PART 7 , ABOUT YOU !

Dulu rasaku padamu begitu kuat

Hingga hatiku dan hatimu menyatu erat

Namun mengapa? antara kita kini harus memiliki sekat.

-SenaAyu

*******

"Sen, nyari nasgor yuk laper! dan buat ngrayain kemove on-anmu berarti kamu harus nra-."

"-ktir?" potongnya.

"That's right! haha."

"Gamau, lagian move on dari siapa coba." sangkalnya.

"Ee gamau ngaku dia, udah ayo keburu masuk!"

mereka berbincang-bincang sembari menuju kantin, mata kedua gadis itu bertatapan ragu melihat kondisi tempat tujuannya padat oleh orang.

"Sen, kalau aku hitung sampai tiga artinya kita..."

"Kita apa?"

"Sebatas temen tanpa kepastian, ya GEMPUR!"

"Satu, dua, tiga !!!"

Badan mereka menghantam kerumunan para siswa, mencari celah diantara lekukan-lekukan badan yang berhimpit satu sama lain.

"Woy ngantri dong!! enak aja main nyerobot!" teriak salah satu dari mereka.

"Heh dasar kutil macan! antre woy!"

"Gila ngrasa badan kecil kali ya!"

"Gua sumpahin pesenan lo dimakan cicak!"

Teriakan mereka tak digubris, hingga tiba tantangan selanjutnya meruntuhkan tembok baja besi nan kokoh diantrean paling depan iya, dia Rara gadis bertubuh gempal itu mengantre dengan kekeuhnya, tanpa melupakan senyum kinclong giginya yang setiap waktu ia suguhkan kepada orang yang dijumpai.

"Fyuh, gila antrean apa barisan orang demonstrasi!"

"Hel tinggal satu dibiarkan saja ya."

"Satu? Sena kamu minus, plus, silinder, katarak atau bagaimana dia itu 5!! bisa keburu aku punya cucu nunggu dia kelar antre!"

Mereka berdua cekikan, bohlam terang mucul pada kepala Helena, diiringi senyum licik hendak melahap mangsa.

"Sen aduh sakit perut." ia merintih.

Sontak Sena panik, bagaimana tidak orang yang baik-baik saja sebelumnya menjadi seperti ini.

"Sakit? sakit apa Hel gimana ini? aduh!"

Kepanikannya reda oleh kedipan mata Helena, seperti paham apa yang dimaksud, Sena ikut mensukseskan skenario dadakan itu.

"Ya ampun Helen! perut kamu kenapa? sakit ya? Rara tolong dong kali ini saja biar kami pesan dahulu kasihan Helen asam lambungnya naik nih belum sarapan." sembari menepuk pundak Rara.

Rara yang kepekaan hatinya melebihi kebesaran badannya itu sigap merelakan antreannya direbut oleh dua orang gadis durhaka itu, ia berbalik badan salah satu tangannya memegang minuman kaleng.

"Uoh My God! Kamhu kenapa Helen? sakhit ya? uoh, kesini mau ngaps ? pesen apa Helen? biar mbaknya yang cans buatin." tanyanya panik.

"Eh, kingkong masi nanya." batin Helena dalam hati.

"Na..si go reng." jawabnya tersendat.

"Uoh ini akoeh pesan sedikits kamu ambil aja."

"Baik! terima kasih." Helena tersenyum sumringah.

"Koks udah baikan? balikin fried rice ku !!!"

"Gamau, ntar bisulan kalo diminta balik welk!"

"Helenaaaa Rese' !!!"

Rara ternganga tidak rela mengetahui Helena akan berbuat demikian. Bak kilat menyambar, secepat itu Helena merasa baik, namanya juga sakit bohongan mau sembuh sesukannya pun bisa.

Tujuan mereka kini pada meja pojok samping tembok, tidak ada kriteria tertentu tentang meja, hanya saja makan ditempat itu katanya dapat memberikan chemistry antara si pemakan dan yang dimakan.

"Gila Sen, beli makanan langsung tiga katanya dikit, orang apa Godzilla ya." herannya.

"Diam, makan saja tidak usah bicara lagi  kita sudah banyak dosa hari ini."

Helena tertawa puas, keduannya memakan nasi di piring masing-masing, ia begitu riang bila bersama sahabatnya bisa disebut hubungan mereka berdua ini Friendship goals, tidak banyak member-nya hanya saja keduanya saling melengkapi.

Tangan Sena kembali membuka lockscreen handphone-nya yang telah sejak lama bergetar, membalas chat seseorang yang membuat dia tersenyum semenjak hampir 10 menit yang lalu, Helena yang berada didepannya dibuat bingung, tidak lama hingga dirinya menyadari bahwa Sena sedang berkirim pesan dengan Abhi, niat usilnya kembali muncul seakan kepalanya dipenuhi rasa penasaran apa yang mereka bicarakan, dengan sigap Helena merebut Handphone Sena.

