Chapter 37 - Selamat Datang Kembali, Pelangi
Menunggu memang kegiatan yang melelahkan. Terutama jika apa yang ditunggu adalah sesuatu yang tak pasti. Namun hal itu tidak menjadi masalah bagi Sena dan keluarganya. Selama apapun itu, demi Pelangi mereka bahkan bisa menunggu hingga selamanya. Namun Tuhan sepertinya sudah merasa cukup dengan cobaan yang diberikan untuk Sena. Di hari kedua putrinya dirawat, akhirnya keajaiban itu datang. Pelangi telah sadar. Gadis kecil yang sudah berjuang dengan gigih itu akhirnya membuka matanya. Dan kata pertama yang keluar dari bibir mungilnya tidak lain adalah suara lemah memanggil ibunya.
Mendapati keajaiban tersebut, perasaan bahagia Sena tak terbendung rasanya. Tak hentinya ia berucap syukur pada Tuhan karena masih mengizinkannya untuk tetap bersama dengan putrinya.
Setelah dokter yang bertanggung jawa selesai memeriksa kondisi Pelangi, Sena pun akhirnya diizinkan menemui anak semata wayangnya tersebut. Melihat Pelangi yang sudah membuka mata meski dengan alat kesehatan yang masih terpasang ditubuhnya, membuat Sena lagi-lagi tak hentinya berucap syukur.
"Anak Mama, bagaimana keadaannya, sayang? Ada yang sakit?" tanya Sena sesaat setelah mendekati ranjang Pelangi.
"Mama ..." Pelangi memanggilnya dengan suara yang masih lemah.
"Enggak usah bicara dulu, ya. Pelangi masih butuh banyak istirahat. Nanti kalau sudah sehat, kita bisa cerita-cerita lagi."
Pelangi mengerti apa yang Sena sampaikan karena gadis kecil itu pun perlahan menutup matanya untuk beristirahat. Sena dengan lembut mengelus-elus pipi putrinya. Hingga ketika dirasakannya napas Pelangi yang sudah teratur, barulah Sena meninggalkannya untuk dapat berbicara dengan dokter terkait kondisi Pelangi lebih lanjut.
"Alhamdulillah tidak ada lagi hal yang membahayakan yang mengancam nyawa Pelang. Tapi untuk saat ini dan beberapa hari ke depan, Pelangi masih harus berada di bawah pengawasan medis untuk melihat apakah ada trauma lanjutan pasca operasi."
"Baik, Dokter. Terima kasih sekali lagi."
Sena menyalami sang dokter sebelum meninggalkan ruangan.Ia pun bergegas kembali ke ruang rawat Pelangi. Di sana sudah menunggu Sekala, Ibu dan juga Kakak Iparnya. Mereka bergegas menyusul begitu mendapat kabar bahwa Pelangi telah sadar. Sena langsung menghambur ke pelukan ibunya. Menumpahkan tangis leganya atas kesembuhan Pelangi.
"Alhamdulillah, Pelangi sudah sadar, Sen."
Sena mengangguk dalam pelukan mendengar ucapan sang ibu. Sekala yang melihat ibu dan adiknya saling menumpahkan tangis hanya bisa mengelus puncak kepala Sena.
Di tengah kebahagiaan mereka, Sena melihat kedatangan Wisnu yang tengah menenteng sebuah bungkusan berisi sarapan bagi Sena. Pria itu memang masih setia menemani Sena menjaga Pelangi. Melihat seluruh keluarga Sena hadir, Wisnu sempat merasa khawatir sesuatu terjadi pada Pelangi. Namun dilihat dari raut wajah Sena dan yang lain tampak cerah, ia menyimpulkan bahwa hal bahagia lah yang mungkin terjadi.
"Mas Wisnu, Pelangi sudah sadar. Anakku sudah bangun, Mas." Sena dengan gembira mengabarkan berita bahagia tersebut pada Wisnu.
Pria itu hanya tersenyum lega mendengar kabar kesadaran Pelangi. Ia turut berbahagia karena gadis kecil itu masih diberikan kesempatan untuk tetap bersama dengan keluarganya.
