Senandung Lara, Bag 2

Senandung Lara
Part 2

#kolab_olivia_faeeza

"Shit!" Biantara mengumpat sambil berjalan tertatih menuju dapur untuk mengambil minuman dingin.
Setelah meneguk minuman dinginnya, Bian menuju ruang kerjanya. Diraihnya ponsel kemudian jarinya mulai sibuk berselancar. Ponselnya bergetar, ada pesan masuk dari Teddy.

"Gue udah di depan." Bian berjalan sambil meringis menahan sakit untuk membuka pintu apartment.
Begitu pintu dibuka, Teddy langsung masuk diikuti dua orang gadis.

"Bian, gimana ... udah baikan?" Seorang gadis berambut kecoklatan sebahu menyapanya.

"Masih sakit," ucap Bian singkat.

"Kamu pasti belum makan. Ini aku bawain makanan kesukaanmu." Gadis itu membuka kantong plastik yang ditentengnya dan mengambil kotak makanan dari sana.

"Thanks." Lagi-lagi Bian hanya menjawab singkat.

"Dimakan ya," gadis itu membuka kotak makan, "aku suapin?" kerling gadis itu menggoda.

"No, thanks." Bian menggeleng dingin.

"Elaah ada yang mau nyuapin kenapa ditolak sih?" Teddy gemas melihat Bian menolak disuapin Karin, gadis yang nampaknya sangat menyukai Bian.

"Gue bukan bayi!" Bian menyahut kesal.

"Bian, biasa aja kali, gak usah judes gitu, kek cewek yang lagi PMS," sahut Erika yang duduk menyandar Teddy.

"Kalian kalo mau pacaran jangan di sini. Bikin mata gue sepet!" Bian menatap Teddy yang sedang asyik bercengkerama dengan Erika. Sementara Karin duduk mendekat padanya.

"Udah deh, makan aja dulu, Bi," Karin tertawa, "elu kalo marah jelek tahu!" Karin menyentuh tangan Bian. Bian yang memang sedang bad mood menepis tangan Karin.

"Gue mau makan," kata Bian.

Setelah menyelesaikan makannya, Bian menghempaskan badannya di sofa.

"Beb, kita berdua mau nge-mall. Ada barang yang mau kita beli," kata Erika.

"Ya udah, ntar mau dijemput gak?" Tanya Teddy.

"Gak usah deh, kamu temenin Bian aja, kesian dia." Kata Erika.

"Ya udah, hati-hati my sweety."

"Lebay," sungut Bian.

"Dasar jones!" Timpal Erika.

"Jalan dulu ya, Bi," kerling Karin.

"Hm," gumam Bian.

*****

"Bener-bener sial gue!"

"Apa lagi sih, Bi?"

"Ya gue gak bisa nyelesaiin kerjaan. Semua gara-gara cewek sialan itu." Bian bersungut-sungut.

"Woles, Bi. Enjoy your life. Sekali-sekali gak mikirin kerjaan bisa, kan?"

"Bawa rokok gak? Pahit banget nih mulut, sepahit nasib gue." Teddy menyodorkan sebatang rokok dan pemantik api.

"Gue juga bawa minuman. Dah lama kita gak minum."

"Elu paling jago kalo masalah ginian, Ted!"

"Gue, gitu lho!" Mereka tertawa dan mulai menenggak botol kesukaan mereka.

"Bi, Karen itu cantik, smart, baik, tajir pula. Udah gitu perhatian banget sama elu. Come on, coba aja dulu jalan sama dia."

"Elaah, elu napa nyomblangin gue, ha? Elu pikir gue cowok yang gak laku gitu? Hari gini masih main jodoh-jodohan."

"Ya elu, jones mulu. Kapan elu gandengan sama pasangan. Sandal aja ada pasangannya, lah elu? Ngenes, bawaannya uring-uringan udah seperti nenek-nenek aja."

