Chapter 18 - Tekad

Keterkejutan membuat Rian membeku sejenak. Bahkan ketika Sena melangkah meninggalkannya, Rian tak mencegahnya. Sampai akhirnya tersadar Sena sudah tidak berada bersamanya lagi. Sesal Rian rasakan karena tak bisa menahan wanita itu. Tapi rasa tak percaya masih mendominasi. Rian masih belum bisa menerima informasi yang dilemparkan Sena padanya.

Hampir satu jam lamanya Rian masih terpaku di taman. Bahkan tawa miris tak bisa Rian tahan karena mendapati dirinya yang tampak tak berdaya. Bukan masalah jika Sena adalah seorang janda. Ia yakin akan bisa memperjuangkan wanita itu di depan keluarganya. Tapi status Sena adalah ibu tunggal tanpa status pernikahan. Satu status berbahaya yang dianggap rendah oleh banyak orang. Jika sudah begitu, Rian tak yakin bisa bertahan untuk melangkah.

Jika langit tak berubah semakin gelap, Rian mungkin akan bertahan dengan kebungkamannya di bangku taman. Dengan langkah gontai meninggalkan taman menuju kendaraannya terparkir. Sesampai di mobil, Rian masih berdiam. Ia seperti kehilangan seluruh tenaganya bahkan hanya untuk menggerakkan kunci mobil.

Pada akhirnya yang bisa Rian lakukan adalah menyandarkan kepalanya pada setir kemudi. Ponselnya yang berdering berulang kali pun tak Rian gubris. Saat ini yang ia inginkan hanya menenangkan diri terlebih dahulu.

Kelebat memori tiba-tiba menghampiri Rian. Kenangan masa lalu kala Rian pertama kali mengenal Sena. Juga perjumpaan mereka lagi setelah beberapa tahun lamanya tak saling bertemu. Awalnya hanya perasaan terluka yang muncul. Namun kala Rian menelaah lagi perasaannya, bukan ini yang harusnya Rian lakukan.

Status Sena memang bukan masalah mudah yang bisa diselesaikan. Tapi bukan juga tidak ada jalan lain bagi mereka. Rian yang awalnya menggebu dengan perasaannya seakan tak bersungguh-sungguh ketika Sena membuka tabir hidupnya. Wanita itu dengan berani mengakui jika ia adalah ibu tunggal tanpa pernikahan. Sebuah keberanian yang tak semua orang miliki ketika harus membuka aibnya sendiri. Tapi Sena dengan tegarnya mengatakan semua kebenaran itu pada Rian hanya agar pria itu tidak merasa dibohongi olehnya. Agar Rian dapat memilih yang terbaik dalam hidupnya.

Rian merasa hatinya terlalu Kerdil jika dirinya langsung menyerah. Bahkan ketika perjuangannya belum dimulai. Berada di titik awal tapi tanpa berani mengambil keputusan. Apakah akan melanjutkan berjuang atau menyerah karena keadaan.

"Buktikan kalau kamu lelaki sejati, Yan. Bukan hanya menggebu di awal tapi hadapi hingga hasil akhirnya terlihat nanti," gumam Rian pada dirinya sendiri.

Pria itu lantas menyalakan kendaraannya. Ia harus pulang ke rumah dan kembali memikirkan ulang semuanya. Bukan waktunya Rian terpaku hanya karena Sena yang tak seperti dirinya pikirkan. Masa lalu Sena adalah milik wanita itu. Bukankah yang Rian inginkan adalah masa depan dengannya. Lalu mengapa harus goyah hanya karena Sena yang sudah memiliki anak dengan pria lain.

Jika hanya karena hal itu membuat Rian berhenti. Maka cinta yang Rian miliki untuk Sena hanyalah sebatas keinginan semu. Untuk itu Rian harus benar-benar bertanya pada hatinya. Apakah yang diinginkannya adalah Sena seutuhnya. Atau Sena yang terpaku di masa lalu mereka.

