1 - 2 (Mysterious Wolf)
"Apa lihat – lihat?!" ucapnya dengan sangar
"Ti – tidak! Tidak apa – apa!" ucapku spontan saat ketahuan sedang memperhatikannya.
Dia yang kumaksud adalah seekor serigala yang tampak memakai baju kemeja putih lengkap dengan celana berwarna abu, ia berjalan dengan kedua kakinya.
Tidak bukan hal itu yang membuatku sampai terbengong – bengong melihatnya, namun sepasang sayap yang berada di pungungnya.
Berwarna putih bersih dan lebar, sayap seekor burung angsa yang anggun.
Kami sedang berada di pasar, aku yang sedang lapar memutuskan untuk mencari apa yang bisa dimakan dari tempat ini. Walau tempat ini bernama 'pasar' namun tidak ada kegiatan jual beli yang kulihat disini. Orang – orang hanya mengambil apa yang mereka perlukan tanpa membayar, yang memiliki lapak pun membiarkannya saja.
Benar – benar tempat yang aneh.
Serigala bersayap angsa keluar toko buah, aku yang masih memegang sebuah apel di tangan hanya melihatnya pergi.
Namun, instingku mengatakan bahwa aku tidak boleh hanya melihatnya pergi.
"Oi! Tunggu!" teriakku sambil menggigit apel
Serigala bersayap angsa sangat cepat dalam melangkah, aku harus mengejarnya diantara para pengunjung pasar yang memenuhi jalan.
"Dia jalan atau lari sih?" gumamku
Aku menabrak beberapa orang, dan kadang aku yang 'terpantul' kalau yang kutabrak memliki tekstur seperti jeli atau karet. Namun untungnyaaku tidak sampai terjatuh dan kehilangan jejak serigala bersayap angsa.
"Oi! Kau! Kau! Berhenti!"
Sepertinya kali ini teriakkanku sampai pada telinganya, serigala bersayap angsa berbalik dan menatapku dengan datar.
Aku langsung menambah kecepatan berlariku, dan begitu sampai di hadapannya aku membungkuk sambil mengatur napas.
"Ada apa?" tanyanya dengan suara tak bersahabat.
"Anu.. itu... apa kita bisa berkenalan?"
"Hah?!" ucapnya heran,
Heran, ya ya, aku juga heran kenapa perkataan itu terucap dari mulutku. Bahkan aku sendiri tidak tahu siapa namaku.
"Lo gila ya? Bikin orang repot saja," ucapnya malas lalu berbalik, namun aku segera menghentikannya.
"Apa?!" tanyanya galak, namun aku sama sekali tidak peduli.
Dia adalah orang pertama yang berbicara padaku di dunia ini, orang – orang disini tidak pernah mau bicara kecuali aku yang memulainya, berbeda dengan Serigala bersayap Angsa yang langsung berbicara padaku, alih – alih tak mengacuhkan.
"Aku ingin berteman denganmu," ucapku lurus
Dia langsung melihatku dari atas sampai ke bawah, "Kirain mau nembak, gue nggak doyan ama yang berbatang soalnya,"
Sial, sabar, sabar, diriku yang malang.
"Aku Roman, namamu siapa?" tanyaku, lalu melepas genggaman.
"Hah? Gue nggak punya nama,"
Tunggu, tunggu, serigala ini tidak punya nama?!
"Lo aneh juga ya, lo punya nama ternyata," lanjutnya lagi
Aneh?! walau nama dadakan ini aneh, namun ini cukup bagus kok!
"Lalu bagaimana orang – orang memanggilmu?" tanyaku, heran bercampur sedikit frustasi.
Yaiyalah masa dia tenang – tenang gitu nggak punya nama?! Nama kan identitas! Apa di tempat ini tidak mengenal istilah identitas?!
"Seperti Lo manggil gue tadi," jawabnya
"Kupanggil 'kau, kamu, oi?'"
"Iya itu,"
Kalau begitu aku turuti saja apa yang dia mau, toh dia sendiri yang minta dipanggil seperti itu. Bulunya yang tampak berwarna hitam keabuan bergoyang terkena angin. Mata Serigala bersayap angsa tampak menelisir lurus. Sebelum berjalan kembali.
