Bab 6 - Masjid Ar-Rahman
Mengagumi terkadang seperti senja. Sesaat begitu meneduhkan dan menenangkan membuat ia seperti candu dunia. Tak pernah bosan walau silih berganti dengan malam gelap gempita. Cintalah yang berperan sebagai cahaya.
~Senja di Istanbul~
Karya Mellyana Dhian
Tag @mellyana.i
***
"Umur Nak Hamish ini berapa kok masih muda sudah menjadi perwira menengah?"
Lelaki yang mendapat pertanyaan menjawabnya sambil bercanda. "Saya kan bayi ikan, Bu."
"Maksudnya?"
"Baby face. Kata orang saya wajahnya kelihatan masih muda. Biasanya baby face diplesetkan baby fish karena pelafalannya mirip. Imut-imut."
Rofiah mengangguk paham. Hawwa yang mendengar itu dari kamar merasa ilfeel. Hingga ketika keluar kamar menyolot dengan perkataan menghunus. "Imut-imut? Amit-amit iya!"
Untuk menjaga sikap, Hamish tidak membalas kalimat sarkasme dari Hawwa. Ya paling tidak pencitraan di depan calon mertua. (Sarkasme adalah perkataan kasar untuk menyakiti orang).
"Alhamdulillah saya bisa melewati pangkat dengan ketentuan minimal. Sejak SD sampai SMA juga ikut kelas akselerasi. Lagi pula saya memang 30 tahun, sebentar lagi 31. Memang wajahnya saja masih umur tujuh belasan tahun, Bu," terangnya tidak ingin menimbulkan kecurigaan melalui jalur belakang.
"Cerdas ya berarti. IQ-nya harus di atas rata-rata. Bapak Hawwa juga dulu pintar sekali, cuma takdir tidak mengizinkan menjadi orang sepertimu."
"Bagi saya tidak ada ayah yang buruk, Bu. Dia tulang punggung dunia akhirat untuk anaknya. Tidak hanya bertanggung jawab nafkah, tetapi juga kelakuan sang anak. Kalau baik mendapat pahala, jika sebaliknya neraka menunggu."
Seorang wanita mengetuk pintu rumah. Tampaknya kehadiran itu tidak disukai Hawwa.
"Hanna masuk! Dan kamu bisa pergi!" usir Hawwa saat lelaki yang mengantar gadis bernama Hanna melangkahkan kaki ke mulut pintu.
Seperti biasa Rofiah menengahi. "Silakan Nak Rizal minum teh dulu."
Merasa tidak nyaman dengan sambutan pertama kakak sang kekasih, Rizal menolak dengan dalih sebentar lagi azan maghrib berkumandang.
"Justru itu kamu bisa jamaah di masjid depan."
"Saya jamaah di jalan saja."
"Salat di jalan bisa tertabrak mobil, loh," canda Rofiah guna menghilangkan penilaian buruk terhadap keluarga Hanna.
Sekarang Hamish sadar. Memang tidak selamanya pribahasa 'buah jatuh tidak jauh dari pohonnya' benar. Buktinya Rofiah dan Hawwa sangat jauh berbeda.
"Maksudnya masjid yang ada di pinggir jalan, Bu." Rizal menjawab sangat hati-hati. Sejak diketusi Hawwa, lelaki itu terlihat tidak nyaman. Ini bukan pertama kalinya ia mendapat sambutan demikian dari gadis bercadar itu.
Tidak lama setelah kekasih Hanna pamit, Hamish mendengar suara keras Hawwa yang menegur sang adik.
"Kakak bilang apa? Jangan dekat dekat dengan lelaki itu! Jangan pacaran! Kamu itu cewek harus pintar jaga diri! Jual mahallah!"
Hamish paham, sikap cuek Hawwa bukan karakter asli. Melainkan untuk menjaga prinsip jual mahal yang memang seharusnya dimiliki seorang perempuan.
"Rizal itu baik, Kak!" jawab Hanna sedikit membentak.
"Susah banget kalau dibilangin. Lelaki yang baik gak akan ngajak pacaran. Kalau berani suruh dia lamar kamu!"
"Gimana mau ngelamar kalau Kak Hawwa aja gak nikah-nikah. Gak laku ya, Kak?"
Plak
Terdengar tamparan cukup keras. "Mulai gak sopan kamu! Siapa yang ngajari? Si Rizal itu? Kalau kamu gak mau nurut gak usah jadi adiknya kakak. Malu-maluin aja!"
Rofiah langsung lari ke kamar. Pasti ia akan menengahi lagi. "Shutt... Ada apa ini? Sudah sudah, mau Maghrib, tidak perlu ribut. Malu sama Nak Hamish."
"Kalau ibu gak kerasin Hanna, lama-lama dia ngelunjak, Bu. Pacaran syar'i mana ada? Mau banget tertipu sama muslihat setan! Setan ya begitu, yang buruk diselimuti baik sehingga manusia tidak sadar sedang berbuat dosa."
"Daripada kakak gak laku-laku."
"Sudaaah!" Seru Rofiah lebih keras.
Memang bisa diamati perbedaan karakter Hawwa dan Hanna. Kalau sang kakak begitu menjaga tampilan sesuai syariat Islam, adiknya masih mementingkan style. Semestinya cara berbusana muslimat tidak menerawang, tidak membentuk lekuk tubuh, menutup dada, dan berpunuk unta.
