.

~Senja di Istanbul~
Karya Mellyana Dhian

Tag @mellyana.i dan @senjadiistanbul jika kalian share ataupun screenshot dari cerita ini. Kalaupun share quotes harap jangan hilangkan sumber judul dan penulisnya.

***

Pemakaman Balqis tampak sepi. Hanya sedikit sanak saudara yang hadir. Parahnya, Gunawan selaku ayah tidak hadir.

"Pak Gunawan sedang perjalanan ke Amerika. Saya juga mendengar kabar keluarga mereka akan pindah ke Malaysia," lapor Anhar sambil menyaksikan tubuh mungil itu masuk liang lahat.

"Panggil Bu Rofiah dan anggota keluarganya lagi ke Polda. Saya menduga anggota keluarga terlibat atau memanipulasi pembunuhan ini. Setelah ini kita rapat bersama tim," kata Hamish sambil berbisik agar tidak terdengar orang lain.

Proses pemakaman membuat Hamish merasakan kematian ada di depan mata. Ia membayangkan betapa gelapnya di dalam sana, bagaimana mengerikannya sendirian dan bertemu 2 malaikat penanya di alam kubur. Hamish sering membayangkan tubuhnya dimandikan, dikafani, lalu dimasukkan ke liang lahat. Semakin merasa tidak siap, sudah semestinya semakin bersiap-siap, bukan menghindari pembicaraan tentang kematian.

Hamish ingat sebuah hadist Hasan yang ia hapal artinya. Diriwatkan oleh Ibu Majah. Ibnu Umar radhiyallaahu 'anhuma berkata, "Suatu hari aku duduk bersama Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba datang seorang lelaki dari kalangan Anshar, kemudian ia mengucapkan salam kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dan bertanya, 'Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paling utama?' Rasulullah menjawab, 'Yang paling baik akhlaqnya'. Kemudian ia bertanya lagi, 'Siapakah orang mukmin yang paling cerdas?'. Beliau menjawab, 'Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas.' (HR. Ibnu Majah, Thabrani, dan Al Haitsamiy. Syaikh Al Albaniy dalam Shahih Ibnu Majah 2/419 berkata : hadits hasan)

Selesai pemakaman Hamish mendapat panggilan dari Hawwa. Ia langsung menekan tombol hijau.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

"Hamish saya melihat gerak-gerik aneh. Dua orang lelaki sejak tadi mengikuti saya membawa sepeda motor," beri tahu gadis itu. Nada bicaranya bergetar memberi singal ketakutan.

Kalau tidak dalam situasi menegangkan, Hamish akan memuji Hawwa yang memanggil namanya. "Sekarang kamu di mana?"

"Di stasiun."

"Terus berada di keramaian. Tunggu, lima menit lagi saya sampai stasiun. Jadwal kereta tujuh menit lagi, kan?"

"Iya."

"Baik, Sayang. Tunggu saya."

"Apa, Mis?"

Mata Hamish membeliak, Anhar yang ada di sampingnya juga terkejut. Tanpa sadar sapaan itu terlontar begitu saja. "Baik, Hawwa. Tunggu saya."

Wahai hati, sabarlah sebentar. Katanya pada diri sendiri.

Usai Hamish menutup telepon, Anhar menepuk pundaknya dan tersenyum. Lelaki itu memberi semangat dengan mengepalkan tangan. Urusan cinta memang Anhar lebih ahli. Buktinya ia berhasil menikahi perempuan di usia 20 tahun. Selisih 10 tahun dari Hamish. Itu pun belum tentu berhasil.

Tanpa diaba-aba, Anhar mengendarai mobil sendiri. "Saya tunggu di kantor, Komandan."

"Siap, Iptu Anhar."

Di stasiun Hawwa duduk bersama penumpang lain yang masih menunggu. Hamish langsung melangkahkan kaki menujunya. Tidak lupa matanya menelisik ke sekeliling. Dua lelaki mencurigakan yang Hawwa maksud sudah pergi sejak ia turun dari mobil polisi.