"O-oi! Kamu mau kemana?!"
Aku mengikuti langkahnya yang cepat.
Tidak bukan, sangat cepat!
Dia terlihat sanai sekali menyusup diantara orang, meninggalkan diriku yang bersusah payah melewati orang- orang.
Begitu aku sudah berada di luar pasar, aku tidak menemukan Serigala itu.
"Sial kemana sih dia?!" gerutuku
Belum sempat kami berbasa basi panjang, serigala itu malah pergi meninggalkanku. Sebenarnya dia niat atau nggak sih berteman denganku?!
Beberapa pertokoan dengan barang – barang yang dipajang dengan cantik di etalase, aroma kopi dan kue yang menyebar. Serta beberapa orang yang tampak memakai pakaian era Victorian meski tubuh mereka tampak abstrak.
Aku berada diantara mereka, mencari jejak serigala bersayap angsa tadi. Beberapa kali aku menyingkir karena trem yang lewat.
Hingga aku terhenti di sebuah kafe yang terlihat paling klasik, berharap di dalamnya ada Serigala bersayap angsa disana. Namun yang kutemui hanyalah beberapa ekor rubah dengan kepala ikan dengan jenis yang berbeda – beda.
Mereka nampak menikmati kopi yang mereka terima dari seorang pelayan dengan kepala gelas susu dan tubuh perpaduan sapi dan babi. Ada beberapa yang duduk berkelompok dan ada yang sendiri. Aku memutuskan untuk duduk di salah satu kursi yang kosong, lalu seorang pelayan datang dan meletakkan secangkir cappuccino di atas meja.
Mereka sudah menyajikan minuman yang bahkan belum kuminta namun kuinginkan.
Orang – orang yang duduk berkelompok, mereka tidak berisik dan bahkan menggerakkan bibir. Mereka hanya saling tatap sebelum melanjutkan acara minum kopi mereka.
Inginku mengajak salah satu dari mereka untuk mengobrol daripada diam seperti ini, namun kuurungkan niat begitu melihat salah satu ikan memelototiku sebelum kuucapkan sepatah kata.
Mereka nampakya tidak dapat didekati.
"Baiklah setelah ini aku keluar," ucapku pada diri, lalu meneguk sisa capucinno.
Tiba – tiba saja dari arah luar muncul banyak air, Aku yang berada di dalam langsung berdiri dari kursi. Air dengan cepat membanjiri tubuh, beberapa orang ada yang masih tetap diam di posisinya dan ada juga yang nampak berusaha untuk berlari menyelamatkan diri.
Namun menyelamatkan diri ke mana?
Air – air itu keluar dari balik pintu dan dinding kaca yang retak akibat tekanan air dari luar. Bangunan kafe ini juga tidak memiliki lantai dua.
Apa di luar tiba – tiba terjadi banjir? Tapi kukira daerah ini tidak dekat dengan perairan. Sial! Aku sekarang kemana? Aku tidak mau mati tenggelam seperti ini!
Sebuah tapi tambang tiba – tiba keluar dari salah satu retakan di dinding kaca, tali tersebut terlempar ke arahku yang berdiri di atas meja. Mengikuti insting, aku pun mengambil tali tersebut. Lalu tali tersebut tertarik dari luar.
Tubuhku terjatuh dari meja, tenggelam di dalam air. Aku menutup mata karena tak sanggup melihat, aku ditarik dengan tali tambang. Begitu merasa tidak dipeluk air lagi aku membuka mata.
Jalanan depan kafe yang masih kering, orang – orang yang masih berlalu lalang semua tampak normal seolah yang kualami tadi tidak pernah terjadi.
Aku langsung melihat ke belekang. Kafe itu masih ada, namun terlihat kosong dan tidak ramai seperti beberapa saat lalu. Benar – benar kosong, seakan kafe itu telah tutup selama bertahun – tahun.
Sebuah tali tambang yang basah tergeletak di samping, aku langsung berdiri dan melihat ke segala penjuru arah, mencoba menemukan orang yang menarikku tadi.
Sebenarnya apa yang terjadi pada kafe itu? dan siapa yang menolongku tadi?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top