"Asem lu, Ted. Gue udah bilang, gue gak mau coba-coba dalam percintaan. Gue pingin cari pasangan yang bener-bener sreg di hati. Gue nyaman, damai dekat dia. Kalau udah nemu yang kek gitu gak besok-besok deh langsung gue lamar jadi istri."

"Bi, jangan beli kucing dalam karung!"

"Itu kan motto hidup elu, Ted. Gue punya quote sendiri dalam percintaan."

"Wih, apaan tuh?"

"Berakit-rakit dahulu berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu dalam penantian bersayang-sayang kemudian, hahaha... ." Bian melempar muka Teddy dengan kulit kacang.

"Huaseem elu, Bi!" Teddy balas melempar.

Suara musik semakin membuat mereka hanyut terbawa suasana. Sambil tertawa mereka menirukan lantunan lagu In My Place-nya Cold Play.

In my place, in my place
Were lines that I couldn't change
I was lost, oh yeah
I was lost, I was lost
Crossed lines I shouldn't have crossed
I was lost, oh yeah
Yeah How long must you wait for it?
Yeah How long must you pay for it?
Yeah How long must you wait for it?
Oh for it

*****

Pagi ini Bian bangun dengan kepala berat. Mungkin karena terlalu banyak minum semalam. Jam di dinding kamarnya menunjuk angka sembilan. Ponsel di nakas berdering, segera diraihnya ponsel itu.

"Iya, Ma,"

"__"

"Bian gak bisa, Mama aja yang ke sini. Kaki Bian sakit, kemarin jatuh dari motor."

"__"

"Udah baikan sih."

"__"

"Iya, iya ... ."

"__"

"Ya udah, Bian tunggu. Bye."

*****

Wanita dengan blouse berwarna tosca dan kardigan warna senada itu tergopoh masuk apartemen setelah sebelumnya Bian membukakan pintunya.

"Bian, kamu pulang ke rumah dulu sebelum benar-benar sembuh. Setidaknya di rumah ada yang menyiapkan keperluanmu." Wanita itu membawa tas belanjaan berisi makanan cepat saji dan mengulurkannya ke tangan Bian.

"Mama ke sini mau nengokin aku apa mau ngomel?" Bian menggigit sandwich isi tuna yang dibawa mamanya.

"Mama gak bisa berlama-lama di sini, Bi. Mama ada meeting dengan klien penting sebentar lagi," ujar wanita itu sambil melirik jam warna gold yang melingkar di pergelangan tangan kanannya.

"Kapan Mama gak sibuk meeting dengan klien?"

"Bi, kamu bukan anak kecil lagi. Udah deh, Mama gak mau bahas masalah ini lagi. Nanti biar dijemput Udin. Kamu pulang, OK?"

"Papa?"

"Papa masih di Kuala Lumpur. Mungkin dua atau tiga hari lagi baru pulang."

"Ya, lalu ngapain Bian pulang?"

"Jangan bandel, Bi. Siapa yang ngurus kamu dalam keadaan begini? Jalan saja masih tertatih seperti itu."

"Gak perlu mengkhawatirkan aku, Ma. Aku bisa mengurus diriku sendiri."

"Baiklah, kalau kamu maunya begitu. Mama pergi dulu. Mama sudah ditunggu klien. Baik-baik mengurus diri, ya!" Wanita itu mengecup dahi Bian yang masih duduk lesu dan kemudian bergegas keluar dari apartemen. Bian melempar sandwich yang baru setengahnya dia makan.

"Ya, setidaknya tunggulah sampai aku menyelesaikan sarapan pagiku, baru Mama pergi. Kita minum teh hangat sambil ngobrol, baru Mama berangkat ke kantor. Shit ... .!" Bian geram sambil meraup wajahnya kemudian menyugar rambut panjangnya. Bahkan Bian lupa, kapan terakhir mereka berkumpul bersama di meja makan. Dengan kaki yang masih terseok Bian menuju kamar lalu membaringkan tubuhnya. Diputarnya music player dengan kencang, kemudian mukanya ditutup dengan bantal.

