Chapter 40 - Senandung Pelangi

Langit cerah menyambut pagi ini. Alam seperti sedang bahagia seperti halnya gadis kecil yang tengah bersenandung di depan jendela kamarnya. Seraya memandangi keindahan pagi. Kepala Pelangi bergoyang kecil ke kanan dan kiri. Bibirnya tak lepas menyenandungkan beberapa lirik yang sedang sangat disukainya.

"Yo've got a friend in me ... you've got a friend in me ..."

Sena yang baru saja membuka pintu mendengar senandung kecil putrinya, menyunggingkan senyum. Senang melihat keceriaan sudah terpatri di wajah putrinya.

Setelah melewati beberapa waktu bergumul dengan keputusan terkait pertemuan Pelangi dan Aditya. Hari yang dinantikan pun akhirnya tiba juga. Kekhawatiran yang mengganjal di hatinya sirna sudah karena penerimaan Pelangi. Bahkan hingga kini, Sena masih merasa seperti mimpi dengan kematangan berpikir putrinya. Mungkin keadaan keluarga membuat gadis kecil itu begitu cepat dewasa. Baik apapun itu, Sena hanya perlu tetap menjaga tumbuh kembang Pelangi sebagaimana anak seusianya seharusnya. Ia tidak ingin membebani Pelangi dengan carut marut permasalahan orang dewasa di sekitarnya.

"Anak Mama kelihatan senang sekali?" Sena menggoda Pelangi yang lantas tersipu malu.

"Hari ini kita jadi kan, ketemu Papa?" tanya Pelangi meyakinkan dirinya.

Sena mengusap lembut wajah putrinya. "Jadi, dong. Pelangi sudah siap ketemu Papa?"

"Um! Pelangi juga sudah siapkan hadiah untuk Papa," jawab gadis kecil itu antusias.

Sena tertegun. Ia tidak tahu bahwa Pelangi menyiapkan hadiah untuk Aditya. Karena selama beberapa waktu ini anak itu tidak meminta bantuan apapun pada Sena.

"Hadiah?"

Pelangi mengangguk. "Iya, Pelangi sudah siapkan hadiah untuk Papa. Tapi cuma hadiah kecil. Kira-kira Papa suka, tidak ya?"

"Apapun hadiah yang Pelangi siapkan, Papa pasti suka."

Jawaban Sena bukan sekadar penghiburan semata. Namun Sena sangat yakin apapun yang diberikan Pelangi, Aditya akan menerimanya dengan senang hati. Karena pria itu yang menginginkan Pelangi.

"Kalau begitu Pelangi bisa tenang,

"Kalau begitu Pelangi bisa tenang," ujar gadis kecil tersebut.

Sena menggelengkan kepala demi mendengar ucapan putrinya. Pasalnya tidak pernah ia melihat Pelangi tampak khawatir akan penilaian orang lain terhadap dirinya. Mungkin karena hari ini Pelangi akan bertemu dengan seseorang yang istimewa baginya. Hingga anak itu ingin memastikan semua berjalan dengan lancer. Ia tidak ingin memberikan kesan pertama yang buruk bagi Aditya.

"Pelangi pastikan sekali lagi apa saja yang mau dibawa, ya. Setelah selesai segera keluar ya. Mama dan Om Kal akan tunggu di ruang keluarga."

"Oke, Mama."

Melihat Sena yang sudah keluar kamar, Pelangi pun segera beranjak ke meja belajarnya. Sekali lagi gadis kecil itu memastikan hadiah yang sudah dipersiapkannya tak terlupa satu hal pun. ia ingin memberikan sesuatu yang istimewa pada pertemuan pertama mereka. Walau sebenarnya ini bukanlah pertama kali ayah dan anak ini bertemu. Namun bagi Pelangi yang tak mengetahui kenyataan bahwa Aditya adalah ayah kandungnya. Maka ini adalah pertemuan pertama mereka.

