1 - 5 (Sesuatu Yang Hitam)
Bintang kecil bertelinga kelinci tiba – tiba menghilang ketika aku sedang mengejar sosok gadis di jembatan tadi.
"Hoi ! kau dimana?!"
Aku merasa cemas, dia tidak mungkin menceburkan diri ke sungai kan?
Bagaimana kalau terjadi sesuatu yang buruk pada anak sekecil dia?
Aku masuk ke dalam sungai, semaki ke tengah aku tidak merasakan adanya perubahan kedalaman. Sampai aku di ujung tepian sisi yang lain air masih sebatas betisku saja.
Artinya Bintang kecil bertelinga kelinci tidak mungkin tenggelam.
Tapi dimana dia?
Aku keluar dari sungai, dan berlarian di jalanan berusaha untuk menemukannya diantara orang – orang yang berlalu lalang.
"Hei, apa anda melihat bintang kecil tadi?" tanyaku pada beberapa orang, namun sama seperti respon mereka kemarin – kemarin.
Tidak ada yang mengacuhkanku.
"Ck!"
Meski kami tidak terlalu lama mengenal, namun aku merasa bahwa Bintang kecil bertelinga kelinci sudah menjadi tanggung jawabku, sebagai orang yang lebih tua darinya aku seharsnya dapat menjaga dan mengawasi bintang kecil bertelinga kelinci yang masih kecil dan naïf.
"Hah... hah... dimana?"
Aku melihat sekitar, sepertinya aku sudah berlari cukup jauh. Bangunan yang terlihat lebih suram dari yang sebelumnya. Orang – orang yang lewat juga tidak banyak.
Air yang menetes dari pia – pipa yang terputus dan rusak menciptakan beberapa genangan air di beberapa titik. Suara tikus yang saling sahut menyahut mengisi telingaku ketika melewati jalan ini.
Beberapa kaca jendela rumah ada yang rusak, dinding dan pintu masuk beberaa toko tampak dhiasi dengan cat berwarna hitam. Beberapa tong sampah juga terlihat penuh, saking penuhnya beberapa bungkusan dan kaleng kosong nampak berceceran di sekitarnya
"Kurasa ia tidak mungkin disini," gumamku.
BRAK!
Aku menoleh, sebuah tong besar tampak menggelinding di belakangku, aku melihatnya waspada, perasaanku menjadi tidak enak.
BRAK!
BRUK!
Suara benda yang berjatuhan makin banyak, insting menyuruhku untuk pergi dari tempat ini secepatnya.
BRUK!
Aku berhenti melangkah, sebuah gumpalan berwarna hitam jatuh di depanku dengan tiba – tiba. Gumpana litu tampak bergerak –gerak, lalu muncul dua bola mata berwarna merah.
"ARGH!!!"
Gumpalan berwarna hitam itu menerjangku, aku langsung menghindar. Aku tahu bahwa tempat ini aneh dengan orang – orang aneh, namun aku belum pernah melihat hal yang semenjijikan ini.
Aku berlari tak tentu arah dengan sekencang mungkin menuju ke arah datang tadi demi menghindar dari gumpalan.
BRUK!
Aku langsung berbelok ke gang kanan karena gumpalan lain tiba – tiba datang dari atas. Dari sela – sela dinding yang berada di lantai atas setiap gedung nampak cairan – cairan hitam keluar. Mula – mulanya hanya semakin sedikit, namun lama kelamaan menjadi lebih banyak dan mengental.
Semakin jauh aku berlari, semakin suram dan gelap sekitar. Meski langit masih senja namun bangunan dan kesuraman lingkunanini menghalangi cahaya.
"ARGH!!!!"
"HUWA!!!"
Aku jatuh ketika mengerem kakiku keras – keras. Sebuah gempulan keluar dari lubang selokan yang berada di depan. Ukurannya pun lebih besar dari gumpalan – gumpalan yang terdahulu.
Matanya yang merah tampak lebih besar dengan kilat kemarahan yang kurasaan. Ia lalu membka mulutnya yang berisi gig – gigi panjang nan runcing, serta lidah berwarna ungu pekat.
Aku langsung berguling ke samping untuk menghindari terjangan mulutnya. Napasku memburu dan aku sudah tidak peduli dengan betapa kotornya bajuku. Gumpala besar tampak menampar tanah, meski begitu ia berusaha untuk bangkit meski gerakannya lebih lambat dibandingkan saat ia muncul tadi
"Kalian menjauh!" ucapku sambil menendang tong sampah ke arah beberapa gumpalan kecil yangtadi mengejarku dan mulai dekat denganku.