"Helen! jangan!"

"Gila disematkan nih? berarti resmi gantiin posisi Rama ya? haha." ia menggoda.

"Tidak!"

"Bohong! kalau Rama tahu dia bakal sakit hati Sen, eh."

"Sakit hati? maksud kamu apa?"

"Ma.. maksud aku ya kan anu dulu dia yang diposisi ini sekarang.."

Ia menutup mulutnya, demi apapun yang dirinya harap sekarang ini "semoga Sena tidak memasukkan dalam hati perkataannya", ketegangan Helena semakin memuncak mengetahui Rama telah sejak lama mematung di samping meja kosong belakang Sena, ia tampak menyimak segala yang mereka bicarakan kini harapannya berubah "Semoga keduanya tidak mempermasalahkan ucapanku!"
keringat dinginnya mulai bercucuran.

"Aem, aku mau kentut dulu bentar haha tunggu dulu ya." ia mengalihkan topik.

Alasan yang tidak logis namun cukup membuat hati gadis itu percaya, untung saja kehadiran Rama tak diketahui, Helena menarik Rama cepat hingga ke sudut belakang kantin, dan memojokkannya bermaksud menjelaskan ucapan dirinya agar tidak terjadi kesalah pahaman, Rama tak berkutik segala perlakuan Helena diterimanya ikhlas.

"Maaf! aku tadi keceplosan."

"Siapa orang yang kamu maksud tadi?"

Matanya berbinar, jelas gadis itu melihatnya bibirnya bergetar menahan emosi yang kini tertahan dan sebentar lagi akan memecah, tidak ada respon apapun kecuali senyum ciut dibibir Helena.

"Dia, saudar- ."

"BOHONG!! tolong bicara sebenarnya dia siapa?"

"Perlu kamu tahu Ma? perlu? jangan salahkan Sena kalau dia sekarang deket sama cowok lain! butuh perjuangan, ga gampang buat dia nglupain orang gatau diri kaya kamu! waktu kamu deket sama Ghina apa dia marah? Gak!
apa dia kepo sama masalah kamu? Gak!
dia cuma nangis selebihnya nggak! jadi please gausah kepo sama urusannya." terangnya.

Pertama kali dihidup Helena menyaksikan lelaki hampir menangis dihadapan seorang gadis, ia tidak bisa lagi menyembunyikan segala emosinya, gadis itu mengetahui sangat perasaan itu cemburu, sakit, namun melawan pun tak mampu sebab ia tak memiliki sedikit pun hak melarang Sena, meninggalkannya sendiri hanya itu satu-satunya cara, terlalu ikut campur tak akan membuat keadaan membaik.

Di tempat lain, sebuah pesan masuk pada handphone Sena.

"Sore saja kita beli buku."

"Ok, tunggu saya
didepan gerbang ya! ^-^"

"Gamau, dikira saya
bodyguard kamu. -_-"

"Yauda :"("

"Y y, jangan telat!"

Ia tersenyum sumringah, tepat ketika pesannya terbalas seseorang wanita menggebrak meja kuat menimbulkan perhatian orang tertuju padanya.

Perempuan ini!

Sena menelan ludah, meletakkan sendok dan garpunya bertindih satu sama lain, sesaat setelah nya wanita itu duduk memperlihatkan kancing bajunya yang sedikit terbuka membuat kesan tidak nyaman ketika orang memandang, dia Kesia teman, bukan lebih tepatnya musuh mata besarnya mengintai gerak gerik Sena detail, meski sifatnya demikian ia bahkan tak pernah membenci Kesia sedikit pun.

"Sendirian? temennya mana nih?"

Ia terdiam, membiarkan dadanya sesak oleh rasa takut, kejadian waktu itu membuat Sena kalut ia merasa tertekan ketika dekat dengan gadis itu, meski sebaya ia pernah melakukan pengancaman bahkan hampir melukai Sena meski gagal.

"Ti . . . dak ada."

"Ehh gugup nih? kenapa? Cayang Ramanya mana? haha eh iya uda putus ya kaciaan."

Susulan pukulan kedua tangannya tepat mengenai meja membuat kedua gadis itu tersentak, tak lain orang itu adalah Helena ia telah kembali menemui Sena.

"Uluh, ada kacia-n ya, ewh iya namanya Kesia, ngapain kesini?!!"