Tak hanya Pelangi yang berdebar, karena nyatanya laki-laki dewasa seperti Aditya pun sama berdebarnya. Ia yang dikenal sebagai pria tegas tak kenal takut dalam kepemimpinannya, ternyata memiliki sisi lain juga. Perasaaan gugup yang manusiawi. Aditya pun memiliki kecemasan dan rasa takut kalau-kalau pertemuan ini tidak berjalan lancar. Ia benar-benar dibuat menerka-nerka bagaimana reaksi Pelangi nanti. Akankah gadis kecil itu bahagia atau kecewa memiliki dirinya sebagai seorang ayah. Karena selama ini sosoknya sebagai ayah tak pernah ada bersamanya.

"Kamu cemas dengan pertemuan nanti, Mas?" tanya Netta melihat Aditya yang sejak pagi menyibukkan dirinya dengan membaca berbagai artikel tentang pengasuhan anak di laptopnya.

Aditya menghela napas panjang. "Daripada dibilang cemas, aku lebih merasa takut."

Netta ingin menahan tawanya tapi ternyata tak bisa. Kekehan kecil terlepas juga dari bibirnya. Kapan lagi bisa melihat sisi lain Aditya yang mungkin selama ini terpendam jauh di lubuk hatinya.

Takut. Satu kata yang hampir tidak dapat diasosiasikan dengan Aditya.

"Kamu takut Pelangi nggak akan menerima kamu sebagai ayahnya?"

Aditya tak perlu menjawab karena semua itu sudah terlihat pada wajahnya. Hati Netta pun seketika pun melembut. Pria yang ia kenal keras kepala dan egois ini ternyata masih memiliki hatinya. Dengan gerakan hati-hati karena kehamilannya Netta duduk di samping Aditya.

"Wajar kamu merasakan ketakutan itu. Tapi aku yakin, semua akan berjalan lancar." Netta berucap yakin, membuat Aditya menolehkan wajah menatap padanya.

"Ingat nggak pertama kali kita ketemu dengan Pelangi di kedai makan waktu itu? Siapapun akan jatuh cinta dengan anak semanis itu. Pelangi begitu sopan dan penurut. Kepribadian anak seperti itu terbentuk karena didikan luar biasa dari orang tuanya yang tidak lain adalah Sena. Karena itu aku yakin, Pelangi akan senang bertemu dengan kamu, ayahnya."

Ucapan Netta kali ini benar-benar mampu menghapus segala ketakutan di hati Aditya. Ya, harusnya Aditya yakin semua akan berjalan lancar. Ia tahu betul siapa Sena. Meski terkadang sifat keras kepala lebih mendominasi, namun bagaimana Sena membesarkan Pelang menjadi bukti kehebatannya sebagai seorang ibu.

"Yang harus kita perhatikan bukanlah keberhasilan pertemuan hari ini. Tapi bagaimana nanti kita akan menjalin ikatan yang lebih dengan Pelangi sebagai orang tua barunya. Kondisi kita saat ini pastinya akan membuat Pelangi bertanya-tanya, mengapa Ayah dan Ibunya tidak bersama. Dan mengapa Ayahnya justru memiliki keluarga lain yang bukan Pelangi dan ibunya. Kondisi seperti ini jika tidak kita tangani dengan benar, tentunya akan mengganggu pertumbuhan psikologisnya."

"Kamu benar. Sepertinya kita dan Sena harus sama-sama mencari solusi untuk masalah itu." Aditya membenarkan pernyataan Netta.

"Karena Mas sudah nggak cemas lagi, kalau gitu kita bisa mulai siap-siap untuk ketemu Pelangi."

Aditya lantas mematikan laptopnya. Memilih untuk memprsiapkan diri bertemu dengan Pelangi. Tak berguna rasanya jikalau ia terus berpikir hal-hal negatif. Ia hanya perlu menghadapinya. Perihal bagaimana yang akan terjadi nanti itu urusan belakangan. Karena Aditya yakin semua masalah akan ada jalan keluarnya.

...