I was scared, I was scared
Tired and under prepared
But I wait for it
If you go, if you go

Leave me down here on my own

Then I'll wait for you (yeah)

Yeah How long must you wait for it?

Yeah How long must you pay for it?

Yeah How long must you wait for it?

Oh for it

Sing it
Please, please, please
Come back and sing to me
To me, me
Come on and sing it out, now, now
Come on and sing it out, to me, me
Come back and sing it

*****

Sementara itu di panti, seperti biasa, setiap habis maghrib Lara menemani anak-anak panti belajar. Ada yang minta diajari menghapal surat-surat pendek dan ada yang minta diajari menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan pelajaran umum di sekolah. Anak-anak itu senang ditemani Lara, karena kesabarannya.

"Lara, bisa kita bicara?" Bu Hani, Kepala Panti menghampiri Lara. Bu Hani menarik tangan Lara dan membawanya menuju sebuah ruangan.

"Ada apa, Bu?"

"Ada yang ingin bertemu denganmu."

"Dia lagi?" Langkah Lara terhenti.

"Dengar, Lara. Sudah berpuluh kali kau menolak kehadirannya. Ibu mohon, kali ini, temuilah dia, Sayang," Ibu Hani merengkuh Lara. Lara diam kemudian menghela napas.

"Baiklah, Bu." Lara berjalan bergandengan tangan dengan Bu Hani. Di ruangan itu sudah menunggu seorang wanita paruh baya mengenakan gamis dan jilbab panjang. Matanya berkaca-kaca begitu melihat Lara berjalan ke arahnya didampingi Bu Hani. Bu Hani mengangguk ke arah wanita berwajah teduh itu.

"Lara, ibu tinggal ya," Bu Hani mengusap jemari Lara.

"Iya, Bu." Jawab Lara singkat.

"Lara,... " Wanita itu terisak dan memeluk erat gadis cantik yang hanya diam terpaku di tempatnya berdiri.

"Kamu sudah menjelma menjadi seorang gadis cantik." Kembali wanita itu tersedu dan membiarkan air matanya jatuh berderai.

"Untuk apa datang menemui saya?"

"Tentu untuk bertemu denganmu, Lara,"

"Untuk apa?" Tanya Lara datar.

"Aku merindukanmu. Sangat merindukanmu." Lirih wanita itu.

"Setelah semuanya yang terjadi?"

"Tidak seperti yang kau pikirkan."

"Saya tidak tahu persis tanggal saya lahir. Bahkan saya tak bernama."

"Bisa kita bicara? Duduklah, Lara."

"Tidak. Tidak perlu. Tak ada lagi yang perlu dibicarakan. Maaf, tapi saya harus menemani anak-anak belajar. Mereka lebih membutuhkan saya." Tolak Lara.

"Boleh saya datang lagi untuk bicara?"

"Untuk apa lagi?"

"Baiklah, terima kasih mau menemui saya. Maaf bila kau merasa tak nyaman dan terganggu. Oya, mohon terimalah ini," wanita itu menyodorkan sebuah kotak terbungkus kertas kado. Lara menerimanya. Wanita itu tersenyum.

"Terima kasih, Lara. Besok saya akan ke sini lagi."

"Terserah." Lirih Lara.

"Saya pamit," wanita itu menyalami dan merengkuh Lara beberapa saat kemudian mengecup pipi Lara. Air mata wanita itu kembali berderai.

"Assalamu'alaikum," wanita itu mengucap salam.

"Wa'alaikum salaam," jawab Lara.

Untuk beberapa waktu Lara terdiam terpaku. Menyadari wanita itu telah pergi dari sana, Lara ambruk. Tubuhnya luruh. Bahunya terguncang. Tangisnya pecah tak mampu dibendung lagi.

