Senandika 1
"Gue yakin sama informasi yang gue dapatkan, Manda." Perempuan dengan batang rokok yang terbakar di sela jarinya, berbisik penuh keyakinan. Kantor Dito buka bisnis wisata di kabupaten itu dan lihat Bobi sedang sibuk di pinggir lahan besar berisi banyak sayuran. Ratusan petani kerja di perkebunan itu dan dua vendor yang menyuplai sayuran ke hotel kantor Dito, kenal dengan Bobi dan mengaku kalau mereka ambil sayur dari kebun Bobi."
"Bobi hanya kerja di kebun itu."
Rieke menggeleng gemas. "Bobi pemilik kebun itu. Dia pemilik bisnis pertanian dan bos dari ratusan pekerja yang mengantungkan hidupnya dari hasil panen lahan itu." Ia mematikan batang rokoknya yang masih tersisa sedikit, dengan melemparnya ke lantai lalu menginjak hingga tak ada titik api lagi. "Lo butuh asupan dana dan status social untuk membungkam persepsi mereka tentang lo. Mereka gak bisa meremehkan lo sebegini menyebalkannya dan hanya lo sendiri yang bisa mengubah keadaan ini."
Amanda menengadah ke arah bintang-bintang bersinar. Ia sedikit menyesalkan, mengapa nasibnya tak bisa seterang satu bintang saja yang memamerkan kilaunya di malam cerah ini. Hidup sedang mengejeknya. Menantangnya untuk bisa mengembalikan harga diri yang terinjak oleh orang-orang yang tak mengenalnya dengan baik, atau bahkan menikungnya dari belakang. Tak pernah sedikitpun ia membayangkan berada di situasi seperti ini. Ia cantik. Iya, setidaknya ia yakin dengan kecantikan yang seharusnya memberinya banyak keberuntungan.
"Jangan kelamaan mikir, Nda." Rieke bersuara lagi. "Kesempatan lo hanya malam ini."
"Apa gak ada cara lain, Ke?" Amanda menghela napas panjang yang terdengar putus asa. "Gue gak mungkin deketin Bobi. Dia benci banget sama gue. Masa lalu kita buruk."
"Tapi lo pernah punya masa lalu bagus juga sama dia. Kalian tetanggaan, kan?"
Amanda melirik Rieke dengan jengah. "Tetangga gak melulu akur."
"Lo sih emang yang bikin perkara." Rieke mengubah posisinya yang semula menyandar tembok pagar, kini memegang besi pagar dan melihat-lihat keadaan di sekitar restoran tempat mereka sedang menghadiri acara pernikahan teman SMA. "Lo tanya cara lain ke gue. Apa? Ngemis-ngemis ke PH untuk kasih lo kerjaan yang akhirnya lo paling dikasih figuran doang? Bayarannya gak seberapa, Manda. Ngemis-ngemis ke sutradara dan akhirnya lo Cuma jadi sampah yang digoreng sama infotainment dan membuat namalo makin buruk? Gak trauma sama skandal lo kemarin?"
Sebastian Wijaya memang bajingan. Pria itulah yang membuat hidup Amanda menjadi bak di neraka. Karirnya hancur berantakan bahkan ia sendiri seperti tak memiliki daya untuk membusungkan dada apalagi mengangkat dagu di depan para pembencinya. Persaingan di dunia hiburan sangat ketat. Tak jarang, beberapa orang melakukan hal gila demi mendapatkan apa yang mereka inginkan. Ketenaran dan popularitas tinggi demi nama dan kelas dalam jajaran aktris dan actor di negara ini. Semakin tenar, maka harga kerjasama semakin tinggi. Sebaliknya, semakin redup popularitas seorang bintang film, maka ia hanya bisa tampil maksimal di podcast atau acara bincang bintang. Itupun, ia harus mau membuka kehidupan pribadi yang sama sekali bukan minat Amanda sendiri.
