Dua Puluh Satu : Alasan Yang Masih Tak Terungkapkan

INI bukan dendam dan tak akan membuatmu tenggelam

Namun, ini rindu yang jadikan tangismu terlantun pilu

***

Panji dan Kalila sudah bertunangan dan akan segera menikah?

Brian tertawa sendiri mengingat betapa ia termakan ucapan Kalila tempo hari. Ia merasa sangat bodoh karena percaya begitu saja pada bualan gadis itu. Seharusnya ia lebih jeli, termasuk menangkap ekspresi bingung Panji sewaktu Kalila menariknya pergi.

Sekarang, Brian tengah berdiri di depan Canetis, lagi. Namun, ia sengaja langsung meluncur ke radio tersebut setelah jam pulang kantor. Dengan begitu, Brian berharap tak perlu bertemu Kalila sebab yang ia tahu gadis yang kini berhijab itu hanya memiliki jam siaran pada malam hari.

Mustahil jika para pegawai Canetis tak mengetahui sama sekali tentang Kalila. Setidaknya salah satu dari mereka pasti mengetahui dengan baik sosok yang lebih mereka kenal dengan nama Nastiti itu. Bisa jadi, Satya.

Dengan langkah mantap, Brian memasuki Canetis. Ia disambut dengan perempuan berkacamata tempo hari.

"Selamat sore, Mas Brian. Mau cari Nastiti, ya?" sapanya ramah.

Brian tersenyum kemudian menggeleng. Sedikit tak nyaman karena kemungkinan besar para pengawai Canetis sudah mengetahui siapa dirinya.

"Mas Satya-nya ada? Saya mau tanya-tanya tentang acara Senandung Rindu aja, sih."

"Oh, Mas Satya-nya belum datang. Tapi, kalau Mas Brian mau, saya bisa panggilkan Alicia. Kebetulan hari ini dia siaran dari sore," balas perempuan yang belum Brian ketahui namanya itu.

Terdiam sejenak, Brian mempertimbangkan untuk mengambil kesempatan itu. Setelah dipikir-pikir, tidak ada salahnya juga menemui Alicia. Sebagai rekan siaran Kalila selama ini, sepertinya gadis itu juga bisa menjadi informan yang potensial.

"Bisa?" tanya Brian memastikan.

"Bisa, Mas. Sebentar lagi juga Alicia selesai siaran. Mas Brian bisa tunggu di sana, nanti akan saya sampaikan ke dia," ujar perempuan berkacamata itu. Mempersilahkan Brian menempati sofa yang tempo hari juga ia duduki saat menunggu Kalila.

Brian mengangguk mengerti kemudian mengarah pada tempat yang ditunjuk. Duduk menunggu sembari memainkan ponsel. Lagi, dan tak pernah bosan, ia memandangi foto lama Kalila yang ada di galeri ponselnya.

Beberapa menit kemudian, seorang gadis berambut sebahu model bob muncul. Tangannya memegang sebuah kipas kecil bertuliskan A.R.M.Y. Brian yakin dialah Alicia karena perempuan berkacamata tadi buru-buru menghampirinya.

Menoleh pada Brian, gadis itu masih mengipasi wajahnya. Namun, tak lama kemudian menghampiri Brian.

"Sore. Aku Alicia. Sinta bilang kamu mau ketemu aku." Dengan gaya berbicara yang tidak formal, Alicia tersenyum ramah seraya mengulurkan tangan untuk bersalaman.

Brian lalu bangkit dan membalas uluran tangan gadis itu. Ia juga ikut memakai kata 'aku-kamu' dalam pembicaraan mereka. Sekadar mengimbangi lawan bicaranya.

"Betul. Aku ingin bicara soal Kalila."

"Kalila?" tanya Alicia sembari mengernyit, lalu menempati sofa tunggal di hadapan Brian.

"Maksudku Nastiti," ralat Brian segera. "Aku Brian yang pernah menelepon ke Senandung Rindu beberapa waktu lalu. Waktu itu aku bercerita tentang cinta pertamaku yang bernama Kalila."

