PART 4 , NYAMAN ?

Ada banyak cara menyebut nama mu disini.

Bisa dengan lewat air mata yang melukakan

senja,
bisa juga lewat bibirku yang terbata
mengucap sebuah derita.

*****

Suara rem bus tua itu memekikkan telinga, pun membuat Sena terbangun dari alam bawah sadarnya, Matanya mengerjap samar dilihatnya sosok laki laki disampingnya

"Abhi ! Ayo bangun kita sudah sampai."

Kepalanya yang semula bersandar di bahu Sena kini tidak lagi, wajahnya memerah berkali kali ia membuang muka,

"Apa yang saya lakukan? Bersandar di bahu seorang wanita?" Batinnya

"Kamu, kenapa?" Herannya sembari mencoba memalingkan wajah Abhi

"Tak mengapa, sudah jangan dipikir."

"Woy ! " mereka terkejut dengan bentakkan seorang kondektur bus

"Mas mbak alaah ayo turun ! uangnya mana ini aku pun juga mau pulang kasian istri aku nunggu dirumah sendiri aku juga mau pacaran sama istri dirumah, gak cuma kalian aja macam mana pula ini." Katanya tanpa koma

Mereka cekikikan, tangan Abhi merogoh sisa uang di ranselnya, disisi lain Sena sedang membenahi tasnya dan merapikan pakaiannya yang sedikit kusut

"Sudah Abhi? Ayo turun !" Ajak Sena

Langkah mereka lah yang terakhir meninggalkan bus tersebut, lampu bus itu kini telah menghilang dalam gelap, sunyi sudah pasti mengingat hampir seluruh penghuni kota Bandung kala itu telah terlelap dalam mimpinya, mereka melangkah beriringan menyusuri tepi jalan yang kian menyepi

"Saya antar sampai rumahmu." Kata Abhi

"Hm, baik tapi rumahmu sendiri dimana?"

"Dekat sini hanya sekitar 18 meter."

"Saya tidak pernah melihatmu."

"Apalagi saya, malas sekali rasanya keluar rumah tapi hari ini entah kenapa saya sangat bosan makanya saya mencoba keluar."

"Jika kamu tidak bosan kita tidak akan bertemu." Canda Sena

Tawa mengiringi langkah kaki mereka, hanya sekedar candaan garing namun sangat berarti, sudah cukup lelah bagi Sena terus diam dan memendam sakit, sebentar saja mungkin beban yang dirasakannya akan perlahan lenyap, langkah mereka terhenti di depan rumah bercat putih, pagarnya hitam sedikit usang, ya setiap temu selalu ada akhir walau mungkin kali ini bukan benar benar akhir,  mereka terdiam, hingga Sena memberanikan diri menatap Abhi tajam

"Um, Terima kasih untuk hari ini, untuk cerita baru saya semoga setelah hari ini pun kita masih bisa berteman."

Abhi mengangguk sambil tersenyum

"Kini saya sadar mungkin dibalik lara kita juga harus siap akan rela , dan saya sudah siap Abhi ! Sekali lagi terima kasih!"

Sena berlari begitu kencangnya membuka pagar rumah itu dan meninggalkan Abhi seorang diri dengan sejuta pertanyaan tengang kalimat terakhir yang diucapkan Sena, ia menoleh kebelakang meninggalkan sebuah senyuman kepada Abhi

"Lara? Ia juga merasakannya? "

Kini bukan lagi luka yang membuat Sena gundah namun lebih kepada kedua orang tuanya, ia memberanikan diri membuka pintu rumah kala itu sepi namun lampu ruang tamu masih menyala, tubuhnya dingin

"Assalamu'allaikum."

Belum juga salamnya terjawab ayahnya sudah membentaknya dengan beribu ah lebih tepatnya sejuta pertanyaan

"Dari mana sampai semalam ini ha? Coba berpikir bagaimana orang tuamu mencari Senaa! Kamu ini gadis pulang sampai selarut ini? Pulang dengan siapa?"

Sena terdiam bibirnya terbata bata mecoba menyebut satu nama

"Anu yah, umm namanya A.. anu A.. B-H...I."

Tampak pandangan heran dari raut wajah ayah Sena

"Siapa Abhi? Rumahnya mana?"

"Abhi itu teman Sena, kalau rumahnya um dekat sini saja yah."

"Jangan buat ayah marah lagi, mana handphone ditinggal dirumah, cepat tidur! "

"Baik." Sena mengangguk

Segala rasa cemas itu telah hilang, ia berjalan menuju kamarnya lalu merebahkan tubuhnya tangannya meraba handphone yang sedari tadi singgah diatas laci, pikirannya mencoba mengingat sesuatu iya nomor Abhi, sebuah kertas kecil itu ia keluarkan dari saku celananya diketiknya perlahan satu persatu angka pada kertas tersebut,  tampak dari foto profilnya seorang laki laki memakai topi hitam, dan yang pasti wajah jutek nya

"Cool but funny face." Ia terkekeh

meski begitu rasanya sulit menghubungi Abhi, ia sedikit gugup apa yang harus dibicarakan? Kembali ia letakkan handphone itu, matanya menatap lurus pada langit langit kamarnya dirinya tampak memikirkan sesuatu, apalagi jika bukan Rama dirinya memejamkan mata

"Ya Tuhan, jika dia bukan milikku jauhkanlah sejauh yang aku butuhkan untuk menjadikan namanya terdengar biasa saja di pendengaranku" batinnya

Memang seharusnya tentang rasa yang terpendam, kita hanya harus meminta kepada tuhan apakah akan menghilang atau mungkin disatukan lihat saja nanti." Selang beberapa menit ia terlelap.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top