Tak berbeda dengan Rian, Sena pun saat ini kembali memikirkan pernyataan pria tersebut. Selama di dalam taksi, ungkapan Rian terus berputar di kepalanya. Dalam hati terdalamnya, Sena merasakan secercah kebahagiaan. Meski hanya untuk sesaat. Tapi Sena bersyukur ada orang lain yang pernah mencintainya.

Tapi cinta saja bukan segalanya. Ada hal yang lebih penting bagi Sena andai Tuhan mengizinkannya memiliki seorang pendamping. Yaitu kesediaan pria tersebut untuk menerima Sena apa adanya. Menerima dirinya dan masa lalunya. Dan yang paling utama adalah mampu menerima putrinya. Karena bagi Sena, Pelangi adalah separuh jiwanya. Bagian paling penting dalam hidupnya.

Ketika taksi yang ditumpanginya tiba di depan rumah, Sena berusaha mengempaskan segala kegundahannya. Ia tak ingin putrinya melihatnya dalam keadaan gelisah. Hanya hal baik dan menyenangkan yang saat ini boleh dilihat putrinya dalam diri Sena. Karena itu ia berusaha untuk menampilkan wajah cerianya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, Mama ...."

Pelangi berlari menghampiri Sena yang baru menginjakkan kaki di pekarangan depan.

"Motornya Mama mana?" tanyanya bingung saat melihat Sena tak pulang dengan motor seperti biasanya.

"Motor Mama tadi sedikit mogok. Jadi ditinggal di toko," ucap Sena berbohong. Dalam hati ia memohon maaf pada Pelangi karena sudah bersikap tidak jujur. Padahal selama ini ia selalu berusaha menanamkan nilai kejujuran dalam hidup gadis kecil itu.

"Besok Pelangi ke sekolah sama Om Kal, ya?"

"Iya. Besok kita minta tumpangan sama Om Kal." Sena mengajak putrinya untuk masuk ke dalam rumah.

Malam itu Sena memeluk erat putrinya. Sembari memerhatikan wajah lelap Pelangi yang tertidur dalam pelukannya. Menatap wajah damai si kecil membuat segala beban pikiran Sena menghilang.

Menemukan cinta dan menikah memang menjadi impian para wanita. Sena pun tidak munafik menginginkan hal tersebut jika dirinya memiliki kesempatan. Tapi lebih dari semua itu, Sena hanya ingin menjalani kehidupan yang damai bersama putrinya.

Tak mengapa jika seumur hidupnya ia tak bisa menikah. Asal bisa mendampingi Pelangi menggapai masa depannya. Karena cinta antara pria dan wanita kadang tak akan bertahan lama. Tapi tidak dengan cinta yang mengikat antara ibu dan anak. Sena yakin Pelanginya akan selalu ada bersamanya.

...

Sena pikir dengan mengatakan kejujuran akan dirinya, Rian akan menyerah. Namun ternyata pria itu masih menemuinya. Seperti sore yang lalu saat Rian menghampirinya setelah Sena selesai bekerja. Kali ini pun pria itu menemuinya di jam yang sama.

Melihat Rian bersandar di sisi mobilnya sembari menunggu, membuat Sena menghela napas pelan. Ia benar-benar bingung mengapa pria itu masih menemuinya. Ia juga tak mengerti apa yang Rian pikirkan. Dan apa yang pria itu pikirkan saat ini.

"Dijemput Pak Rian lagi itu, Sen," salah satu rekan kerjanya menggoda saat melewati Sena yang masih berdiri di pintu masuk toko mereka.

Pada akhirnya Sena tetap melangkah mendekati Rian. Saat Sena sudah berada di hadapannya, Rian tampak terkejut karena tak menyadari kehadiran wanita itu.

"Masih ada yang ingin dibicarakan, Rian?" tanya Sena langsung. Ia bisa melihat wajah Rian yang tampak tak bersemangat seperti biasanya.