Brian tidak yakin apakah perlu baginya untuk memaparkan hal tersebut pada Alicia. Gadis itu sudah pasti mengetahuinya. Namun, ia hanya ingin memperjelas semuanya dari awal agar tak ada informasi sekecil apa pun yang terlewat.

Alicia mengerjap. Sembari masih memegang kipasnya, gadis itu lalu berseru.

"Astaga. Maksudnya Nastiti beneran Kalila yang kamu ceritain waktu itu?"

"Benar," jawab Brian singkat.

Alicia lalu memindai penampilan Brian yang identik dengan pekerja kantoran. Kemeja lengan panjang yang digulung hingga siku, celana bahan berwarna hitam dan sepatu pantofel yang kilapnya sedikit memudar oleh debu tipis. Wajahnya lumayan, tetapi tampak lelah. Alicia menebak Brian langsung ke Canetis begitu pulang bekerja dari kantornya.

Beberapa hari ini Alicia dalam mode ngambek pada Kalila sebab pernyataan gadis itu pada Brian tempo hari. Saat Kalila mengakui Panji sebagai tunangan dan calon suaminya. Alicia sontak marah tanpa mau mencari tahu lebih jauh masalah yang sebenarnya. Rasa cemburu sudah lebih dulu menguasai pikiran Alicia.

"Apa yang bisa aku bantu?" tanya Alicia akhirnya.

"Apa kamu mengenal Panji?" Dengan cepat Brian balik bertanya. Seolah dengan begitu jawabannya pun akan ia dapatkan dalam sekejap.

"Bang Panji yang biasanya antar jemput Nastiti?" Pertanyaan Alicia segera direspon sebuah anggukan oleh Brian. "Kenal. Tapi, emangnya ada apa sama Bang Panji?"

Cara Alicia memanggil Panji bisa dibilang menunjukkan kalau mereka cukup dekat. Brian tidak tahu sedekat apa, tetapi ia bisa menangkap kecemasan dalam nada suara gadis itu ketika Brian menanyakan Panji.

"Apa benar Kalila dan Panji sudah bertunangan dan akan menikah?"

Alicia cepat-cepat mengedikkan bahu. Ekspresi wajahnya pun kini berganti tak acuh.

"Sayangnya, aku nggak tahu. Meski kelihatannya mustahil, bisa jadi mereka emang sengaja ngerahasiain hal itu dariku."

Melihat reaksi Alicia, Brian tersenyum dalam hati. Ia bisa menangkap kecemburuan pada rekan siaran Kalila itu. Dan, itu adalah kesempatan yang bagus untuk memancingnya.

"Boleh aku minta bantuanmu?"

Alicia mengangkat sebelah alis sembari terus mengipasi wajahnya. Sesekali gambar para personil BTS yang tercetak di benda tersebut terlihat sewaktu Alicia menggerakkannya.

"Bantuan apa?"

"Mencari tahu apakah mereka benar-benar akan menikah. Kamu, tahu, kan, aku masih sangat mengharapkan Kalila."

Alicia menatap mata Brian yang dipenuhi sorot keseriusan. Namun, ia sedang marah pada Panji dan Kalila. Alicia bahkan sampai bertukar jam siaran demi tidak bertemu Kalila. Jadi, bagaimana bisa ia membantu Brian?

"Maaf, aku nggak bisa," tolak Alicia akhirnya. "Itu masalah pribadi mereka yang nggak pantas aku korek lebih jauh. Terlebih lagi, mereka sengaja nggak ngasih tahu aku soal ini."

"Tapi, kamu ...," Brian hendak mengatakan jika perasaan Alicia pada Panji sangat mudah ditebak, tetapi akhirnya urung untuk ia utarakan, "kalian dekat. Seenggaknya itu bisa membantu."

"Sekali lagi maaf. Aku tetap nggak bisa bantu." Alicia bersikukuh.

Brian tak pantang menyerah. Namun, ia harus menahan diri hari ini. Alicia jelas tak akan suka jika ia terus mendesak.

"Baiklah. Aku mengerti." Brian akhirnya bangkit dari duduk seraya merogoh saku celana, mengeluarkan secarik kartu nama dari dompetnya. "Tapi, jika kamu berubah pikiran, tolong hubungi aku."

