Chapter 4 - Tumbuh Bersama
Udara sejuk membuat Sena dan putri kecilnya tampak menikmati waktu istirahat siang mereka di teras samping. Ditemani alunan lagu anak makin menambah siang itu menjadi lebih ceria. Sesekali Sena ikut bersenandung sebagai caranya memperkenalkan lagu pada Pelangi. Si kecil yang sudah memasuki tahun kedua usianya itu memang sangat tanggap. Apapun hal yang diajarkan Sena dan orang-orang di rumah selalu mampu diserap anak itu dengan baik.
Tak ada anggota keluarga yang lain saat ini di rumah. Hanya dirinya dan Pelangi. Lepas makan siang, ibunya dan Sekala memang berpamitan. Keduanya memiliki urusan masing-masing yang tak harus Sena tahu. Ditinggalkan bersama putrinya memang bukan hal baru bagi Sena. Justru ia tak merasa keberatan karena bisa menghabiskan waktu bersama Pelangi.
Sejak kehadiran Pelangi, banyak yang berubah dalam diri Sena. Ia menjadi pribadi yang lebih dewasa baik dalam berpikir dan bersikap. Status sebagai seorang ibu membuat Sena harus lebih memperbaiki dirinya lagi. Menjadi seorang ibu juga membuat Sena makin mengerti bagaimana perasaan wanita yang telah melahirkannya. Segala kesulitan yang selama ini dialami sang ibu, membuat Sena semakin menghargai dan menyayangi ibunya.
“Mama,” panggil Pelangi. “haus.”
“Oke, Pelangi tunggu di sini ya. Mama ambilkan air minum.”
Sena bergegas menuju dapur. Meninggalkan Pelangi sendirian di sana. Sena tak khawatir karena putrinya adalah anak yang patuh. Beberapa kali Sena memberi perintah pada Pelangi, si gadis kecil tak pernah melanggarnya. Sena tak pernah mendidik putrinya dengan keras. Namun Sena selalu menekankan pengertian pada putrinya. Untuk itu sebagai orang tua pun Sena harus memberikan contoh yang baik pada anaknya. Semisal jika Sena ingin mengajarkan putrinya agar tak bermain dengan benda-benda tajam yang kadang ditemui di rumah. Sena akan memberi gambaran apa yang terjadi jika Pelangi tak hati-hati terhadap benda-benda tersebut. Tentunya dengan bantuan video-video yang bisa ia temukan di internet.
Tak lama Sena kembali dengan sebuah teko berukuran sedang dan dua gelas kosong. Meletakkkan teko di lantai setelah mengisi salah satu gelas kosong lalu memberikannya pada Pelangi. Gadis kecil itu menerimanya dengan penuh senyuman. Sembari mengucapkan terima kasih pada ibunya.
“Minumnya pelan-pelan ya, biar nggak tersedak.” Sena mengingatkan.
Pelangi hanya menjawab dengan anggukan kecil. Lalu melanjutkan menghabiskan isi gelasnya. Setelahnya ia mengembalikan gelas kosong tersebut pada Sena.
“Habis, Mama,” ucap Pelangi dengan nada bangga.
Ia sering diberi tahu untuk selalu menghabiskan makanan dan minuman yang diberikan padanya. Sebagai bentuk tanggung jawab dan rasa syukur atas rejeki yang diberikan Tuhan. Mengajarkan hal-hal baik pada anak sejak dini bukan hal yang mudah. Tapi juga bukan hal sulit jika hal baik tersebut akan menjadi sebuah kebiasaan yang akan membuat Pelangi semakin mengerti nantinya.
Sena menepuk tangannya dengan gembira. “Pintar anak Mama. Sekarang mau lanjut bobo atau …”
“Main, Mama.”
“Mau main apa?”
“Um,” Pelangi mengerucutkan bibirnya sembari berpikir apa yang ingin ia mainkan. Ekspresinya yang lucu membuat Sena tak bisa menahan senyumannya.
“Main puzzle kayu mau?” saran Sena.
Pelangi menggeleng. “Petak umpet.”
Sena tertawa mendengar keinginan anaknya. Namun ia menyetujui permainan yang Pelangi inginkan. Sebelum mulai bermain, Sena memberi beberapa aturan. Salah satunya adalah Pelangi dilarang bersembunyi di dapur atau kamar mandi.
“Mama yang jaga, Pelangi yang sembunyi, oke?”
“Oke.”