Dalam perjalanan menuju lokasi pertemuan, Pelangi tak henti bertanya bagaimana sosok papanya pada Sena. Meski selama ini Sena sering menjawab berbagai pertanyaan Pelangi tentang ayahnya. Meski selama ini Sena tak pernah menghindari apapun pertanyaan Pelangi tentang ayah kandungnya. Namun kali ini terasa berbeda, karena Sena tidak lagi harus menutupi apapun tentang ayahnya. Sena juga bahkan tak menutupi pada Pelangi bahwa papanya sudah memiliki keluarga lain.

"Mama, nanti kalau Pelangi ketemu Papa, Pelangi boleh peluk Papa?"

pertanyaan Pelangi membuat Sena dan Sekala yang sedang menyetir terperanjat. Tidak pernah terbersit dalam benak orang dewasa seperti mereka bahwa hal sederhana seperti itu justru terasa sulit bagi Pelangi.

"Boleh, dong. Memang kenapa Pelangi tanya seperti itu?" Sena bertanya ingin tahu.

"Karena Mama bilang, Papa sudah punya keluarga yang lain. Jadi Pelangi harus jaga perasaan keluarga Papa. Karena Papa bukan hanya punya Pelangi tapi juga punya keluarga yang lainnya juga."

Hening menjadi suasana yang menyambut perkataan Pelangi. Lagi-lagi Sena dan Sekala dibuat tak mampu berkata-kata oleh gadis cilik itu. Sedalam apa pemahaman anak itu tentang segala hal yang disampaikan Sena. Bukan tanpa sebab Sena menceritakan tentang kelurga baru Aditya. Ia hanya ingin Pelangi cukup mengerti dan bisa menerima dengan ikhlas jikalau papanya hanya akan memiliki waktu terbatas untuknya. Karena ada keluarga lain yang harus menjadi prioritas utama Aditya. 

"Nanti  Pelangi bisa tanya Papa. Kalau Papa tidak keberatan, Pelangi bisa menghabiskan waktu dengan Papa dan keluarga barunya." Sena menjawab secara diplomatis meski ia berharap jika putrinya bisa mendapatkan waktu yang terlewati tanpa Aditya.

Pelangi menjawab dengan anggukan. Gadis kecil itu tak lagi bertanya. Ia memilih untuk menatap pemandangan di luar sana dengan pikiran yang hanya Pelangi sendiri yang tahu. Sena dan Sekala hanya bisa saling pandang namun tak berbicara sepatah kata pun akan kebungkaman Pelangi. Perjalanan mereka akhirnya diisi dengan kesunyian hingga mereka tiba di tempat tujuan.

Sebuah restoran tradisional dengan tema family friendly menjadi pilihan tempat pertemuan yang disepakati Sena dan Aditya. Waktu pertemuan pun sengaja dipilih tak terlalu jauh dari jam makan siang. Hal ini agar Pelangi memiliki kenyamanan saat berhadapan dengan Aditya. m

"Papa sudah di sini?" tanya Pelangi saat mereka sudah turun dari kendaraan.

"Iya. Papa sudah menunggu di ruangan yang sudah kita pesan." Sena menjelaskan. 

Bukan karena ia asal menebak saja. Namun Aditya sudah mengirim pesan yang mengabarkan bahwa ia dan istrinya, Netta, sudah tiba sejak setengah jam yang lalu.Sena melirik wajahputrinya. Ada campuran rasa gugup, senang dan tak sabar terpatri di sana. 

"Ayo, masuk?" ajak Sena seraya mengulurkan tangannya. 

Mereka berjalan melewati aula depan restoran menuju ruang terbuka. Di mana terdapat deretan saung yang menjadi tempat bersantap para tamu yang ingin menikmati suasana outdoor. Ada kolam ikan juga lahan bermain untuk anak bagi tamu yang sudah berkeluarga. Sena membawa Pelangi dan Sekala menuju salah satu saung yang bertuliskan angka 8. 

Semakin mendekati saung, tak hanya Pelangi yang berdebar, namun Sena pun ikut merasakan gugup. Begitu banyak skenario pertemuan Pelangi dan Aditya terputar di kepalanya, tetapi tetap saja saat kejadian aktual akan segera terwujud, Sena benar-benar tak dapat menebak alur seperti apa yang akan semesta mainkan untuk mereka.