Alicia menerima kartu nama tersebut tanpa berkata apa-apa. Bahkan hingga Brian berpamitan pergi.

Selepas sosok Brian menghilang di balik pintu Canetis, Alicia memandangi kartu nama tersebut. Sedikit tercengang saat mengetahui jika Brian adalah manager keuangan di Buana Nusantara, salah satu perusahaan kontraktor yang cukup besar di Jakarta.

Alicia masih menimbang-nimbang apa yang harus dilakukannya pada kartu nama tersebut ketika ponselnya menyuarakan sebuah pesan masuk.

Alice, bisakah kita bertemu? Aku perlu bicara denganmu.

Pesan singkat dari Panji. Alicia berniat mengabaikan saja pesan tersebut, tetapi urung saat ia menyadari jika tindakannya mengabaikan Kalila belakangan ini sudah cukup keterlaluan.

Tak lama kemudian, Alicia pun mengetik pesan balasan. Memberi jawaban atas permintaan Panji.

***

Tampak Panji duduk di salah satu sudut restoran Korea yang terletak tak jauh dari Canetis. Alicia memang meminta bertemu di tempat tersebut. Namun, hanya berdua. Tak ada Kalila yang ikut serta.

"Udah pesan makanan, Bang?" tanya Alicia seraya menempati kursi di hadapan Panji. Sengaja bersikap seperti biasa agar suasananya tak terlalu serius. Samar terdengar suara Park Jimin lewat lagu Serendipity. Menciptakan atmosfer yang nyaman bagi A.R.M.Y seperti Alicia.

"Udah. Aku pesenin buat kamu juga," jawab Panji yang membuat perasaan Alicia menjadi lebih baik.

"Oh, oke. Jadi, apa yang mau diomongin, Bang?"

Panji menarik napas perlahan sebelum mulai berbicara. Dan, entah mengapa perasaan Alicia berangsur membaik setiap kali memandang wajah Panji. Padahal, lelaki di hadapannya itu jelas berbeda jauh dengan sosok Jeon Jungkook, maknae BTS yang menjadi idolanya. Panji bertubuh tinggi besar dengan warna kulit kecoklatan. Namun, cinta memang kerap muncul tanpa bisa memberikan alasan kedatangannya.

"Aku dan Kalila, maksudku Nastiti." Panji buru-buru mengoreksi kata-katanya, mengingat selama ini ia memang terpaksa memanggil Kalila begitu atas permintaan gadis itu sendiri. "Kami tidak bertunangan, apalagi sampai akan menikah."

Alicia bergeming sembari memandang Panji yang mulai merasa tak nyaman.

"Lalu?"

"Kalila ngomong gitu cuma untuk bikin Brian menjauh."

"Jadi?"

"Jadi, aku harap kamu dan Kalila bisa berbaikan. Nggak salah paham lagi."

"Dengan satu syarat," pinta Alicia. Ia mengacungkan jari telunjuknya. "Beritahu aku alasan Nastiti melakukan itu."

Kali ini Panji mengembuskan napas panjang. Seolah apa yang hendak disampaikan adalah sebuah beban.

"Sampai sekarang pun aku nggak tahu alasan pasti Kalila menghindari Brian. Yang aku tahu mereka berdua sebenarnya masih saling menyimpan perasaan."

Alicia mengamati ekspresi Panji sewaktu mengungkapkan fakta tersebut. Hanya kecewa, tak tersirat rasa cemburu sama sekali dan hal itu membuat Alicia merasa lega.

"Terus, kenapa Bang Panji nggak kasih tahu aja Brian yang sebenarnya?"

"Aku nggak bisa mengkhianati kepercayaan yang Kalila kasih. Bagaimanapun juga kami udah bersahabat sejak kecil."

Alicia mengangguk-angguk, lalu kembali bertanya, "Jadi, Bang Panji beneran nggak ada perasaan khusus sama Nastiti?"

Panji terdiam sejenak, lalu menggeleng. Ia kemudian balas menatap Alicia yang sontak menjadi gugup karena tindakannya itu.

"Aku ... udah jatuh cinta sama orang lain."