"Terima kasih untuk segala yang Mas Wisnu lakukan selama membantu saya menjaga Pelangi."
Rasanya tak ada habisnya Sena mengungkapkan rasa terima kasihnya pada pria yang banyak membantunya melewati masa sulit tersebut.
Kabar tentang Pelangi yang sudah sadarkan diri pun sampai juga ke telinga Aditya. Bukan dari pihak Sena tentunya, Pria itu sengaja meminta salah satu perawat di rumah sakit untuk melaporkan segala hal tentang Pelangi. Pastinya dengan imbalan yang diberikan oleh Aditya sebagai jasa.
Siang itu juga setelah mendapat kabar berita Pelangi, Aditya langsung meninggalkan kantor demi menemui anaknya. Ia pun mengetahui jika Pelangi sudah dipindahkan ke ruang perawatan biasa. Tidak lagi berada di ruang rawat intensif.
Saat tiba di depan ruang rawat Pelangi, langkah Aditya terhenti. Ada keraguan dalam hatinya apakah akan meneruskan masuk atau tetap berada di luar. Di saat Aditya sedang bergumul dengan kebimbangannya, pintu ruangan tiba-tiba terbuka. Sena yang ternyata membuka pintu begitu terkejut mendapati Aditya di depan ruang rawat putrinya. Aditya sendiri pun tak kalah terkejut dengan kehadiran Sena.
Lama mereka bertatapan sampai Aditya yang akhirnya memecah kebisuan.
"Bagaimana keadaan Pelangi?" tanyanya penuh rasa ingin tahu.
"Pagi tadi Pelangi sudah sadar. Dan pukul sepuluh tadi saat Pelangi sadar lagi, tim dokter sudah melakukan pemeriksaan. Alhamdulillah tidak ada trauma atau hal yang membahayakan Pelangi jadi dia bisa dipindahkan ke ruang rawat biasa." beber Sena tanpa menutupi apapun.
Sena menyerah. Ia tidak lagi berusaha menghalangi Aditya jika pria itu ingin menemui Pelangi. Kebenaran apapun yang coba ia tutupi tentang asal usul Pelangi tentu tidak akan bisa disimpan selamanya. Karena ia memilih berdamai dengan masa lalunya dan mencoba menerima Aditya sebagai ayah biologis putrinya. Tentu saja hanya sebatas hal tersebut. Akan berbeda kisah jika Aditya bersikeras untuk mengambil Pelangi dari sisinya. Maka Sena tidak akan segan untuk mengerahkan segala upaya untuk melawan pria itu.
"Boleh saya melihatnya?" tanya Aditya setelah yakin Sena tak lagi menguarkan aura permusuhan padanya.
"Boleh. Tapi Pelangi masih lemah dan belum bisa diajak berbincang lama."
Aditya mengangguk mengerti. Ia pun hanya ingin melihat Pelangi yang sudah sadar. Hal lainnya bisa dilakukan ketika kondisi Pelangi sudah lebih stabil nanti.
Ketika Aditya memasuki ruang rawat Pelangi, di sana hanya ada Arina dan Ibu Sena. Mereka sempat terkejut melihat kedatangan Aditya. Namun saat melihat Sena menyusul di belakangnya, keduanya pun memilih diam dan menerima kehadiran Aditya. Bahkan karena tidak ingin membuat suasana menjadi canggung, Ibu Sena dan Arina memilih untuk keluar dari ruangan.
Aditya mendekati ranjang seraya memerhatikan wajah Pelangi yang masih menunjukkan gurat kelelahan. Pertanda anak itu telah berjuang keras. Karena itu Aditya memilih untuk mengajaknya berbincang. Aditya hanya menyapa Pelangi dan meminta anak itu untuk beristirahat agar bisa segera kembali sehat.
Mendengar permintaan semua orang agar ia beristirahat, gadis kecil itu pun akhirnya perlahan memejamkan matanya. Tak berapa lama Aditya bisa merasakan Pelangi sudah terlelap terlihat dari deru napasnya yang mulai teratur. Tak ingin mengganggu istirahatnya, Aditya pun memilih untuk keluar ruangan disusul Sena yang mengikuti di belakangnya.