"Lo butuh duit buat hidup, Manda. Lo butuh laki yang duitnya gak berseri. Selama kebun luas itu menghasilkan sayur, selama itu pula lo hanya perlu berpura-pura mencintai Bobi demi memperbaiki kehidupanlo. Lo masih bisa akting, kan? Belom lupa caranya akting jatuh cinta dan tergila-gila sama pria, kan?"
Amanda menatap area parkir dengan sorot nanar. Ia mencintai dunia sandiwara. Berakting dan menjadi bintang film adalah cita-citanya. Ia suka berakting, tapi tidak dalam kehidupan realita. Akting hanyalah gerak menceritakan sebuah kejadian dan cerita pada penikmatnya. Bukan gerak yang ia paksakan sepanjang napasnya hanya untuk terus hidup dan mengembalikan lagi harga dirinya yang mereka injak akibat skandal yang Sebastian berikan kepadanya.
"Bobi datang!"
Ucapan Rieke membuat Amanda terenyak. Ia menoleh ke arah mata Rieke memandang, lalu mengernyit bingung pada kumpulan orang yang sedang Rieke perhatikan.
"Mana?"
"Itu, yang pakai batik hijau," ucap Rieke gemas. "Gak usah sok gak kenal!"
Amanda membelalak. Benarkah pria berkemeja batik hijau itu adalah Bobi si pria pendiam yang hobinya makan lalapan? Maksudnya ... Bobi itu ... belasan tahun lalu adalah anak mama yang lebih banyak diam di kelas atau duduk di koridor kelas. Anak yang tidak mengikuti ekstrakulikuler apapun tetapi pernah menang olimpiade nasional bidang IPA. Anak yang berkacamata tebal, gigi sedikit maju, kulit putih nyaris seperti vampir, suka makan timun dan wortel mentah di kelas saat jam istirahat sambil membaca buku, juga ... mimisan kalau terlalu lama berada di bawah terik matahari.
Iya, itu adalah Bobi Aditya. Gambaran seorang Bobi Aditya dalam benak Amanda. Ia dan Bobi pernah dekat saat sekolah dasar hingga pertengahan sekolah menengah pertama. Mereka tetangga karena rumah kedua orangtua mereka berada di lingkungan yang sama. Amanda dan Bobi dekat, sehingga Amanda tahu masalah Bobi yang tak bisa berteman dengan debu dan panas hingga melihat Bobi mimisan bukan lagi hal yang mengejutkan. Bobi si kancil penyuka timun, tapi tak pernah mencuri dan justru sering berbagi. Bobi yang ia tinggalkan saat mereka beranjak remaja karena Amanda mulai sibuk dengan tawaran syuting dan lingkungan pertemanan baru yang membuatnya tak lagi memandang Bobi sebagai teman apalagi pria.
Bobi bukanlah radarnya. Bagaimana mungkin pria pendiam yang tak lagi menyapanya sejak Amanda menjadi aktris remaja dan diikuti banyak siswa yang mengaku fansklubnya, harus ia dekati dan kembali menjalin hubungan yang ... entahlah apa mungkin kemistri itu bisa terbangun dan terbentuk. Amanda skeptis.
Masalahnya, ia sedang tidak bisa mempercayai apalagi meminta tolong siapapun yang berada di lingkungan pergaulannya. Ia harus pergi sementara dari dunia hiburan. Bersembunyi untuk tiba-tiba kembali dengan wajah baru yang membuat mereka bertekuk lutut. Ia butuh pria kaya yang bisa mengangkat kembali kehidupan dan harga dirinya. Hanya saja, apa memang harus Bobi?
"Lo memang aktris remaja yang tenar banget pada masanya. Hanya saja, lo gak bisa mempertahankan popularitas lo seperti Mbak Dian Sastro. Lo justru meredup karena serial yang lo bintangin makin terlihat gak mutu. Ditambah lagi, skandal lo sama Sebastian yang bikin lo harus mau berada di posisi sekarang ini. Banyak warganet yang berkomentar tentang kualitas akting lo yang semakin gak berkembang. Lo cuma jual tampang, gak bisa jual kualitas akting yang prima. Lo harus ingat posisi lo sekarang yang sudah gak laku di dunia hiburan karena gak bisa bersaing dengan aktris lainnya. Lo butuh pria kaya yang bisa topang kebutuhan hidup lo dan menaikkan status social lo."