Sena mulai menutup matanya sembari mulai menghitung. Melihat ibunya yang sedang berhitung membuat Pelangi tertawa kecil. Sembari kaki kecilnya mulai melangkah ke sana-kemari mencari tempat persembunyian. Belakang sofa adalah tempat bersembunyi yang Pelangi pilih. Gadis kecil itu duduk dengan kedua tangan mungilnya menutupi bibir. Berharap tak mengeluarkan suara apapun agar sang ibu tak segera menemukannya.
“Sepuluh …” ucap Sena dengan suara agak keras menandakan ia sudah selesai berhitung. “Pelangi di mana ya?”
Sena berpura-pura mencari-cari keberadaan Pelangi. Meski ia bisa langsung menemukan putri kecilnya bersembunyi di balik sofa. Namun Sena tak ingin merusak kesenangan putrinya. Ia terus berakting seakan serius berusaha mencari Pelangi.
“Wah, ternyata nggak di sini,” Sena menyingkap tirai jendela. “Di mana ya?”
Di balik sofa, tubuh kecil itu sedang berusaha menahan kekehannya. Rasa senang dan bersemangat menguar dalam diri Pelangi. Ia belum berpikir bahwa sang ibu hanya berpura-pura belum menemukannya. Jiwa kecilnya hanya bisa menerima keadaan apapun yang terjadi saat ini.
Setelah hampir lima belas menit berputar-putar sambil terus berceloteh mengenai keberadaan Pelangi, Sena akhirnya memutuskan untuk menyudahi permainan. Sena mengendap-endap menuju menuju sofa di mana Pelangi berada. Setelahnya ia mulai menyergap tubuh kecil itu. Membuat Pelangi memekik girang kala sang ibu memeluknya.
“Ketemu!” pekik Sena sambil menghujani wajah mungil Pelangi dengan kecupan.
Sena tertawa mendengar pekik riang putrinya yang meronta ingin dilepaskan. Saat-saat berdua seperti ini bersama Pelangi memang selalu membahagiakan Sena. Dua tahun Sena menghabiskan waktu menjadi seorang ibu yang mengurus Pelangi dengan tangannya sendiri. Ia belum berani bekerja dan meninggalkan Pelangi. Kadang rasa bersalah menggerogotinya karena membebankan semua kebutuhan mereka pada Sekala. Meski berulang kali Sekala menekankan bahwa ia tak merasa keberatan. Bahwa saat ini prioritas utama pria itu adalah menjadi tulang punggung bagi keluarga mereka.
Sekala bahkan belum berpikir untuk membina rumah tangga. Walau beberapa kali sang ibu mempertanyakan hal tersebut. Berkali juga ia menegaskan bahwa ia tidak akan menikah sebelum benar-benar memastikan bahwa Sena dan Pelangi bisa tumbuh dengan baik. Sampai akhirnya ibunya tak lagi mempertanyakan perihal jodoh padanya. Lagipula Sekala yakin jika sudah saatnya, Tuhan akan mempertemukan Sekala dengan orang yang tepat. Pastinya orang yang bisa menerima keadaan keluarga mereka.
“Main lagi, yuk?” pinta Pelangi.
“Oke. Sekarang Pelangi yang jaga, Mama yang sembunyi ya.”
Sena melepaskan rangkulannya pada Pelangi. Giliran gadis kecil itu yang kini menutup mata dengan kedua tangannya sembari berhitung. Sena tersenyum melihat putrinya yang tampak serius berhitung. Ia pun memutuskan untuk mencari tempat persembunyian.
“Sepuluuuh ... Mama di mana ya?” ucapnya menirukan yang Sena lakukan tadi.
Seperti biasa dalam permainan petak umpet, si kecil pun mulai mencari-cari keberadaan ibunya. Sambil sesekali ia berseru memanggil Sena. Di balik sofa, di samping lemari, bahkan di balik tirai jendela. Pelangi terus berusaha menemukan ibunya. Hingga ketika kakinya mulai lelah berjalan, gadis kecil itu memilih duduk di lantai.
“Mama … menyerah,” pekik Pelangi dengan suara lantang agar Sena mendengarnya.
Tawa Sena menggema ketika ia keluar dari persembunyiaanya. Teras samping tempat mereka beristirahat tadi menjadi persembunyian Sena yang tak terpikirkan gadis kecil itu. Melihat Sena berjalan ke arahnya, Pelangi segera berdiri untuk menyongsong ibunya. Namun belum lagi mendekat, pintu depan terbuka. Menampilkan sosok Sekala yang baru kembali. Si kecil pun segera putar haluan, memilih untuk menyongsong Sekala dibandingkan ibunya.
“Om Kal …” pekiknya girang. Tangan kecilnya sudah terentang meminta Sekala mengangkat tubuhnya.