"Saya rasa kita perlu bicara?" pinta Aditya setelah mereka berada di luar ruang rawat.
Tak ada arogansi yang biasanya Sena dengar dalam nada suara Aditya kali ini. Karena itu Sena tidak keberatan memenuhi permintaannya.
Keduanya lantas menuju taman rumah sakit setelah terlebih dahulu Sena mengabarkan pada ibu dan kakak iparnya untuk menjaga Pelangi.
"Saya tidak akan banyak bicara. Saya hanya ingin mengakui Pelangi sebagai darah daging saya." Aditya langsung berkata tanpa basa-basi.
Beberapa waktu ini Sena telah banyak berpikir matang. Terlebih setelah kejadian yang menimpa Pelangi. Sakit hati Sena masih membekas, tapi seperti yang telah Sekala katakan bahwa Sena harus bisa berdamai dengan masa lalunya demi Pelangi. Karena saat ini hidup Sena bukan lagi hanya tentang dirinya. Tapi juga tentang Pelangi. Anak itu berhak mendapatkan kehidupan selayaknya yang anak lain dapatkan. Meski bukan dengan keluarga utuh, tetapi Pelangi harus tahu siapa ayah kandungnya.
Entah berapa lama waktu berlalu, namun bagi Aditya itu terasa selamanya karena Sena tak kunjung memberi jawaban. Terlebih dengan kebungkaman yang wanita itu berikan. Membuat Aditya semakin diliputi rasa cemas kalau-kalau Sena tidak akan mengabulkan permintaannya.
Aditya menyadari kesalahannya yang menolak Pelangi tepat setelah melihat tubuh lemah putrinya terbaring tak berdaya karena kecelakaan nahas tersebut. Ia yang tadinya hanya merasa penasaran akan sosok Pelangi, seketika merasakan ikatan darah yang begitu kuat terdorong dari dalam dirinya. Ia gelisah, ia merasakan ketakutan yang amat sangat. Seorang Aditya yang terkenal egois dan tidak peduli pada apapun selain demi keuntungannya, bisa merasakan takut kehilangan merupakan hal yang pertama kali ia alami. Karena itu Aditya tak ingin menunggu lagi.
Dulu, Sena mungkin tidak akan percaya seorang Aditya merasa ketakutan. Ia pun tidak akan semudah saat ini memberi keputusan perihal Pelangi. Karena Sena semapt berpikir untuk tidak akan memaafkan Aditya hingga karma menjemput dan memberi pelajaran pada pria sombong tersebut. Tapi kejadian yang menimpa Pelangi mengubah segalanya. Tidak hanya diri Sena tetapi juga Aditya. Hanya saja, Sena tentu hanya akan menyetujui permintaan Aditya sebatas toleransi yang bisa ia terima.
"Baik. Saya tidak keberatan kalau Pak Aditya ingin mengakui Pelangi sebagai anak kandung, Bapak. Tapi saya hanya akan menerima sebuah pengakuan, tidak lebih. Saya akan mengizinkan Bapak berhubungan dengan Pelangi tanpa batasan apapun. Saya juga akan berusaha menjembatani Pelangi untuk dapat menerima kehadiran ayah kandungnya. Hanya saja perlu saya tekankan, bahwa saya tidak akan menyerahkan hak asuh Pelangi kepada Pak Aditya. Karena bagaimana pun pelangi adalah anak saya!"
Sena menekankan dua kata terakhirnya agar Aditya tahu, bahwa ia tidak akan dengan mudah menyerahkan putrinya. Agar Aditya menyadari posisinya yang hanya sebagai ayah biologis semata. Dengan atau tanpa Aditya, Sena mampu memberikan kehidupan yang baik untuk putrinya.
Aditya ingin menyela, namun kemudian ia urungkan. Apa yang Sena ucapkan tidak ada yang salah. Justru harusnya Aditya bersyukur Sena tidak mempersulit apalagi melarangnya untuk masuk ke dalam kehidupan Pelangi.