Ia memutar kedua bola matanya malas, lantas ia bangkit meninggalkan tempat tanpa sepatah kata, sedikit bau parfum tercium mengiringi kepergian inangnya membuat eneg dua orang itu, tidak ada kata apapun hanya sepasang mata yang saling bertatap satu sama lain menciptakan isyarat.

Tiba didepan deretan ruang kelas mereka mengakhiri waktu istirahat dengan berpencar menuju kelas miliknya masing-masing, belum selesai menapaki daun pintu yang terbuka lebar langkah salah seorang dari mereka berhenti seketika tanpa duga.

"Eh, nanti sore abis pulang sekolah temenin beli es krim yuk!"

"Saya sudah punya janji, maaf ya!" jawabnya.

"I'ts okay, with?"

"Tadi." bibirnya berbisik.

Sebuah tawa merespon jawaban Sena, seperti menyetujui ia lantas menganggukkan kepala dan memasuki ruangan kelas yang tampak hanya dua orang disana, seseorang dipojok yang sedang membaca buku walau tidak benar-benar, dan salah seorang lagi disudut belakang kedua sedang, tunggu dia Rama sedang apa dia disana memunculkan pertanyaan dipikiran Helena, ia ragu melangkah mendekati meski tidak punya nyali, bagaimana pun hatinya takut bila ini semua karenanya, pasti.

Tanpa komando kepalanya terangkat, melihat jelas gadis didepannya yang berdiri dijarak 1 meter, matanya sembab namun itu tetap masih ambigu antara dia mengantuk atau ya menangis, jangan berpikir cengeng lelaki juga akan menangis ketika masanya, Helena mengangguk paham dan mendekati Rama tidak benar-benar dekat ia takut bila Rama melancarkan serangan tak terduga.

"Hei, kamu kenapa?"

Antara pingsan atau tertidur ya opsi pertama tadi, ia tak menjawab sama sekali bahkan hingga bel berbunyi sampai tiba saat Helena muak menunggu terlalu, sangat, dan amat lama, seperti orang bodoh diam dan hanya memandang benda mati, jahat sekali menganggap ia benda mati meski memang kenyataanya mirip.

"Jika ingin tahu tunggu dia nanti sore, mereka akan bertemu." katanya sedikit pelan.

Tubuhnya meninggalkan tempat yang sedari tadi ia semayami, orang aneh gelar itu layak disandangkan pada sosok Rama, bagaimana tidak? ia tidak kunjung bangkit ketika ditunggu seorang perempuan kesekian menit lamanya dan hanya dengan ungkapan pelan seperti itu saja dirinya terperanjat, ya memang yang menjadi subjek beda apalagi tingkat kepentingannya.

"Dimana?!"

"Cari tahu saja sendiri."

Helena mengintai setiap gerak gerik Rama, mudah sebab meja lelaki itu persis di depan meja guru sedang posisinya berada dibelakang, setiap satu menit sekali matanya melirik kearah jam seakan ia adalah seorang anak kecil yang tidak sabar menanti kado dari sang mama, ok itu tidak penting, bukan su'udzon atau bagaimana ia memang kini ingin segera menyelesaikan pelajarannya dan sesegera mungkin membuntuti Sena bersama ya someone itu.

Sebuah kertas meluncur tepat dikepalanya, bersyukur tak mengenai kepala Bu Ine yang kini tengah mengajar pelajaran Biologi dikelas mereka, siapa yang mengirim rasa penasaran itu kini terjawab dengan tulisan nama seseorang disudut kanan bawah.

Hei, gausah gt juga Sena pulang sore ada ekstra kamu ga bakal telat!

Helena cantik :p

Mendengar pemberitahuan dari rekannya ia lantas memalingkan wajah kebelakang memastikan kebenaran walau tentu sudah benar, tapi rasanya tidak pas bila tidak melakukan adegan tersebut, ia kini lebih tenang.

Kriingg. .

Jam pulang tiba, ia meninggalkan kelas dengan cepat lebih cepat daripada sang guru, melihat tingkahnya Helena hanya menggelengkan kepala.

Seseorang tengah berdiri disamping pintu ruang kelas musik, bukan menunggu kekasih seperti adegan di film-film lebih tepatnya menunggu buronan yang akan melarikan diri, meski ruangan tampak sepi dan terlihat hanya Sena didalam, sebuah lantunan piano terdengar dari balik pintu siapa lagi jika bukan wanita itu.

Ku selalu mencoba
Untuk menguatkan hati
dari kamu yang belum juga kembali

ada satu keyakinan
yang membuatku bertahan
penantian ini kan terbayar pasti

lihat aku sayang
yang sudah berjuang
menunggumu datang
. . . .

Ia memejamkan mata, terduduk didepan kelas tersebut tak lama hingga para murid yang akan mengikuti ekstra tersebut datang, dengan sigap ia melarikan diri bersembunyi disudut tembok.