"WAARGHH!!!"
Gumpalan yang besar berusaha untuk meraihku lagi, aku langsung berlari ke arah gang yang berada di samping tapa pikir panjang, membiarkan gumpalan besar menabrak dinding.
Sial! Sial!
Makin lama gumpalan yang mengejarku semakin banyak, dan tenagaku semakin lama semakin habis. Aku harus mengakui bahwa aku tidak jago berlari cepat dengan waktu yang lama.
Aku berhenti begitu melihat sebuah dinding kokoh yang menghalangi jalan, aku berada di titik buntu. Bangunan yang ada disamingku tidak ada pintu. Semua bangunan di sampingku hanya memiliki ventilasi yang kecil dan tentu saja tidak bisa kumasuki, semudah aku memecahkan jendela kaca dan masuk ke dalam bangunan dengan mudah.
Tapi aku juga sangsi untuk masuk ke dalam gedung – gedng yang ada disini, salah – salah aku malah menemukan gumpalan hitam yanglebih banyak dari yang mengejarku tadi.
"WARGH!!!"
Aku berjalan mundur, melempari apapun yang ada di sekitarku agar gumpalan – gumpalan itu menjauh, namun itu tidak berhasil. Malahan salah satu kardus yang kulempar malah ditelan bulat – bulat oleh gumpalan yang paling besar.
Sial!
Begitu si gumpalan besar membuka mulutnya aku langsung menutup mata, pasrah dengan keadaan sembari berdoa agar sebuah keajaiban datang.
"Dasar bego!"
Aku merasa kerah baju belakangku ditari ke atas, tubuhku ditarik menuju ke sisi tembok yang lain.
"Se-serigala?!" ucapku kaget saat melihatnya samar dari belakang, sedang membawaku dengan mulutnya, mungkin aku terlihat seperti anak kucing yang sedang dibawa oleh induknya.
Ia lalu membuka mulutnya, aku langsung jatuh ke tanah.
"Kita gak punya waktu, cepat berlari dengan kakimu yang kurus itu!" ucapnya berlari mendahuluiku.
Meski sedikit kesal dengan ucapannya, aku tetap berlari mengikuti langkahnya yang entah kenapa sekarang tidak secepat sebelumnya. Meski aku masih berada di belakangnya ketika kami berlari.
Gumpalan – gumpalan yang muncul semakin banyak, mereka tidak hanya muncul dari atas gedung namun dari tembok – tembok atau dari lubang kecil dan selokan sepanjang kami berlari.
"Sebenarnya ini tempat apa?!" tanyaku ketika kami berlari
"Tempat kotor," jawabnya singkat, namun bukan itu jawaban yang kuinginkan
"Ya aku tahu itu tempat kotor tapi-"
"Diam! Jangan bacot!"
Aku langsung menutup mulut, sebaiknya aku menanyakannya nanti ketika kami sudah keluar dari tempat ini.
Kami akhirnya sampai di ujung gang. Sebuah sungai terlihat di depan kami. Meski begitu sungai ini tidak seperti sungai sebelumnya tempat aku tercebur.
"Bau," komentarku
Ya memang, sungai ini memiliki iar yang berwarna hitam dan bau yang menyengat.
"Kita harus berada di seberang, cepat berenang!"
Dan tanpa aba – aba, setelah ia mengatakan hal itu ia langsung mendorongku ke air, bersamaan dengan itu ia juga melompat ke sungai dan mulia berenang.
Sungai ini lebih dalam dari sungai yang sebelumnya, sehingga aku yang terjatuh harus merasa 'tenggelam singkat' terlih dahulu sebelum memecut kakiku untuk berenang.
Sesekali aku melihat ke belakang, gumpalan – gumpalan itu nampak berkumpul di tepian sungai, namun tidak ada satupun dari mereka yang terjun ke dalam. Aku bersorak dalam hati, mski sesekali mengutuk sungai ini karena baunya yang menusuk – nusuk hidungku tanpa ampun.
"FUAH!"
Kami akhirnya sampai di seberang, serigala bersayap angsa mengibas – ngibaskan tubuhnya untuk mengeringkan tubuhnya. Aku memeras bajuku dan mengibaskannya, aku tidak mau terkena flu karena sudah terjun ke sungai dua kali hari ini.
Bau sungai yang menyengat tadi, tiba – tiba sudah menghilang, serta dari tempat ini sungai hitam yang tadi kami lalui tampak jernih, tidak kotor.
Sungguh, aneh.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top