Samar-samar mereka bisa mendengar suara dua orang yang berbincang yang tak lain adalah Aditya dan istrinya. Genggaman tangan Sena pada Pelangi pun mengerat. Merasakan kecemasan sang ibu, Pelangi hanya bisa menolehkan kepalanya menatap Sena.

"Semua pasti baik-baik saja," lirih Pelangi yang didengar baik Sena maupun Sekala.

Ya, seperti ucapan putrinya. Semua pasti akan baik-baik saja.

Dengan mantap Sena pun melangkah bersama Pelangi menuju ruangan. Suara salam yang digaungkan Pelangi menggema menghantarkan kedua orang yang ada di dalam saung seketika menolehkan kepalanya ke arah suara. 

Netta menyambut dengan senyuman akan kedatangan Sena dan Pelangi. Sementara itu Aditya langsung berdiri dari posisi duduknya. Ia masih terpaku menatap gadis kecil di samping Sena. Gadis kecil yang beberapa waktu lalu masih terbaring di ranjang rumah sakit. Kini berdiri tegak di hadapannya dengan mata terbelalak menatap Aditya. Raut terkejut yang terpancar di wajah Pelangi terlihat jelas. Sudut bibir Aditya tertarik ke atas demi mendapati tatapan terkejut yang lucu dari putrinya. 

Rasa cemas, takut dan tertolak yang tadinya dirasakan Aditya seketika sirna. Seperti tersihir Aditya melangkah ringan ke arah Pelangi. Berdiri tepat di hadapan gadis kecil itu dengan kepala yang menunduk menatap Pelangi yang kepalanya juga mendongak untuk menatap Aditya. Hubungan darah dan ikatan batin mungkin memang tak bisa dielakkan. Keduanya lama saling menatap hingga Aditya akhirnya berlutut demi mensejajarkan dirinya dan Pelangi. 

"Halo, Pelangi?" sapa Aditya dengan suara yang sedikit tercekat. 

Pelangi menoleh ke arah Sena, seolah mencari jawaban yang sejak tadi berkecamuk di kepalanya. Saat melihat ibunya mengangguk kecil, Pelangi akhirnya merasa yakin jika pria di hadapannya ini adalah ayah kandungnya. 

Sebagai anak kecil yang masih memiliki ingatan kuat, sudah pasti Pelangi mengingat bahwa ia dan Aditya pernah bertemu. Kala itu Sena menyebutkan jika Aditya adalah teman kerjanya. Pelangi tentu saja percaya akan ucapan ibunya. Dan kini saat dikejutkan dengan kenyataan bahwa Aditya adalah ayah kandungnya, sudah pasti kebingungan itu menghampiri pikirannya. 

"Kita pernah ketemu, kan? Om temannya mama, kan?" tanya Pelangi dengan raut kebingungan yang terpancar jelas. 

Tidak ada yang menyangka jika ingatan Pelangi akan sejelas ini. Semua orang dewasa yang ada di sana terpaku kelu tak mampu menjawab pertanyaan sederhananya. 

"Pelangi ..."

"Bisa berikan saya dan Pelangi waktu untuk bicara berdua?"

Belum sempat Sena bicara, Aditya lebih dahulu mengutarakan keinginannya. Tidak ada yang menyela. Semua hanya memandang pada sosok kecil Pelangi yang kini menatap serius pada Aditya. 

"Boleh Papa bicara berdua dengan Pelangi?" akhirnya Aditya meminta izin pada gadis kecil itu. 

Panggilan Papa yang terucap dari bibir Aditya terdengar begitu alami. Seolah selama ini memang begitulah sepatutnya. Padahal mereka baru benar-benar berhadapan sebagai ayah dan anak pada saat ini. 

Sekali lagi Pelangi melirik ke arah ibunya. Setelah mendapatkan anggukan persetujuan dari Sena, Pelangi baru bersedia menerima permintaan Aditya.