Rian mengangguk. "Ada, Mbak."

"Saya nggak bisa tinggalin motor karena harus mengantar Pelangi ke sekolah besok. Kita ketemu di restoran cepat saji di depan situ, bisa?"

Kali ini Rian menggeleng. "Terlalu ramai, Mbak. Kita butuh tempat yang lebih tenang dan privasi. Kalau Mbak Sena nggak keberatan ke restroran saya, bisa?"

Sena lebih dulu berkendara menuju restoran milik Rian. Namun ia tak langsung masuk dan menunggu di parkiran. Selang beberapa saat kemudian Rian tiba. Keduanya lalu masuk bersama menuju sebuah ruangan yang khusus untuk tamu VIP. Rian memesankan minuman dan makanan kecil untuk menemani waktu mereka berbicara nanti. Sena sama sekali tak menolak kebaikan Rian dan menikmati hidangan yang disajikan.

"Rian, apa yang ingin kamu bicarakan lagi dengan saya?" tanya Sena setelah selesai menyantap hidangannya.

"Saya cuma ingin tahu yang sebenarnya terjadi dengan Mbak Sena."

Wajah Sena tampak terlihat kesulitan. Bukankah sudah Sena katakan bahwa dirinya memiliki seorang anak di luar pernikahan. Memang apa lagi yang perlu Rian ketahui. Bukankah apa yang Sena sampaikan sudah cukup untuk membuat pria itu mundur.

Terlebih lagi meminta Sena membicarakan masa lalu menyakitkan bukanlah hal yang ingin wanita itu lakukan. Selama beberapa tahun ini ia berusaha bagkit demi Pelangi. Ia tak ingin melihat kembali ke belakang. Mengapa Rian justru memintanya mengingat kesalahannya itu. Bukankah itu hanya akan membuka luka lama yang sudah Sena tutup rapat.

Rian sepertinya tahu keengganan Sena. Ia pun sebenarnya tak ingin membuka luka lama wanita itu. Tapi Rian hanya ingin lebih memahami Sena. Selama ini ia tak pernah benar-benar mengenal Sena. Ia ingin menghapus jarak ketidak tahuan itu.

"Mbak Sena, maaf kalau permintaan saya membuat Mbak Sena kesulitan. Tapi saya hanya ingin berusaha memahami Mbak Sena. Saya ingin membuktikan kalau perasaan saya tidak akan kalah oleh masa lalu yang Mbak Sena hadapi."

"Rian, saya sangat berterima kasih untuk perasaan kamu. Tapi saya yakin kamu juga pasti tahu kalau apa yang kamu inginkan itu nggak akan mudah," ujar Sena dengan nada lelah.

"Saya tahu. Karena itu saya ingin berusaha memperjelas semua."

"Rian, kalau pun kamu ingin berusaha tapi saya sama sekali tidak berpikir untuk menikah."

"Karena Pelangi? Karena status Mbak Sena?"

Sena mengangguk. "Salah satunya."

"Mbak, saya tahu saat ini Mbak nggak punya perasaan sama saya. Tapi tolong kasih saya kesempatan untuk membuktikannya. Kalau memang kita nggak berjodoh, mungkin saat itu saya akan mundur dengan sendirinya."

Sena akan menjawab saat Rian kembali berbicara.

"Untuk saat ini, tolong izinkan saya untuk mendekati dan mengenal Mbak lebih baik lagi. Juga Pelangi."

Pertama kalinya Sena merasa tersentuh dengan permintaan seorang lelaki. Ia dapat melihat kesungguhan Rian padanya. Meski tak bisa memberi kepastian, apa salahnya mencoba. Pada akhirnya takdir yang akan berkerja memutuskan apa yang akan terjadi pada mereka nanti.

"Apa yang ingin kamu tahu dari saya?"

"Pelangi," jawab Rian tanpa ragu.

"Pelangi adalah anak yang lahir dari kebodohan saya di masa lalu ..."

