Chapter 5 - Papa
Aku merasa sangat-sangat bahagia. Aku punya Papa dan Paman yang sangat menyanyagiku. Papa dan Paman Mada berlomba-lomba merebut hatiku dengan membelikan aneka cemilan yang membuat perutku hampir sesak. Lalu, Paman Mada membantu memotret aku dan Papa dengan latar ombak yang bergulung-gulung di belakang. Walau matahari kian tinggi, aku tidak peduli.
Papa memegang tanganku dan kami berjalan bersama menyisir pantai. Paman Mada sudah pergi lebih dulu memesan tempat untuk makan siang. Padahal, aku masih kekenyangan disogok cemilan yang tadi.
Aku dan Papa, seolah menghindari topik yang bersangkutan dengan Mama. Rasanya canggung dan aku yakin, atmosfer akan berubah tidak nyaman untuk kedua bela pihak.
"Papa," panggilku setelah puas bermain air. "Apa ... Papa akan menikah lagi?"
Sejujurnya, aku takut jika hal ini terjadi. Aku tidak suka punya Mama baru dan seorang adik yang berbeda rahim. Kasih sayang Papa akan terbagi, prioritas akan berubah. Aku akan menjadi bagian yang terlupakan.
"Aru mengkhawatirkan itu?"
Aku mengganguk.
"Apa ada wanita lain?"
Papa tidak langsung menjawab. Ia tersenyum. Namun jenis senyum yang tidak sampai ke mata. Aku menunduk, memainkan kaki menyepak air. Jawaban Papa membuatku kian cemas. Segala kemungkinan membuatku tidak siap.
"Aru."
Aku mendongak dengan tepukan lembut Papa di puncak kepalaku.
"Papa akan tetap bersama Aru."
Kedengarannya ambigu. Aku butuh kepastian, sulit memahami pola pikir orang dewasa karena aku sendiri masih remaja bau kencur.
"Papa akan tetap bersama Aru. Itu hal yang pasti. Menikah lagi? Tidak, Aru. Papa tidak ada pikiran ke sana. Tujuan Papa adalah kamu. Maafkan Papa dan Mama ya? Kami membuatmu terluka."
Mataku perih, bibir gemetar dan aku kehilangan kendali. Keren air mataku bocor. Aku terisak dan Papa segera memelukku. Pura-pura menjadi lebih kuat dan dewasa adalah hal yang sulit.
Kemeja Papa basah oleh air mataku. Papa tidak mengatakan apa pun. Hanya telapak tangannya yang terus menepuk punggungku berulang kali. Mungkin kami sama-sama terluka. Papa mungkin saja juga rapuh, tetapi ada hal yang tetap membuatnya terlihat tetap tegar dan baik-baik saja di depan putri semata wayangnya.
...
Aku dan Papa harus berpisah saat makan siang. Papa bilang aku harus tetap bersama Paman Mada sampai urusannya selesai. Jika aku bisa menjadi anak baik, Papa menjanjikan sebuah tempat yang sangat menakjubkan untukku. Papa bilang, itu akan menjadi rahasia antara seorang Ayah dan anak.
Kami pulang ketika hari menjelang sore. Aku harus bersiap dan menjaga diri untuk hari esok. Iya, besok adalah hari pertama masuk sekolah. Momen yang sangat kutunggu.
Lampu-lampu mulai dinyalakan dan kegelapan mulai menyelimuti Jakarta. Aku duduk di teras samping, mendongak menatap langit. Tidak ada apa pun. Entah paus atau gemerlapan bintang.
Aku mulai penasaran, mengapa aku bisa melihat fenomena paus berenang di langit dan alasan apa yang membuat keberadaan mereka di atas sana. Sulit menemukan jawabannya, jika hanya aku seorang diri yang mengetahuinya.
Sekonyong-konyong, aku mendengar nyanyian familiar itu lagi. Suara nyanyian paus bungkuk yang sangat indah. Rasa bahagia itu mendadak sirna, dalam kegelapan langit malam. Aku tidak bisa melihat apa pun.
Aku pun memutuskan untuk berdiri di tengah-tengah halaman. Menanti ada bayangan hitam yang berenang di atas kepalaku.
Dibandingkan bayangan hitam. Paus biru itu bergerak di atas rumah Paman Mada. Kulit birunya bersinar cerah sampai area sirip. Di kanan dan kirinya aneka koloni ikan berwarna terang terbang mengiring.