Tidak lama kereta datang. Lelaki itu meminta Hawwa satu gerbong dengannya. Syukur, gadis itu mendapat tempat duduk sehingga tidak terancam lagi. Diam-diam mata Hawwa melihat keadaan tangan lelaki yang berdiri tidak jauh darinya. Tidak ada percakapan, Hamish masih salah tingkah dikarenakan memanggil gadis bercadar itu dengan sapaan 'sayang'.

Mendekati stasiun Manggarai, Hamish baru berani berbicara. "Saya membawa sepeda motor, mau saya antar at—"

Hawwa cepat-cepat memotong. "Saya naik bajai saja. Lagian mereka usah gak ada."

Mendapat penolakan cepat membuat Hamish mengganguk pelan. "Telepon saja kalau ada yang mencurigakan. Saya langsung ke kantor."

"Ya," jawabnya singkat lantas cepat melangkahkan kaki, meninggalkan Hamish tanpa ucapan terima kasih atau salam.

"Dasar patung kuda!"

Hawwa yang masih mendengar berbalik badan. "Terima kasih, hantu jeruk purut. Assalamualaikum."

Tampak sedikit kerutan di sekitar mata, pasti gadis itu tersenyum. "Wa... Waalaikumsalam," balas Hamish terbata-bata.

"Ya Allah kenapa begini amat ya jatuh cinta? Aaaaa... Pengen meluk Hawwa boleh gak? Aaaaaaa....." Seru Hamish dalam hati. Rasanya ia akan gila.

Senyuman Hamish belum pudar meski kakinya sudah menginjak Polda metro, beberapa staf sampai heran dengan keceriaan lelaki itu. Matahari sudah di atas kepala, suhu udara pun mencapai 34 derajat, tetapi pancarannya menunjukan semangat pagi. Dari parkiran sampai ruang meeting, tidak berhenti tersenyum dan menyapa. Anhar yang tahu latar belakang atasannya sedikit menggoda. "Ada pertanda bagus nih, Pak."

"Doakan saja."

Suasana hati Hamish sangat bagus. Sehingga pikirannya pun semakin jernih untuk berpikir.

Hamish mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ia duduk di salah satu kursi yang mengelilingi meja. Kursi-kursi lainnya diisi oleh Anhar, Muzadi, Diyan, dan ...

"Silakan laporkan pekerjaan yang sudah kalian kerjakan!" Perintah Hamish dengan tegas.

"Ibu Rofiah bersaksi bahwa ibu korban sangat mendisiplinkan Balqis. Sesuai bidang perlombaan yang anak itu ikuti. Dia dituntut tampil good looking. Sehingga pola makannya pun sangat dijaga. Bahkan Ibu Rofiah selaku asisten rumah tangga tidak diperkenankan menyiapkan makanan untuk Balqis. Hanya sang ibu yang meracik makanan," lapor Muzadi.

"Apakah Bu Rofiah pernah melihat kekerasan fisik yang dilakukan kepada korban?"

"Sering. Kalau Balqis jajan makanan luar, pasti telinganya dijewer. Pernah juga dia melihat luka lebam di punggungnya. Kadang kalau Bu Rofiah pulang larut, ia mendengar tangisan dari kamar Balqis."

Pantas saja keluarga Gunawan memberikan pesangon kepada Rofiah setelah kasus itu. Selain beralasan pindah domisili, ternyata ibu Hawwa itu bersaksi begitu banyak. Tujuh tahun mengabdi memang bukan waktu singkat untuk mengetahui karakter serta kebiasaan sang pemilik rumah.

"Ada laporan mengenai ayah korban? Tidak wajah seorang ayah tidak mengikuti pemakaman anaknya." Hamish menatap Anhar.