Sekala tentu dengan senang hati menyambut keponakan kesayangannya. Tak peduli jika ibu si kecil sedang cemberut karena ternyata dirinya kalah bersaing dalam mendapatkan perhatian Pelangi jika Sekala sudah ada di rumah.
…
Waktu rasanya bergulir dengan cepat. Tak terasa Pelangi sudah menginjak usia empat tahun. Setiap tahun pergantian usianya, mereka rayakan dengan acara makan bersama. Meski hanya dirayakan berempat, namun tak mengurangi kebahagiaan si kecil kala hari lahirnya diperingati. Pelangi suka dengan kebersamaan keluarga yang diberikan Sena, Sekala dan neneknya. Meski belum tahu benar konsep keluarga sempurna seperti apa. Bagi Pelangi yang menghabiskan waktu dengan ketiga orang dewasa tersebut sudah merupakan kesenangan baginya.
Pada perayaan kali ini mereka memilih restoran keluarga di sebuah mal sebagai tempat berkumpul. Selain merayakan ulang tahun Pelangi, Sena dan ibunya juga berencana untuk berbelanja kebutuhan bulanan mereka. Sejak sore Pelangi sudah tak sabar menanti kepulangan Sekala. Bahkan gadis kecil itu tak henti melirik dari balik jendela kalau-kalau mobil yang dikendarai Sekala sudah tiba di rumah. Karena itu, begitu Sekala tiba, ia langsung bergegas menghampiri Sekala.
“Om Kal, ayo pergi!” ucapnya bersemangat pada Sekala yang baru saja keluar dari mobil.
Sang paman hanya bisa menggeleng kecil melihat ketidak sabaran keponakannya.
“Tunggu, ya. Om Kal ganti baju dulu baru kita pergi.”
“Iya,” jawab Pelangi patuh meski ia sudah tak sabar lagi untuk pergi.
Sekala menggendong Pelangi kembali ke rumah. Ibunya dan Sena yang baru akan keluar menyusul Pelangi dibuat terkejut ketika melihat Sekala dan Pelangi kembali. Akan tetapi mereka tahu apa yang terjadi pada Sekala dan keponakannya.
“Om Kala mau mandi dulu biar wangi. Pelangi tunggu sama Mama dan Nenek sambil nonton kartun yuk.”
Pelangi menurut saat ibunya mengambil alih tubuhnya dari gendongan Sekala. Ketiganya lalu menuju ruang tv selagi membiarkan Sekala membersihkan diri.
“Hari ini kita mau ke mana sih?” tanya Sena pada putrinya yang sedang menatap layar tv.
Mendengar ibunya berbicara, Pelangi langsung mengalihkan tatapannya pada Sena. “Rayakan ulang tahun Pelangi.” ada nada senang dalam suaranya.
“Pintar. Sekarang umur Pelangi berapa?”
“Empat tahun.” Pelangi menggerakkan jemarinya membentuk bilangan empat.
“Satu tahun lagi Pelangi bisa masuk sekolah TK loh.”
“Sekolah enak tidak?” tanya Pelangi polos.
Sena dan ibunya tertawa mendengar penuturan anak itu. Selama ini memang mereka belum mengenalkan konsep sekolah pada Pelangi. Sepertinya sudah saatnya Pelangi mengetahui apa itu sekolah dan apa yang akan dilakukannya di sana.
“Sekolah itu tempat belajar. Nanti Pelangi juga bisa ketemu banyak teman. Bisa main sama teman-teman juga ibu guru yang bantu Pelangi belajar.”
“Banyak teman?”
Sena menatap putrinya dengan sendu. Selama ini Pelangi belajar banyak hal dari buku dan tontonan yang Sena perkenalkan. Meski ia tahu apa itu teman. Namun Pelangi tidak merasakannya secara langsung. Ia belum pernah bersosialisasi dengan anak seusianya. Sena masih ragu untuk mengajak Pelangi mengenal orang-orang di lingkungan tempat tinggal mereka. Karena ia tahu meski waktu berlalu, masih ada orang-orang yang terus saja menggunjingkan dirinya. Sena tidak ingin putrinya terluka karena ucapan dan sikap dari orang-orang di sekelilingnya yang belum bisa menerima mereka.
“Iya. Di sekolah nanti Pelangi bisa punya banyak teman. Seumuran sama Pelangi. Nanti bisa main petak umpet, ramai. Pelangi pasti suka.”
Pelangi masih tampak berpikir. Selama ini konsep bermain yang Pelangi alami hanya di dalam rumah atau pusat bermain anak. Itu pun selalu ditemani Sena, Sekala atau sang nenek. Kalau pun ia bertemu dengan anak seusia di pusat bermain, tak banyak yang mengajaknya bermain bersama. Entah mungkin karena merasa asing satu sama lain.
