Bab 10 - Ingin Membahagiakan Hawwa


Karya keempatku yang terbit keenam ini mengisahkan seorang gadis yang hidup di dunia malam bertemu CEO muda dan tampan bernama Maghza Hafis Rizaka.

Untuk kalian yang sedang berhijrah, berusaha memaafkan masa lalu, berdamai dengan takdir. Saya sarankan untuk mengoleksi novel ini.

Yang mengikuti akun Instagramku pasti sudah tahu informasinya. Ini juga erat kaitannya dengan karyaku yang berjudul Dear, Imamku. Kalau kalian kepo sama pemeran utama. Lanjutannya ada di novel ini.

Cuss... Lanjut kisah Mas Hamish

***

Siap berharap maka siap tersakiti. Karena harapan itu seperti mendung, belum pasti apakah air akan membasahi bumi atau tidak.

~Senja di Istanbul~
Karya Mellyana Dhian

Plagiat? Silakan pertanggungjawabkan di akhirat.

***

Sebuah sepeda motor berhenti di supermarket. Sementara si pemilik duduk tidak jauh dari kendaraannya parkir. Ia sibuk dengan ponsel sampai tidak sadar kalau helm merah tua belum dilepaskan.

Lelaki berpakaian lengkap seragam harian polisi Indonesia itu mengetikkan kata kunci di kolom komentar.

Benda yang diperlukan untuk melamar perempuan

Hal-hal yang harus disiapkan ketika melamar perempuan menurut Islam

Apakah memberi parsel berisi buah pantas untuk melamar seorang gadis?

Daftar persiapan lamaran dari pihak lelaki

Lamaran mendadak apakah diterima?

Tips jitu melamar kekasih hati

Dari beberapa artikel hingga jurnal yang ia baca sekilas, Hamish memutuskan membeli buah saja. Dia juga tidak membelikan Hawwa cincin, tepatnya belum.

Usai membeli buah, Hamish menatap pantulan dirinya di kaca supermarket. "Pakaian apa yang harus dikenakan? Baju batik sesuai usulan Anhar?" tanyanya dalam hati.

Hamish heran kepada diri sendiri. Ini bukan kali pertama ia melamar gadis, tetapi geroginya seolah membuktikan pengalamannya nol besar. Apa karena perempuan itu Hawwa? Seorang gadis yang berpotensi menolak lebih besar daripada menerima. Lihatlah! Hamish saja pesimis, bagaimana orang lain begitu yakin?

Azan Maghrib berkumandang setibanya Hamish di teras kontrakan. Tidak ada waktu bersantai, ia harus bersiap ke masjid lalu menuju rumah Rofiah.

Yang awalnya dikira mudah ternyata tidak juga. Selama perjalanan Hamish sering terganggu panggilan alam sehingga berhenti di pom bensin. Seperti saat ini, ia menepikan motor yang kedua kali untuk buang air kecil.

"Woy, Pak! Mobil saya mau masuk ini!" Teriak seseorang berkumis tebal dari jendela mobil. Ia terganggu oleh motor Hamish yang menghadang jalan.

"Maaf, Pak." Sesegera mungkin ia menepikan sepeda motor. Sudah terparkirpun lelaki itu pun melakukan kesalahan lagi. Kendaraannya menutup jalan membuat beberapa motor tidak bisa keluar dari lokasi parkir. Tentu saja hal itu membuat Hamish mendapat bentakan begitu keluar dari toilet.

Memang itu yang terjadi, Hamish kehilangan fokus. Keberuntungan pun tidak begitu memihaknya, salah satu pemilik motor mengempesi ban depan dan belakang milik Hamish. Alhasil ia harus menuntun benda roda dua itu menuju pos isi angin yang ada di sekitar pom.

Melihat arloji pukul tujuh lebih dua belas, membuat Hamish bergegas menghidupkan mesin. Dari kaca spion wajahnya tampak lusuh, padahal ia sudah berusaha tampil baik. Kemeja garis putih biru yang ia kenakan juga seperti tidak disetrika. Sempat lelaki itu berpikir kembali ke rumah saja daripada datang dengan tampilan memalukan. Namun ia takut semakin menunda bisa berdapak tidak baik. Atau kemungkinan terburuk didahului orang lain. Hamish tidak ingin patah hati.

Lima menit kembali mengendarai kendaraannya, Hamish ingat keranjang berisi buah. Bingkisan itu tertinggal di kursi tunggu depan musala pom bensin yang tidak jauh dengan pintu toilet. Ya Allah, cobaan apa lagi ini?

Hamish menimang-nimang. "Kalau saya kembali, sampai rumah Hawwa bisa kemalaman. Kalau saya lanjut jalan, apakah pantas tidak membawa bingkisan apapun?"

Mengambil jalan tengah. Hamish berhenti di minimarket. Membeli buah yang sudah di kemas, lalu memasukkannya ke dalam kantong plastik. Kejadian yang tidak diinginkan terjadi lagi, ia kelepasan buang angin ketika berbaris di kasir. Suara yang muncul cukup membuat Hamish menjadi pusat perhatian, dan tidak ada pilihan selain meminta maaf. Di saat bersamaan, perempuan yang hendak dilamar asik rebahan sambil menonton video di YouTube. Hawwa memang sedang datang bulan, sehingga lebih santai.

Fokus Hamish benar-benar terpecah. Ia melakukan memalukan. Tidak sadar menaiki sepeda motor orang lain. "Mas itu motor saya!" Tegur ibu-ibu yang menggendong anaknya.

Lelaki itu menepuk jidat. Meringis melihat kendaraan yang ada di samping. "Maaf Bu, merk-nya sama jadi sama kira punya saya."