"Satu hal lagi ..."
Aditya tampak tertegun ketika Sena kembali bicara. "Apa lagi?" tanyanya kemudian.
"Penerimaan dari keluarga Pak Aditya. Andaikata mereka tidak menerima Pelangi sebagai bagian dari keluarga besar Anda, maka saya minta berikan kepastian pada pihak keluarga Pak Aditya. Bahwa Pelangi hanya akan diakui sebagai darah daging Bapak. Segala hal yang berkaitan dengan silsilah atau warisan, Pelangi sama sekali tidak perlu hal tersebut. Dengan catatan, keluarga Pak Aditya tidak melakukan hal yang akan menyulitkan Pelangi. Entah itu intimidasi atau pendekatan yang tidak baik hanya demi menyakiti Pelangi hanya karena statusnya sebagai anak di luar nikah."
Perkataan Sena kali ini benar-benar di luar dugaan Aditya. Selain itu ia merasa tertampar dengan apa yang baru saja Sena sebutkan. Yang terpikir oleh Aditya selama ini hanyalah tentang Pelangi. Tentang bagaimana ia bisa mendekati anak itu. Tapi ia lupa bahwa Aditya masih punya keluarga besar yang tidak tahu apapun perihal Pelangi. Tentu saja selama ini ia beranggapan bahwa keberadaan Pelangi tidak ada sangkut pautnya dengan keluarga besarnya. Namun apa yang Sena paparkan bisa saja menjadi bumerang bagi Pelangi. Mengingat keluarga besarnya yang memiliki banyak karakter yang sulit ditebak.
"Selama saya bekerja di bawah naungan Pak Aditya saya bisa menebak seperti apa keluarga besar Anda. Mungkin hanya Bu Netta, istri Pak Aditya yang bisa berlapang dada menerima Pelangi."
Lagi-lagi Aditya dibuat terkejut oleh ucapan Sena.
"Kamu sudah pernah bertemu Netta?" tanyanya penasaran.
Sena mengangguk. "Bukan saya yang menemuinya. Tapi Bu Netta yang datang kepada saya dan Pelangi."
"Kapan?"
"Kapan tepatnya, saya rasa itu bukan hal yang penting." Sena menatap tepat pada netra Aditya. "Pak Aditya memiliki istri yang luar biasa. Jangan mengulang kesalahan yang sama dengan mengecewakan Bu Netta."
Setelah mengungkapkan isi hatinya, Sena merasa lebih lega. Memendam segala perasaan begitu lama memang bukan hal yang baik. Terlebih jika perasaan tersebut adalah kemarahan dan dendam. Dengan meluapkannya segala beban di hatinya terasa hilang. Meluapkan dalam artian Sena bukan berarti harus dengan cara meledak-ledak. Sesa di dada bisa diluapkan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan menemukan orang yang tepat untuk diajak bicara.
Merasa tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, Sena pun undur diri dari hadapan Aditya. Aditya sendiri hanya bisa menatap sosok Sena yang perlahan menjauh darinya. Satu hal yang Aditya sadari, Sena begitu banyak berubah. Ia bukan lagi Sena yang submisiv dan selalu menurutinya. Sena yang sekarang adalah sosok ibu yang kuat yang bisa berbuat apa saja demi kebahagiaan putrinya.
...
Setelah hampir seminggu berada di rumah sakit, akhirnya Pelangi diizinkan kembali ke rumah. Setelah serangkaian tes yang dilakukan, tidak ada trauma yang menyertai setelah kecelakaan tersebut. Pelangi perlahan kembali menjadi sosok ceria seperti sebelumnya. Terlebih ketika dirinya dikelilingi orang-orang yang menyayanginya.
Dalam perjalanan pulang berada dalam pangkuan ibunya, Pelangi terus bersenandung. Ia juga bercerita betapa dia merindukan sekolah dan teman-temannya. Sebelum keluar dari rumah sakit, teman-teman sekolah dan guru memang sempat mengunjunginya. Karena itu ia semakin bersemangat untuk segera sembuh dan kembali ke sekolah.