“Nanti Pelangi mau sekolah,” ucapnya akhirnya.
“Bagus. Harus rajin sekolah ya. Biar jadi anak pintar.”
Saat keduanya akan kembali melanjutkan pembicaraan, Sekala yang sudah rapi menghampiri mereka. Pelangi langsung bergerak dari sofa menghampiri Sekala. Tak sabar untuk segera berangkat ke tempat yang sudah dijanjikan. Baru saja gadis kecil itu bersemangat untuk pergi, suara Sena kembali menyela.
“Pelangi, sudah adzan. Harus apa dulu?” tanyanya pada sang putri.
“Solat magrib dulu.”
“Pintar. Yuk ambil wudhu sama Mama dan Nenek. Siap-siap solat magrib dulu. Baru deh kita berangkat.”
Tak ada keengganan di wajah kecil Pelangi. Seingin apapun ia pergi, namun ia tak pernah lupa apa yang para orang dewasa di rumah ajarkan padanya. Bahwa tetap ibadah pada Tuhan adalah yang utama. Maka gadis kecil itupun melangkahkan kakinya mengikuti ibu dan neneknya. Solat magrib berjamaah yang sering mereka lakukan di rumah dengan Sekala sebagai imam. Rutinitas yang menjadi pelajaran pada Pelangi agar gadis itu selalu mengingat Sang Pencipta.
Perjalanan menuju mal yang penuh rintangan berupa kemacetan sama sekali tak menyurutkan keceriaan Pelangi. Di dalam mobil, Sena mengajak putrinya itu untuk berdendang agar Pelangi tak merasa bosan atau merasa perjalanan mereka terlalu lama. Sampai akhirnya mereka berhasil mencapai tujuan. Sekala bersama ibunya membawa Pelangi ke restoran keluarga. Sedang Sena berpisah dengan ketiganya menuju toko kue untuk membeli kue ulang tahun untuk Pelangi.
“Ucapannya mau ditulis seperti apa, Bu?” tanya Pramuniaga toko.
“Selamat ulang tahun Pelangi, itu saja Mbak.”
“Baik, ditunggu ya. Ibu,” sang Pramuniaga pun segera mengukir ucapan seperti yang Sena inginkan di atas kue yang dipesan.
Yang tak Sena sangka adalah ketika ia sedang menunggu, dirinya berpapasan dengan orang yang tak ingin ia temui lagi sepanjang hidupnya. Aditya, pria yang merupakan ayah kandung Pelangi. Meski berharap mereka tak akan pernah bertemu lagi. Tetapi tentu saja Sena tahu harapannya belum tentu menjadi kenyataan. Selama mereka masih tinggal di bumi yang sama. Maka akan selalu ada kesempatan keduanya akan bertemu.
Aditya tak menyadari jika tatapan Sena masih terus mengarah padanya. Pria itu datang bersama istrinya. Tampak fokus pada sang istri yang sedang memilah kue di etalase. Kebersamaan yang pasangan itu tunjukkan sama sekali tak memberikan perasaan luka pada Sena. Karena sudah lama ia memutuskan untuk menyongsong masa depannya bersama Pelangi. Ia hanya terkejut saat mereka bertemu di tempat yang sama.
“Ini kuenya, Bu. Terima kasih.”
“Terima kasih kembali, Mbak,” balas Sena yang segera mengambil pesanannya.
Wanita itu segera berlalu seccepatnya dari toko. Hingga ketika keberadaan Sena tak lagi terlihat, Aditya baru mengalihkan tatapannya. Ia tak melihat jelas sosok Sena di sana. Hanya saja ia merasa jika seseorang yang baru saja keluar dari toko adalah orang yang ia kenal. Entah karena perasaan atau karena wanita tersebut masih memiliki aura yang sama dengan terakhir kali mereka bertemu. Memikirkan hal tersebut, membuat ingatan Aditya mengarah pada sosok Sena.
…
Note : Malam semua. Selamat berakhir pekan. Lihat berita tadi siang Malang dilanda gempa ya. Stay safe ya teman-teman yang ada di Malang, sekitarnya dan daerah yang merasakan atau terdampak gempa. Semoga gak ada gempa susulan lagi dan keadaan di sana membaik 🙏
Ps : makasih koreksi typo dan lainnya.
Pss : udah pada ikutan PO Senandung Melody belum? Kalau sudah, terima kasih. Kalau belum, masih ada waktu sampai akhir bulan. Semoga ada rejeki bagi yang pengen ikutan PO.
Isekai, 10/04/2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top