Banyak hal yang ingin Aditya utarakan. Namun lebih dulu ia menginginkan pengampunan dan maaf dari putri kecil yang sudah ia sia-siakan. Dan demi mendapatkan hal tersebut, apapun akan Aditya lakukan. Bahkan jika perlu berlutut di hadapan Pelangi. 

"Kita ngobrol di sana, mau?" tanya Aditya seraya menunjuk ke arah taman bermain yang disediakan.

Aditya mengulurkan tangannya yang disambut Pelangi dengan ragu-ragu. Meski dalam kesehariannya Pelangi adalah anak yang luwes dan pandai  bergaul. Namun bukan berarti ia mudah dekat dengan orang yang baru pertama kali ditemuinya. Terlebih Aditya yang dikenalnya selama ini hanyalah sekadar teman kerja sang mama. 

Setelah mereka tiba di playground Aditya mengajak Pelangi untuk duduk di kursi batu berbentuk jamur yang memang tersedia di sana.

Beberapa saat mereka masih diam sambil berpandangan. Ada banyak hal yang ingin Aditya ungkapkan. Namun pria itu ragu akan memulai dari mana.

“Benar Om ini Papa Pelangi?” tanya gadis kecil itu yang akhirnya memecah kebisuan.

Aditya beberapa saat membisu. Berbagai alasan sudah ia persiapkan di kepala saat Pelangi bertanya tentangnya. Namun ia masih bingung bagaimana akan memulainya. Saat akan menjawabnya, suara Pelangi terdengar lagi.

“Kenapa selama ini tidak pernah datang menemui Pelangi?” tidak ada nada menghakimi yang terdengar, namun tetap saja berhasil membuat perasaan Aditya porak poranda.

“Mungkin sibuk bekerja, ya? Seperti Mama juga yang sibuk kerja cari uang yang banyak untuk sekolah Pelangi.”

Aditya tak bisa lagi menahan perasaannya. Pria itu berlutut dan merangkul tubuh mungil Pelangi dalam pelukannya.

“Maafkan, Papa ....” ucapnya dengan suara parau.

Mungkin naluri kecilnya mengetahui betapa ada banyak rahasia akan kelahirannya. Hingga Pelangi pun tanpa sadar sudah menangis sesenggukan di pelukan Aditya.

“Pelangi rindu Papa ... kenapa Papa tidak pernah jenguk Pelangi ...” ratapnya sembari mengeratkan pelukan.

Aditya benar-benar tak kuasa. Sosoknya yang selama ini terlihat berkuasa justru tampak lemah di hadapan gadis kecil yang selama ini sudah dirinya abaikan.

Perlahan Aditya mengurai pelukan mereka namun tidak benar-benar melepaskan Pelangi. Menatap wajah basah gadis kecil dihadapannya membuat hatinya serasa dicubit jemari tak kasat mata. Jemari Aditya menyapu bekas air mata di wajah Pelangi.

“Papa benar-benar minta maaf karena selama ini tidak pernah datang menemui Pelangi. Papa janji, mulai saat ini kapan pun Pelangi butuh, Papa akan selalu datang menemui Pelangi,” janjinya bersungguh-sungguh.

“Janji?” Pelangi mengulurkan jari kelingkingnya yang disambut Aditya dengan mengaitkan jari kelingkingnya.

“Papa, janji!”

Gadis kecil itu masih sesenggukan, namun rona bahagia terlihat jelas di mata indahnya. Senyum manis yang mampu meluluhkan hati Aditya dalam sekejap pun merekah di wajah Pelangi. Membuat Aditya benar-benar bersyukur karena tak perlu usaha keras demi meluluhkan hati Pelangi. Mungkin ia benar-benar harus berterima kasih pada Sena karena membesarkan putri yang begitu luar biasa. Dengan kepolosannya dan hati yang seluas samudra hingga Pelangi tak sedikitpun menunjukkan rasa benci pada ayah yang selama ini menelantarkannya.