* * * * * *

Hampir dua jam ia berada disana, menunggu hingga kelas itu berakhir dan ya do'anya terkabul, Sena adalah murid yang keluar paling akhir dibanding yang lain, Rama mengikutinya sampai didepan gerbang hingga hampir melupakan motor bebeknya yang tertinggal diparkiran, ia segera mengambilnya memutar kunci dan pergi meninggalkan tempat itu, bagaimana pun jika ini gagal ia akan sangat menyesal.

Matanya mengintip dicelah pagar seorang laki-laki, ia yakin bahwa itu lelaki dilihat dari pawakannya, menaiki motor yang sedikit lebih bagus dibanding miliknya menjemput Sena, Rama tahu itu bukanlah Kak Adam sebab ia tidak pernah sama sekali menjemput Sena mereka pergi meninggalkan tempat itu.

Nyut. . .

Hatinya sakit dengan sisa tekad ia menjalankan motor dan mengikuti mereka dijarak yang lumayan berjauhan, segala rasa bercampur satu didalam hati ia hanya menyesal.

"Ini semua keputusanku sendiri Sen
Kenapa aku harus sakit bukannya bahagia?
Harusnya aku bahagia liat kamu
Ini ga bener
ini ga bener."

Batinya dalam hati, ia memutar arah begitu juga pikirannya berubah, bukan karena niatnya habis hanya saja hatinya sudah terlanjur sakit begitu dalam, ia pulang.

Ditengah jalan hatinya yang hancur terguyur gerimis senja itu, dihentikan motornya, menatap langit dengan amat, merasakan setiap desar desir airnya.

Ia ingat kala itu ketika seseorang wanita memegang tangannya erat seolah karenanya seluruh tubuh menjadi hangat, ia tersenyum ribuan tetes air hujan menyaksikan pertemuan itu dipenghujung Senja, ruang, waktu serasa terhenti, dengan teramat yakin kebersamaan ini akan selamanya.

Ya hanya sampai waktu itu sebab kini keadaanya sudah berubah, pemeran wanita itu kini tengah bersama sosok lain bukan lagi dirinya, rela ataupun tidak, tangisnya pecah hatinya seolah tercabik-cabik, ia tak menyadari hujan semakin lebat namun selang beberapa menit ia tiba-tiba berhenti, tidak melainkan ada seseorang yang menghentikannya.

Helena mengulurkan tangannya yang memegang payung tepat diatas kepala Rama, membiarkan sekujur tubuhnya basah.

"Ngapain kamu kesini Hel?!" bentaknya keras.

"Aku tau akhirnya bakal gini dan aku ketemu kamu, anggap aja ini sebagai penebus kesalahan aku, yang udah ngasi tahu kamu tentang Abhi."

"Abhi?" ia mencoba memastikan.

"Ya dia Abhi, mereka dekat dan tolong kamu jangan hadir lagi Ma."

"Apakah sebuah kesempatan tidak akan datang?"

"Kamu hanya perlu menunggu."

Rama memeluk Helena erat, meluapkan segala emosinya, melupakan seluruh amarahnya, apapun yang membuatnya sakit ia ingin menyirnakannya sejenak.

"Aku ga salah Hel! aku ga pernah ingin kaya gini!"

"Apapun, kamu harus menjelaskannya suatu saat."

Rama melepaskan pelukan itu, diiringi redanya hujan, senja itu bukan menghancurkan, tapi menguatkan, ya inginnya untuk memperbaiki sesuatu yang sudah rusak, meski tidak akan utuh, setidaknya ia telah sedikit membaik.

"Bantu aku perbaiki segalanya!" ia memohon

Helena mengangguk mantab, setelah ia menyadari suatu perasaan berbeda muncul didalam hatinya, rasa yang tak pernah ia rasakan sebelumnya namun entah mengapa ia mengerti bahwa rasa ini tak seharusnya ada.

Disisi lain Sena sedang berada didalam sebuah toko buku bersama, ya Abhi namun pikirannya sedang tak berada disana.

"Bhi hujan!"

Ia berlari mendekati kaca memperhatikan embun yang jatuh satu persatu merasakan dinginnya diluar sana, entah mengapa hatinya pun merasakan sakit.

"Sen kenapa?"

"Tidak apa-apa cuma hujan kok."

Abhi mengerti gadis itu kini tengah memendam sesuatu, hanya saja ia takut mengungkapkan perasaannya.

Hai!! Setelah sekian lama akhirnya Up :v

Baper ga? ya ya ini ga terlalu bagus sih :")
mohon koreksinya ya!
tetap setia membaca!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top