Jawaban Panji sukses membuat pipi Alicia merona. Padahal ia sadar jika lelaki di hadapannya itu sama sekali tak menyebut nama Alicia. Namun, ia tetap tak bisa mencegah dirinya untuk tak tersipu.

Kedatangan pelayan yang membawakan pesanan mereka berhasil memutuskan suasana canggung yang ada. Dua porsi bibimbap*) yang disajikan membuat wajah Alicia berbinar. Bukan hanya karena makanan tersebut adalah favoritnya, tetapi juga karena sikap Panji yang menandakan lelaki itu menaruh perhatian padanya. Namun, Alicia sadar jika bukan hal itu yang harus ia pikirkan sekarang, melainkan tentang Kalila.

Sebelum mulai menyantap makanannya, Alicia pun akhirnya berujar, "Bang, kalau beneran mereka masih saling cinta, gimana kalau kita bantu mereka deket lagi?"

Mendengar ide itu, mau tak mau Panji yang penasaran pun bertanya dengan antusias.

"Caranya, Alice?"

"Serahkan aja sama aku," jawab Alicia mantap.

***

Brian duduk terpekur di bibir ranjangnya. Di tangan lelaki berlesung pipi itu terdapat sebuah foto lama yang tak hentinya ia pandangi sedari tadi. Foto sang ayah menggendong bayi Brian sewaktu masih berusia satu bulan.

"Maaf, Pa," lirih Brian sembari menyentuh foto Danu yang kala itu tersenyum lebar. Wajah sang papa tak jauh berbeda dari Brian. Mereka bahkan memiliki lesung pipi yang sama. Hanya saja, Danu memiliki tubuh yang lebih tinggi.

Brian tak pernah bisa mengingat wajah sang ayah selain dari foto-foto lama keluarga mereka. Danu meninggal sewaktu usia Brian baru menginjak setahun. Menurut cerita para kerabat yang tinggal di Malang, Danu meninggal karena dibunuh. Namun, Farah dan Dennis tidak pernah mau membicarakannya. Mereka seolah enggan mengingat hal tersebut. Entah karena tak ingin terkenang kesedihan atau hanya tak mau membahas masa lalu.

"Maaf karena Brian justru lebih membenci Om Dennis daripada pembunuh Papa." Brian kembali menatap sendu foto Danu.
Sampai sekarang pun, Brian tak pernah tahu sosok pembunuh ayahnya. Hatinya lebih dipenuhi kebencian pada Dennis. Bahkan, tanpa ia sadari, Brian seringkali merasa Dennis-lah yang membunuh sosok Danu dalam keluarga Atma Wijaya. Omnya itu tak pernah membiarkan Brian mengingat sang ayah selain fakta kalau Danu dibunuh. Dan, Brian membenci hal itu.

Mungkin, suatu saat kebencian itu akan terbagi saat Brian tahu siapa pembunuh ayahnya. Karena sosok itu sama jahatnya dengan Dennis. Mereka adalah orang-orang yang merampas kebahagiaannya. Bahkan sebelum Brian mengenal apa itu kebencian.

Jangan membenci siapa pun, Bri, sebelum kamu menyesalinya nanti.

Teringat pada kata-kata Farah, Brian meletakkan foto Danu ke tempatnya semula lalu mengembuskan napas panjang. Tiba-tiba ia merindukan sebuah bayangan yang ia harap menjadi nyata. Dua orang perempuan yang menjadi alasannya untuk bahagia, Farah dan Kalila, bersama-sama tersenyum padanya. Bayangan yang tampak begitu indah.

Namun, angan Brian terputus ketika ponselnya bersuara. Menandakan sebuah pesan masuk.

Dengan enggan, Brian meraih ponsel yang tergeletak di atas nakas. Namun, secercah semangat sontak menghampiri ketika ia membaca pesan dari nomor asing tersebut.

Brian. Ini Alicia. Soal Kalila, aku bersedia membantumu.

***
*) Bibimbap : makanan khas Korea yang berbahan dasar aneka sayur.

~~~

Guys, masih setiakah mengikuti cerita ini?

***
Salam Baca 😉
Suki

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top