"Cukup, Rieke." Amanda berbisik lirih dengan nada dingin. Ia tak suka diingatkan tentang kegagalannya menjadi bintang film dan karirnya yang di ujung kepunahan. Ia cantik. Ia merasa lebih cantik dari banyak orang yang terkenal dari dunia akting. Hanya saja, ia tak menyangka wajahnya tak membawanya pada nasib yang cantik juga.
Kumpulan pria yang ada Bobi di dalamnya melintas dan melewati Amanda juga Rieke tanpa menyapa. Amanda seperti tak lagi dipandang dan dianggap. Mereka dulu sangat memujanya dan terus mengejarnya demi menaikkan popularitas mereka di media social. Siapa yang tak bangga satu sekolah dengan aktris ternama? Semua murid bermimpi masuk dalam lingkungan pergaulannya. Semua murid ingin dekat dan kenal dengannya. Semua ingin berfoto bersamanya di setiap kesempatan, tetapi Amanda yang sulit mereka gapai karena kesibukan dan tuntutan untuk tidak terlalu akrab dengan banyak orang.
Lalu sekarang, mereka yang dulu mengelu-elukan kecantikannya, kini berjalan saja tanpa menoleh dan menyapa. Menganggap seakan Amanda hanyalah pot bunga atau makhluk astral yang tak terlihat.
Ini sangat tidak adil bagi Amanda dan ia harus bekerja keras demi mengembalikan kehidupannya seperti dulu lagi. Orang-orang itu harus kembali mencarinya, mengaguminya, memujanya, bahkan bila perlu sampai rela saling membunuh demi mendapatkan cintanya.
Terlebih lagi Bobi Aditya. Ya, Bobi Aditya yang entah mengapa bisa bermetamorfosa menjadi pria maskulin yang membuatnya terpana dan tak percaya. Kapan gunung terakhir erupsi dan mungkin saja mengeluarkan zat tertentu bercampur lahar yang membuat Bobi si pemakan timun itu menjadi pria macho yang menguarkan charisma dan daya tarik tersendiri.
Kulitnya tak lagi putih kemerahan seperti saat sekolah dasar dulu. Tubuh kerempeng itu kini lebih berisi dan berbentuk sempurna dengan kulit cokelat matang. Bola mata yang menyorot tajam, menandakan ketegasan dan kedewasaan. Belum lagi, cara jalannya yang tegap membuat Amanda merasa hanya ia yang pantas bersanding dan berjalan bersisian dengan teman masa kecilnya.
"Bobi—sudah nikah?"
"Belum," jawab Rieke santai sambil terus memandangi kumpulan pria yang tadi melewati mereka. "Itu sebabnya gue bilang kesempatan lo hanya malam ini."
Amanda mengerjap pelan dengan mata yang terus mengamati pergerakan Bobi yang tengah menjabat tangan para among tamu acara pernikahan ini. Cara Bobi menjabat tangan sangat beda dengan semua pria di kumpulan itu. Bobi bukan orang biasa. Gesturnya seperti orang yang terbiasa bertemu orang penting dan cara pria itu bicara tidak seperti orang sembarangan. Amanda harus cari tahu tentang Bobi Aditya dan mengasah kembali kemampuan aktingnya demi menjerat pria itu untuk mendapatkan kekayaan, cinta, dan apapun yang bisa ia ambil dari Bobi demi mendongkrak kembali reputasi dan mengembalikan harga dirinya lagi.
*****
Halo! Aku running cerita baru, kisahnya si Bobi, juragan sayur bosnya Sri, teman Nurma. Yang pingin baca cepat bisa langsung ke Karyakarsa karena di sana sudah mau jalan sampai bab 10. Muaach!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top