Begitu mereka tiba di rumah, sudah ada Wisnu yang menunggu. Pria itu memberikan sebuket kecil bunga pada sosok protagonis hari itu sembari mengucapkan selamat datang kembali yang diterima Pelangi dengan senyum malu-malu.
"Terima kasih, Om Wisnu," ucapnya seraya mengagumi keindahan buket di tangannya.
Karena mereka tiba bertepatan dengan waktu makan siang, keluarga Sena pun mengundang Wisnu untuk bersantap siang bersama. Sekala yang cekatan pun telah terlebih dahulu memesan hidangan dari salah satu restoran. Hingga mereka tak perlu lama menunggu hingga makanan pesanannya datang.
"Anggap saja makan siang kali ini sebagai syukuran kecil untuk kepulangan Pelangi," ucap Sekala kala Wisnu kelihatan akan menolak karena merasa kedatangannya mungkin mengganggu reuni kecil keluarga tersebut.
"Sekaligus anggap saja ini ucapan terima kasih karena bantuan yang sudah Mas Wisnu berikan selama ini untuk saya dan Pelangi." Sena menambahkan.
Mana bisa Wisnu menolak kedua bersaudara tersebut. Makan siang yang meski tidak mewah tapi berlangsung penuh kekeluargaan tersebut menghangatkan hati yang merasakannya. Terlebih baggi Wisnu yang selama ini memang tinggal seorang diri tanpa keluarga. Gambaran seperti inilah yang ia inginkan andai nanti ia berumah tangga.
setelah makan siang yang hangat disusul dengan saling bercerita di ruang keluarga, waktunya bagi Sena untuk menemani Pelangi beristirahat. Setelah memastikan putrinya telah terlelap, Sena pun kembali ke ruang keluarga. Tidak ada sosok Wisnu lagi di sana yang Sena tebak mungkin pria itu berpamitan ketika ia menemani Pelangi.
"Sudah memutuskan langkah apa yang akan kamu ambil terkait ayah kandung Pelangi?" Sekala membuka pembicaraan ketika Sena sudah duduk bersama mereka.
"Sudah. Seperti yang Mas Kal sarankan. Untuk kebahagiaan Pelangi, maka hal pertama yang harus Sena lakukan adalah memaafkan. Sena sudah memaafkan apa yang telah terjadi. Baik bagi diri Sena sendiri maupun Aditya. Dan hal kedua yang harus Sena lakukan adalah penerimaan. Entah hal tersebut akan berdampak baik nantinya bagi Pelangi atau tidak, tapi Sena siap menerima Aditya sebagai ayah kandung Pelangi. Sena akan memastikan bahwa Pelangi akan sama seperti anak lainnya. Dia tidak perlu lagi bertanya-tanya siapa dan di mana ayahnya. Walau nanti akan terus ada cibiran dan bisikan yang tidak enak tentang asal usul Pelangi, Sena yakin dan siap untuk membesarkan Pelangi jadi anak yang kuat. Sena akan pastikan Pelangi bisa menjalani hidupnya dan menyongsong masa depannya dengan kepala tegak."
Sekala dapat melihat binar percaya diri di mata adiknya. Akhirnya hari di mana Sena siap menerima keadaan dan berdamai dengan masa lalunya tiba jua. Entah itu hal baik atau hal buruk yang akan menyambut mereka esok, Sekala yakin Sena dan Pelangi akan mampu menghadapinya. Tidak ada yang bisa mengalahkan kekuatan seorang ibu demi anaknya.
"Mas dukung apapun keputusan kamu. Dan Mas juga akan selalu ada di sisi kamu dalam situasi terburuk sekali pun. Jadi lakukan apapun yang menurut kamu benar dan terbaik untuk masa depan Pelangi."
"Terima kasih, Mas." Sena mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Sekala yang disambut hangat oleh sang kakak.
"Jadi kapan kamu akan berencana memberitahu Pelangi bahwa Aditya adalah ayah kandungnya, Sen?" kali ini Arina yang bertanya.