Tidak enak hati mendengar persoalan rumah tangga Rofiah, Hamish langsung meninggalkan ruang tamu. Waktu maghrib kurang lima belas menit. Akan lebih baik kalau ia bersiap sambil membaca Al-Qur'an. Sedari kecil ia selalu ditanamkan rasa cinta terhadap pedoman umat muslim itu. Kata-kata dari Umah paling ia ingat yakni 'Hati-hati kalau mulai jauh dari Al-Qur'an, bisa-bisa bukan kamu yang tidak sempat membacanya, tetapi Al-Qur'an yang tidak mau mendekat kepadamu. Al-Qur'an akan tetap suci tanpamu, sedangkan kamu bisa suci dengan Al-Qur'an.'
Peringatan dari Umah menjadi alarm ketika prihal dunia membuatnya lupa akan firman-firman Allah. Kitab penyempurna kitab-kitab sebelumnya; injil, taurat, dan zabur.
Pukul 18.23 jamaah mulai berhamburan. Hamish masih sibuk berdoa. Baginya doa adalah senjata umat muslim, oleh karena itu ia tidak melewatkan kesempatan. Akan ia manfaatkan sebaik-baiknya. Walaupun terkadang khilaf dengan notifikasi ponsel yang membuat konsentrasi buyar, sebab otak merespon ingin segera membukanya.
"Ya Allah, permudahkan kasus yang sedang saya hadapi. Hanya Engkau pengubah rumit menjadi gampang, sulit menjadi mudah, sempit menjadi lapang. Lancarkan saya menemukan penjahat yang berbuat keburukan di bumi-Mu. Ringankan langkah saya. Tolong izinkan saya bertemu Abah dan Umah untuk menuntaskan rindu serta menunjukan bakti saya kepada mereka. Sungguh saya tidak ingin menyesal menyia-nyiakan kesempatan bersama mereka di waktu Abah-Ubah sudah menua."
Bagi orang sekeliling Hamish, menilai ia lelaki yang sempurna. Padahal tidak, ia merasa jauh dari sempurna. Pun sering melakukan kesalahan-kesalahan seperti mengeluh, tidak salat berjamaah, salat di akhir waktu, atau seperti kemarin melewatkan waktu salat saking lelahnya. Hamish tidak sempurna. Hanya saja Allah bantu tutup aibnya.
Kala Hamish mengenakan sepatu, Rofiah turun dari serambi masjid. "Apa yang tadi azan Nak Hamish?"
"Iya, Bu."
"Kata Hawwa suaranya menyejukkan jiwa. Tadi kan api amarah berkobar di hatinya."
Mendapat laporan pujian tidak langsung sedikit melahirkan rasa senang. Ini wujud Hamish masih punya kekurangan. Seharusnya manusia tidak merasa bangga ketika dipuji, sedangkan lelaki itu masih memiliki keadaan batin bangga kepada diri sendiri hingga lupa berdoa ketika disanjung. Dalam Qur'an surah An-Najm ayat 32 Allah berfirman, "Jangan kalian memuji-muji diri kalian sendiri, karena Dia-lah yang paling tahu siapa yang bertaqwa."
"Beneran Patung Kuda bilang gitu, Bu?" Mata Hamish terbelalak. Hingga tidak sadar dia berkata kurang sopan, lantas meralatnya, "maksud saya Hawwa."
"Nak Hamish ini. Saya suruh buat akte kelahiran loh ganti ganti nama anak Ibu."
"Ya habisnya saya dipanggil hantu jeruk purut," protesnya sambil cengar-cengir.
Rofiah belum puas memuji. Justru kian mengutarakan harapannya. "Kamu ini seperti menantu idaman ibu."
"Sayang sekali Hawwa tidak mau sama saya."
"Sama Hanna mau?"
"Bu, saya pamit dulu. Sudah ada yang menggantikan."
Di jalan Hamish berpapasan dengan dua polisi yang bertugas malam. Ia undur diri. Sebelum benar-benar pergi lelaki itu memandang lekat papan nama masjid. Masjid Ar-rahman. Tempat indah yang menjadi momentum pertama seorang gadis dingin bernama Hawwa memujinya.
Sambil mengendarai motor yang dibawa bawahannya, Hamish memikirkan kasus Balqis. Berdasarkan barang bukti yang dilaporkan Iptu Anhar telah ditemukan lubang kecil pada mayat. Bekas luka tersebut cocok dengan salah satu ujung mainan Hans. Apakah mungkin Hans pelakunya? Kemudian kedua orang tua merekayasa seolah Balqis terbunuh supaya tidak merasakan sakit bertubi-tubi. Ditinggal anak perempuan tersayang sekaligus anak lelakinya.
Rumit. Hampir semua anggota keluarga maupun orang luar yang mengaku sebagai penculi berpotensi membunuh.
***
Penting harap dibaca
Terima kasih sudah membaca Senja di Istanbul
Alhamdulillah sudah ada yang masuk grup Ubul-Ubul. Setiap bab kan saya buat video, mah video itu akan aku rajin share di sana 😊
Jumat dan Ahad depan Minggu terakhir bulan Desember ya, jadi kalau Ubul-Ubul masih ingin SDI up satu Minggu dua kali ayooo mulai bab ini dan dua baba ke depan spam vote dan boom komen!
Selamat rinarin08 sebagai pemenang The Best Comment bab 5
- Kewajiban manusia adalah beribadah -
Mel~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top