Sena mulai bercerita perihal dirinya dan kelahiran Pelangi. Ia tak berusaha menutupi saat menyebutkan bahwa ayah kandung Pelangi adalah atasannya terdahulu. Juga kenyataan bahwa pria itu sudah memiliki pasangan yang akan menjadi istrinya saat Sena menjalin hubungan terlarang dengannya.

"Dan laki-laki itu benar-benar tidak mau bertanggung jawab?" ada kemarahan dalam suara Rian. Ia benar-benar tidak menyangka jika pria yang menjadi ayah kandung Pelangi adalah seorang bajingan yang tidak punya hati.

"Itu bukan kesalahannya, Rian. Saya lah yang menjerumuskan diri sendiri pada keadaan itu. Saya tahu dia tidak akan bisa memberikan masa depan pada saya. Tapi saya tetap nekat karena dibutakan oleh rasa cinta."

"Tapi tetap saja, Mbak. Setitik rasa pun laki-laki itu nggak miliki untuk Pelangi?"

"Saya nggak mengharapkan pria itu untuk mencintai Pelangi."

"Itu sebabnya Mbak Sena menutup hati dan tidak berharap untuk mencintai lagi?"

Sena terdiam sejenak. "Mungkin."

"Mbak, tidak ingin mencoba lagi?" melihat Sena akan menggeleng Rian kembali berujar. "Semua hal bisa berubah. Mbak harus percaya bahwa cinta tidak akan selalu menyakiti seperti yang dulu Mbak rasakan."

Sena hanya menatap Rian dengan tatapan lembutnya. "Saya tahu. Cinta itu tidak salah. Hanya kadang kita sebagai manusia yang salah memaknai cinta."

"Karena itu, Mbak mau mencoba, kan? Setidaknya, berikan saya kesempatan untuk menunjukkan pada Mbak Sena makna cinta yang lebih baik."

"Bisakah?" gumam Sena dengan suara yang kecil sekali yang bahkan Rian tak jelas mendengarnya.

"Dan izinkan saya untuk mengenal Pelangi juga. Boleh kan, Mbak?" pinta Rian bersungguh-sungguh.

Raut terkejut tak bisa Sena sembunyikan. Namun pandangan jernih Rian juga menunjukkan bahwa pria itu tidak hanya sekadar berbicara. Mengenalkan Pelangi pada pria dewasa lain selain Sekala. Mungkin bukan hal yang buruk. Putrinya berhak mengenal orang-orang di sekeliling Sena. Sudah saatnya Sena menunjukkan pada dunia bahwa Pelangi adalah putrinya.

Pelan-pelan senyum Sena mengembang. Ia pun mengangguk kecil pada Rian. "Tentu."

Dari jawaban Sena, Rian tahu betapa berartinya sang putri. Mengingat kembali wajah gadis kecil itu, dalam hati Rian mengutuk tindakan ayah kandung Pelangi. Bagaimana bisa ada pria yang tak memiliki sedikit saja hati untuk darah dagingnya. Andai nanti Rian dipertemukan dengan sosok itu, ia ingin sekali memberikan pelajaran pada pria tak punya perasaan itu.

Namun biarkan itu menjadi janji Rian nanti. Saat ini hatinya sedikit lega. Meski belum mendapatkan kepastian, namun Sena tak menolaknya. Perempuan itu bersedia membagi kisah duka masa lalunya pada Rian. Satu langkah besar yang bisa Rian jadikan pijakan untuk menaklukkan hati Sena nanti. Pertama-tama yang harus Rian taklukkan tentu saja sang putri kecil. Pelangi. Si pemberi warna bagi kehidupan Sena setelah berhasil melewati masa sulitnya.

...

Note : selamat malam. maaf updatenya molor lagi ya. tapi malam ini aku kasih double up nih sebagai ganti, oke?

Ps : makasih koreksi typo dan lainnya

Restricted area, 21/07/21

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top