Aku terlonjak saking senang dan terpukau melihat hal tersebut. Aku buru-buru mengambil ponsel dan menyalakan fitur kamera. Anehnya, hal menakjubkan tersebut, tidak bisa tertangkap. Hanya ada layar hitam.
Kuturunkan lensa kamera. Paus itu baru saja melewati kepalaku. Itu benar-benar pemandangan yang indah. Mereka terbang dengan tubuh yang bercahaya.
Belum juga koloni ikan-ikan yang menyerupai ikan sarden pergi. Gerombolan lumba-lumba dengan kulit bercahaya melompat-lompat dari belakang.
Aku melambai pada mereka. Kelewat antusias untuk bisa berinteraksi. Salah seekor lumba-lumba mendadak menoleh padaku. Dia tersenyum lebar dan berenang turun dari langit.
Mataku berbinar, lumba-lumba biru berenang di halaman rumah. Tanpa air dan tanpa kecemasan. Ia mulai terbang mengelilingi tubuhku. Lalu, hidung botolnya menyundul telapak tanganku.
Rasanya dingin, aku tersentak. Agak ragu untuk menyentuh. Tetapi tatapan matanya seolah berkata, bahwa itu baik- baik saja.
Aku memberanikan diri mengelus kepalanya yang licin. Dia tertawa. Ya, aku malah kegirangan mendengar tawa seekor lumba-lumba. Lalu setelahnya, ia pergi dan berenang kembali ke langit. Bergabung bersama gerombolan lumba-lumba lainnya.
Malam ini, aku seperti melihat parade yang dilakukan oleh hewan-hewan laut. Mereka bergerak dan terus bergerak hingga menghilang dari atas atap rumah Paman Mada.
"Aru? Kamu tertawa dengan siapa?"
Aku tersentak dengan suara Paman Mada. Beliau berdiri di depan pintu teras dengan alis bertaut bingung. Dia tidak mungkin berpikir bahwa keponakannya mendadak menjadi gila, bukan?
"Ada sesuatu yang indah di sana."
Aku menunjuk ke arah langit. Paman Mada pun bergerak keluar dan ikut mendongak.
"Hmm, tidak ada apa pun. Kamu lihat apa sih? Pesawat?"
"Ah, ya. Aru rasa itu. Tadinya pikir itu adalah UFO. Paman tahu soal piring terbang itu, 'kan?"
Aku mencoba mengalihkan pembicaraan. Berharap Paman Mada bisa terpancing. Kutunjukkan senyum polos nan tidak berdosa.
"Ah, ya. Paman sering mendengarnya waktu kecil. Kamu suka dengan piring terbang?"
Aku mengganguk, lalu menunjukkan rasa antusiasme. Paman Mada hanya tersenyum lembut. "Masuklah, angin malam tidak baik."
Aku kembali mengganguk seruan Paman Mada. Di dalam kamar, aku terduduk di tepi tempat tidur dan menatap telapak tangan yang tadi menyentuh lumba-lumba.
Ini nyata, bukan hal yang muncul seperti fatamorgana atau halusinasi. Aku pun mengepalkan tangan dengan kuat.
Aku mulai bertekad untuk mencari tahu alasan fenomena paus berenang di langit ini. Pasti ada sebuah alasan mengapa aku bisa melihat dan menyadari keberadaan mereka.
Melalui ponsel, aku mencari segala informasi soal dunia laut beserta isinya. Nama-nama ikan dan jenis mereka. Mulai dari kebiasaan mereka dan habitat mereka tinggal. Aku mencoba mengingat semuanya.
Terlebih lumba-lumba yang tadi menyapaku. Jika bisa bertemu lagi, aku ingin menjadikannya seorang teman. Rasanya menyenangkan bisa memelihara seekor lumba-lumba di rumah.
Aku tidak perlu mengkhawatirkan kolam dan laut yang menjadi habitatnya. Si lumba-lumba hanya perlu langit untuk tetap hidup dan beraktivitas bersamaku.
Setelah mempersiapkan perlengkapan sekolah dan memastikan semua yang kuperlukan siap sedia. Aku pun memutuskan untuk tidur lebih awal. Agar keesokan hari, aku bisa memulainya dengan baik.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top