Bian mengerjapkan matanya. Sudah dua hari ini sejak kedatangannya kembali setelah hampir dua minggu memulihkan cederanya untuk melanjutkan pekerjaannya yang sempat terhenti gara-gara insiden itu. Beberapa tempat dia kunjungi dan diambil gambarnya. Merasa lelah bahkan melupakan makan siangnya dia memilih tidur begitu sampai di guest house. Sudah jam empat sore, perutnya mulai protes minta diisi. Bian memutuskan untuk mandi terlebih dahulu karena badannya terasa lengket. Setelah mandi badannya terasa segar kembali. Bian mengambil kunci motornya. Keluar dari kamar dengan badan lebih segar membuatnya merasa nyaman. Bian berjalan menuju sepeda motornya. Sayup terdengar suara anak-anak menyanyi. Ketika dia akan menyalakan motornya Bian mendengar suara merdu yang pernah didengarnya waktu itu. Rasa laparnya kalah dengan rasa penasarannya. Kakinya melangkah menuju balai RT. Di sana anak-anak serius mendengarkan suara gadis cantik yang duduk di tengah-tengah mereka.

Merindukan purnama
Bertahan walau di dalam duka
Bersyukurnyalah kita
Masih banyak yang sayangi kita

Merindukan purnama
Meraih cinta
Cinta yang menyatukan kita

Bian tertegun dan terpaku demi mendengar keindahan dan merdunya suara gadis itu. Bian mendekat dan terhenyak menatap gadis itu. Gadis berambut panjang hitam, ya gadis yang sudah membuatnya jatuh dari motornya dua minggu yang lalu. Gadis buta itu. Shit! Bian mengumpat dalam hati. Suara gadis itu hampir melenakannya.

"Hari ini latihannya sampai di sini dulu ya adik-adik. Jangan lupa berlatih juga di rumah ya. Jangan lupa belajar dan ngajinya ya. Kakak pamit dulu. Assalamu'alaikum." Lara tersenyum.

"Wa'alaikum salaam Kak." Jawab anak-anak itu bersamaan. Lara melangkahkan kakinya pulang menuju panti, tangannya gesit menggunakan tongkat kecilnya. Ada seorang anak yang mengiringi langkah Lara. Bian terdiam menatap Lara yang mulai menjauh.

"Adik-adik tadi latihan menyanyi ya?" Sapa Bian pada beberapa anak yang masih berada di balai RT.

"Iya, Kak." Salah seorang anak laki-laki itu menjawab.

"Kenalkan, saya Bian."

"Oh, Kak Bian. Saya Riko, ini Denis dan Mira."

"Hai." Sapa Bian.

"Kalian latihan setiap hari?"

"Gak sih, Kak. Kadang seminggu tiga kali, tapi besok mau latihan lagi karena sebentar lagi akan ada pentas." Jawab Riko

"Oiya, kakak yang tadi yang jadi pelatihnya?"

"Iya, Kak Bian." Jawab Denis.

"Kak siapa namanya?" Tanya Bian penasaran.

"Oh, itu Kak Lara. Kak Lara Dewi kebaikan," ujar Mira. Bian mengernyitkan dahinya.

"Becanda, Kak. Kak Lara namanya. Kami menyebutnya Dewi kebaikan karena Kak Lara baik banget orangnya. Cantik lagi." Jelas Mira. Bian tersenyum.

"OK, sukses buat kalian ya. Kakak duluan ya. Sampai ketemuan semua." Pamit Bian.

"Ya, Kak." Jawab mereka.

Bian menuju motornya. Perutnya makin keroncongan. Dia menghela napas kemudian tersenyum. Hm, Lara nama gadis bersuara merdu itu. Lara. Lara. Ups, Bian menepis bayang gadis yang dalam dua minggu ini membuatnya uring-uringan bahkan sering membuatnya mengumpat kesal.

Biantara Prasetya.

Bersambung ya...

VoMen jangan lupa. Kalau mau lanjut ditunggu sampai banyak dulu jempol dan komentarnya 😀😁😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top