"Itu yang sedang Sena pikirkan, Mbak. Sena mau secepatnya. Tapi tentu saja Sena juga harus memikirkan perasaan Pelangi. Sena harus mencari cara terbaik menyampaikan kabar itu ke Pelangi. Meski selama ini kita tahu Pelangi adalah anak yang penurut. Dan dia juga tidak pernah mendesak Sena untuk diberitahu di mana ayahnya. Tapi Sena juga tahu dia itu bisa sangat sensitif perasaannya. Jadi Sena benar-benar harus hati-hati sekali jangan sampai menyakiti Pelangi."
"Kamu benar, Sen. Apapun itu perasaan Pelangi yang paling utama."
"Karena itu Sena juga bimbang bagaimana caranya. Lebih lagi Pelangi pernah bertemu Aditya dan tahu jika Aditya adalah salah satu teman Sena dalam pemahamannya. Entah kah nanti Pelangi akan ingat siapa Aditya, Sena juga tidak bisa menebak. Karena memori anak-anak kadang sulit diprediksi. Bisa saja mereka mengingat orang yang pernah mereka temui meski hanya sekali. Sena nggak bisa bayangkan akan bagaimana nanti Pelangi menghadapi."
"Kita lihat bagaimana perkembangan Pelangi beberapa hari ini. Yang penting kamu coba berusaha membangun pembicaraan dengan Pelangi tentang ayahnya. Kalau Pelangi tidak menunjukkan keengganan dan tetap merasa ingin tahu siapa ayahnya, kita akan cari cara dan pendekatan terbaik bagaimana memberitahu Pelangi. Kalau perlu kamu bisa konsultasikan dulu dengan psikolog anak siapa tahu mereka bisa membantu."
Sekala menutup pembicaraan mereka untuk kali ini. Ia lantas berdiri dan mengulurkan tangan pada Arina. Tanpa ragu Arina menyambut genggaman hangat suaminya.
"Mbak Arina butuh istirahat. Dan Mas juga masih ada sedikit urusan yang harus diselesaikan. Nanti kita bicarakan lagi jalan keluarnya. Kamu dan Ibu juga harus beristirahat. Terlebih kamu, Sena. Mas tahu kamu juga pasti lelah menjaga dan menemani Pelangi selama di rumah sakit."
Sena dan ibunya pun mengerti maksud Sekala. Pria itu memang menjadi lebih waspada dalam menjaga anggota keluarga mereka setelah apa yang menimpa Pelangi. Terlebih lagi kondisi istrinya yang tengah hamil.
"Ibu dan Mbak Arina istirahat saja. Sena mau bersih-bersih rumah. Mumpung Pelangi juga masih tidur," ujar Sena kemudian.
"Enggak. Kamu juga istirahat." Sekala terdengar tidak ingin dibantah.
Mau tidak mau Sena harus menurut. Ia pun berpamitan pada ibu dan kedua kakaknya sebelum masuk ke kamar. Di atas ranjang, Pelangi masih terlelap. Wajahnya yang tidak terlihat pucat lagi kembali menunjukkan rona kehidupan. Sena pun perlahan mendekati ranjang. Memerhatikan sejenak putri kecil yang akhirnya kembali ke pangkuannya.
"Apa yang selama ini Pelangi inginkan akan segera terlaksana. Semoga nanti Pelangi bahagia saat ketemu ayah, ya," bisik Sena di dekat telinga Pelangi sebelum akhirnya ikut membaringkan diri bersamanya.
...
Note : terima kasih bagi yang masih setia menunggu Pelangi. Doakan Lenny baik-baik terus, ya biar Pelangi dan Princess Faya bisa segera wisuda dari wattpad. Bagi siapapun yang mau koreksi di part ini terutama di bagian medis, terima kasih sekali. Karena aku nulis berdasarkan sedikit pengalaman orang yang pernah kecelakaan tapi mungkin gak sefatal Pelangi. Dan kalau pun banyak kesalahan dalam info medis di sana sini, mohon dimaafkan ya. Balik lagi ini adalah kisah fiksi dan dalam fiksi, keajaiban apapun bisa terjadi (hehe, maafkan pembenaran diri yang nulis)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top