Tak hanya Aditya, Pelangi pun merasakan kebahagiaan yang sama. Hal yang selama ini selalu ia tunggu-tunggu. Sesuatu yang selalu Pelangi nantikan akhirnya terwujud juga. Ia tak lagi harus merasa sedih tiap kali mendengar teman-temanya bercerita betapa hebat ayah mereka. Meski baru bertemu, Pelangi tahu jika nanti mereka akan bisa menghabiskan waktu bersama. Dan ketika saat itu tiba, Pelangi pun dapat dengan bangga bercerita pada teman-temannya bahwa ia juga memiliki seorang ayah yang tak kalah hebatnya.

Di saat yang sama, ketika ayah dan anak tersebut sedang meluapkan perasaan mereka, tiga pasang mata ikut memerhatikan interaksi keduanya dari jarak yang cukup terlihat. Entah apa yang Aditya dan Pelangi bicarakan, namun ketika melihat keduanya saling berpelukan, segala kecemasan di hati Sena menguap. Air mata lega pun lolos begitu saja dari sudut matanya. Membuat Sekala dan Netta yang juga ikut menyaksikan adegan itu turut merasakan kelegaan.

“Enggak ada lagi yang perlu kamu cemaskan. Tidak ada lagi rahasia yang perlu kamu jaga. Mulai sekarang kamu bisa dengan terbuka menghadapi dunia. Meski status Pelangi adalah anak yang hadir di luar pernikahan, tapi Pelangi memiliki ayahnya. Dan kamu nggak perlu menanggung beban itu sendirian. Ada Aditya dan istrinya yang akan membantu kamu membesarkan Pelangi. Tugas kalian hanya perlu memastikan Pelangi tumbuh dengan bahagia,” ucap Sekala panjang lebar seraya memeluk adik perempuannya yang kini sedang terisak.

Sena mengangguk dalam pelukan Sekala. “Terima kasih untuk semua yang Mas Kal berikan untuk Sena dan Pelangi selama ini.”

Sekala hanya mengelus lembut punggung Sena untuk menenangkannya.

Di samping mereka, Netta melihat bergantian interaksi antara kakak beradik tersebut. Juga Aditya dan Pelangi yang kini sedang bergandengan tangan berjalan menuju mereka. Tak ada rasa cemburu dan merasa tersaingi yang ia rasakan. Ia justru ikut bahagia sembari mengelus calon bayi dalam perutnya yang sebentar lagi akan segera bertemu mereka.

Masih ada jalan panjang yang akan mereka hadapi. Entah akan ada berapa banyak drama kehidupan yang akan menghampiri nanti. Namun dengan keyakinan yang kuat semua akan bisa dilewati. Sebagaimana ketakutan Aditya akan penolakan Pelangi yang tak terbukti. Kebahagiaan pun pasti akan menghampiri mereka dengan cara yang tak terduga.

END

Yeay, akhirnya Senandung Pelangi wisuda juga dari wp 🎶🌈🎉 terima kasih banyak buat teman-teman semua yang selalu setia menemani perjalanan Senandung Pelangi dari awal sampai sempat terbengkalai dan akhirnya bisa diselesaikan walau dengan terseok-seok. Dan akhirnya kita cukupkan perjalanan kita di kisah ini.

Tadinya mau rencana buat dibukuin, tapi ya kok aku gak yakin sekarang. Takut karena kisah ini terlalu lama terpendam jadi minat kalian untuk jadiin Senandung Pelangi sebagai pelengkap koleksi juga sudah luntur. Maafkan aku 🥹

Sayang kalian semua. Semoga kita bisa tetap ketemu di dunia oranye ini ya ♥️

riapohan

pss : yang bingung kok gini sih, kok gantung, Om Wisnu gimana? Isi suratnya Pelangi apaan? Sebenarnya ada. Cuma ya itu niatnya part itu buat versi cetak tapi ya gitulah. Kita lihat nanti deh ya. Pokoknya mah kusayang kalian semua yang selalu setia dan gak bosan menunggu di lapak ini ♥️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top