"Jelas warna helmnya beda! Kurang minum nih orang!" Omel si Ibu tanpa memedulikan Hamish yang terus minta maaf.

"Ya maaf Bu. Namanya juga manusia. Banyak khilafnya."

Agar tidak menjadi pusat perhatian. Hamish segera mengendarai sepeda motor, meninggalkan parkiran minimarket.

Masjid Ar-Rahman sudah tampak di depan mata, berarti rumah Hawwa tinggal beberapa meter. Agar hatinya lebih tenang, Hamish memutuskan salat isya terlebih dahulu. Dari sekian banyak masjid yang pernah lelaki itu singgahi, Ar-Rahman masuk ke dalam daftar the most memorable mosques. Masjid pertama jelas Nabawi mosque. Kalau alasan kenapa tempat ibadah umat Islam ini meninggalkan bekas pasti sudah tahu. Yap! Pertama kali Hawwa memuji hantu jeruk purut kalau suara azannya merdu. Walaupun tidak langsung mengatakan di depan Hamish, pujian itu sangat berharga. Bisa dibilang terpatri dalam ingatan.

Malam ini, tepat malam Jum'at. Hamish berdoa sepenuh hati menjadi malam indah. Menjadi langkah yang baik untuk menyempurnakan separuh agama. Kalau memaksa Allah itu baik, pasti lelaki itu sudah meronta-ronta minta Hawwa sekarang juga. Luapan cintanya sudah tidak bisa dibendung. Oh Hawwa, apa mantra yang kamu ucapkan sehingga membuat Hamish sangat ingin memilikimu? Mungkinkah sikap dinginnya? Sikap yang memang semestinya muslimah miliki.

Kedua kaki Hamish tiba-tiba gemetar hebat, sampai-sampai tubuhnya bergoyang saat berjalan.

"Ada apa, Komandan?" Tanya salah satu polisi yang berjaga malam di rumah Hawwa.

"Bisa bantu saya jalan sampai rumah Bu Rofiah?"

"Tentu saja, Pak." Meski binggung apa yang dialami atasannya, lelaki itu tetap menurut. "Kalau bapak sakit bisa saya hantar ke klinik terdekat."

"Saya cuma nervous," akunya.

Lelaki itu tersenyum sambil mengganguk. Ternyata gosip mengenai Hamish memiliki hubungan spesial dengan anak Ibu Rofiah benar. Niatnya menggoda Hamish diurungkan.

Bertepatan Hamish duduk di kursi depan, Rofiah dan Hawwa menginjakkan kaki di teras rumah. Keduanya membawa kantong plastik entah berisi apa. Agar lebih tenang, Hamish berusaha bersikap rileks seraya tak henti berdoa.

"Nak Hamish kenapa? Ibu lihat tadi dibantu jalan sama pak polisi yang satunya?" Tanya Rofiah begitu perhatian. Sedangkan Hawwa hanya melirik lelaki itu lantas masuk ke rumah. Tuh kan, sambutannya saja tidak ada manis-manisnya. Bagaimana mau diterima kalau instagram saja tidak di-follback.

Kalau tidak ingat umur yang kelewat matang untuk menikah, Hamish lebih baik pulang. Bukan berarti juga ia menikah karena faktor usia. Ia hanya menghindari dipanggil kakek oleh teman anak sendiri.

"Kok malah benggong?" Tegur Rofiah lagi. "Masuk saja yuk ke dalam."

Hamish menuruti ajakan Rofiah. Ia duduk sambil merapikan kemeja bersetelan dengan celana kain berwarna hitam.

"Tumben tidak mengenakan seragam kebanggaan?"

"Niat saya kali ini bukan dinas, Bu."

"Lalu?" Tanya Hawwa seraya membawa 2 cangkir teh panas.

"Saya berniat membahagiakan Hawwa."

Tawa nama yang disebut Hamish pecah. Ia terpingkal-pingkal mendengar pengakuan aneh komisaris itu.

"Hawwa! Biarkan Nak Hamish melanjutkan kalimatnya dulu. Lagian apanya yang lucu?"

"Yaudah, maaf merusak suasana. Sudah hantu jeruk purut saya mau rebahan di kamar."

Ada rasa kesal di hati lelaki itu. Bisa-bisanya Hawwa merusak suasana serius yang ia bangun sejak awal. Padahal mengatakan kalimat 'saya ingin membahagiakan Hawwa' tidak mudah baginya. Sekarang juga Hamish ingin mengomeli patung kuda, tapi tidak mungkin. Mana ada acara lamaran malah adu mulut?

"Eh, ka kamu bisa duduk di sini saja?" Hamish mencegah Hawwa yang dibalas dengan ekspresi menyipitkan mata oleh Hawwa. Entah binggung atau curiga, bisa juga tidak suka.

"Jadi bagaimana Nak Hamish?"

"Saya berniat mengajak Hawwa men—"

DOOORR!

Suara tembakan dari halaman membuat tiga orang di ruang tamu terkejut. Hamish langsung meraih tas, mengambil senjata, dengan sigap memasang posisi waspada. "Hawwa dan Ibu, kalian tetap di dalam. Jangan keluar rumah."

Hawwa refleks menarik baju Hamish. Untung saja tidak bersentuhan langsung. "Ak... Aku takut, kamu jangan pergi," pintanya.

"I'm here for you," katanya lalu memerintahkan 2 polisi di depan mencari sumber suara.

***

Terima kasih sudah membaca Senja di Istanbul

750 vote untuk lanjut bab selanjutnya ❤️

Selamat kepada Nadiapratama13 sebagai The Best Comment Bab 9


Kewajiban manusia adalah beribadah

Mel~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top