"Kalau saya selidiki dari sekertaris Pak Gunawan, perjalanan itu sebenernya tidak begitu penting. Tidak biasa beliau melakukan perjalanan jauh yang sekiranya bisa digantikan. Saat saya mencoba klarifikasi langsung, nomor beliau tidak aktif," ucap Anhar. "Dari tes darah yang ada di area kemaluan Balqis, cocok dengan Sempel darah Pak Gunawan yang saya ambil dari rumah sakit beliau pernah operasi jantung."

Hamish mengganguk. Ia meminta yang lainnya melapor lagi.

"Selain itu ditemukan dua lubang kecil di lehernya, cocok dengan mainan kereta api milik Hans. Saya diintrogasi kekak korban mengatakan ia tidak begitu dekat dengan Balqis. Namun ditemukan mainan itu di kamar Balqis. Katanya sang adiklah yang meminjam tanpa izin. Hal itu membuat ia marah dan tanpa sengaja membuat Balqis terluka. Kesaksian sang kakak kejadian itu sudah 2 malam berlalu. Akan tetapi hasil otopsi berbalik dengan keterangan saksi. Lubang itu teridentifikasi terluka sesaat sebelum korban kehilangan nyawa." Anhar menambahi laporannya.

Hamish berdiri setelah mendengar hasil kerja Muzadi.

"Bisa saja Hans iri dengan sang adik," duga Anhar.

"Benar." Hamish tidak menyangkal. Kemudian ia meminta Rahman menyampaikan hasil dari pengirim surat ancaman kepada Rofiah beberapa hari yang lalu. "Silakan, Rahman."

"Terima kasih, Pak. Dari tulisan tangan telah diselidiki, sama dengan tulisan ancaman penculik yang ditemukan di rumah korban. Anehnya, tulisan tangannya cocok dengan tulisan sang ibu. Sketsa wajah sang pengirim sudah disebar, tetapi belum ada hasil."

Hamish diam sejenak.

"Anhar kamu selidiki alasan mereka pindah!"

"Siap, Komisaris."

"Diyan, bagaimana hasil email yang masuk di akun Pak Gunawan?" Tanya Hamish kepada Diyan Wongso selaku Devisi Informatika.

"Setelah saya selidiki hanya ada perselisihan harga saham. Namun patut dicurigai. Pemilik akun adalah CEO PT. Angkasa Raya, Bapak Nur Abraham. Saya akan menyelidiki beliau."

"Kerja bagus." Hamish menyanjung timnya yang bekerja cepat. "Banyak tersangka dalam kasus ini. Ibu korban, Pak Gunawan, Hans, dan tersangka utama yang baru kita ketahui namanya, Pak Nur Abraham.

Hamish melihat arloji. "Saya akan mengunjungi kantor Pak Nur Abraham. Diyan bisa ikut dengan saya. Kamu atur jadwal, kalau bisa sore ini."

"Siap, Laksanakan, Komandan."

"Kita akhiri meeting sampai di sini. Terus tingkatkan kinerja. Kita berhadapan dengan 2 konglemerat yang kekuatannya tidak bisa diremehkan. Bu Rofiah saja sudah mendapat ancaman. Terus awasi keluarga beliau. Jangan lengah dan terus berdoa semoga Allah mempermudah jalan kita. Alfatihah ... "

Rapat ditutup dengan doa yang dipimpin Hamish. Kebetulan semua timnya beragama Islam.

Keluar dari ruang rapat. Hamish mendekati Anhar. "Pakaian apa yang pantas untuk melamar perempuan idaman?"

***

Terima kasih sudah membaca Senja di Istanbul

Kalian menduga siapa pembunuh Balqis? Sebutkan alasannya! (JAWAB YA PENGEN TAHU ANALISI KALIAN 😊)

1. Pesaing bisnis

2. Ibu Balqis

3. Ayah Balqis

4. Kakak Balqis

5 lain-lain ....

750 vote + 300 komen baru lanjut
Hehehe... Biar santuy yang nulis

Selamat sebagai The Best Comment bab 8

Mel~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top