PART 2 , TEMU

Pertemuan adalah sebuah awal, selamanya jika ia tak menemui akhir

dan

Akhir akan menjadi awal ketika ia mampu memulai sebuah hal baru.

******

"Huh bosan !" Katanya dalam hati.

Ia kini sedang duduk dibalkon kamarnya merasakan setiap hembusan angin yang lalu lalang, sedikit damai gumamnya.

Tidak ada aktivitas lain, selain makan dan tidur, selalu monoton, ia tak memiliki hobby banyak seperti remaja lain, ya selain membaca buku-buku yang kini lusuh diatas meja belajarnya, tunggu ia tak menganggapnya hobby namun persis ke rutinitas, andai kakaknya Adam adalah orang aktif dan p-e-k-a, mungkin sekarang ia akan mengetuk pintu membawakan sepotong roti dan susu, lalu mengajak adik semata wayangnya ini untuk berjalan-jalan atau main game, nyatanya, sudah tidak perlu diteruskan itu lumayan menyakitkan. Perlu diketahui laki-laki itu kini tengah dikamarnya mengunci pintu, sambil mengotak-atik handphone pemberian ayahnya diulang tahun yang ke 20, dan asalkan ada yang tahu,

"Si kak Adam pasti lagi ngegebet cewek!"

Duganya dengan yakin, ia pernah memergoki kakaknya sedang telepon dengan seorang perempuan yang membuat Sena geli, terlihat dari tampangnya yang yaaa, T a n t e - t a n t e, ia tak pernah mengetahui pasti jalan pikiran kakaknya, dulu ia pernah ditaksir sama temen Sena waktu SMP kelas 3 cantik, manis, masih imut-imut katanya ia suka yang lebih dewasa, banyak pengalamannya sampai-sampai ia mengerjai teman Sena hingga menangis dan tidak berani lagi memasuki rumahnya, apapun yang dilakukan kakaknya ia hanya bisa ber-istighfar.

Jelas jika tidak ada solusi ia akan mengambil langkah alternatif, yang mengharuskan ia keluar sendiri berani atau tidak, dari pada terus dipingit, walau hitung-hitung untuk latihan.

"Sepertinya jalan-jalan sedikit menyenangkan !"

Ia beranjak dari posisinya lalu mengambil sebuah baju di almari, sekarang penampilannya telah berubah dengan setelan hoodie putih berpadu dengan celana jeans dan bandana dikepala, ia mencoba membenarkan mood-nya dengan berniat menjelajahi setiap sudut kota, ia rasa dengan seperti itu dirinya tidak akan terus terpuruk oleh keadaan yang sedang dialaminya.

"Ma, Sena mau keluar sebentar."

"Kemana?"

"Ke mana-mana."

"Dengan siapa?"

"Sama kak Adam!" ia berbohong.

"Baik, hati-hati di jalan, perbaiki moodmu mama rasa suasana hatimu sedang buruk."

Lambaian tanganya dari balik pintu perlahan lenyap, kini kakinya menyusuri setiap trotoar ,dengan sesekali menghembuskan nafas panjang berharap rasa sesaknya akan berkurang, sedikit.

"Kemana selanjutnya?" tanyanya.

Dirinya terduduk di salah satu kursi halte, mencoba berpikir jalanan mana lagi yang ingin ia susuri dan tempat mana yang akan ia kunjungi, matanya menatap tajam seseorang yang tengah memakai earphone disampingnya, tidak ada yang aneh memang namun tidak ada objek lain yang lebih menarik dibanding itu, intinya dia tampan. ketika orang itu melirik ke arah Sena sontak ia pun membuang muka, dan ya wajahnya memerah, berselang beberapa menit sebuah bus datang menghampiri, semua orang di halte itu berlomba lomba sambil berdesak desakkan memasuki sebuah pintu yang telah dibuka oleh sang kondektur, kalian tahu lah ini salah satu ciri khas Indonesia.

"Bus ini akan kemana ya? Sudahlah ikut saja toh aku membawa uang yang cukup." tanyanya ragu.

Ia masuk kedalam kerumunan orang-orang itu, sejauh mata memandang hanya ada satu kursi yang tersisa ia mencoba meraih kursi itu sambil menyeimbangkan badannya agar tidak terjatuh sebab busnya sudah mulai berjalan. Tanpa ia sadari laki-laki disampingnya adalah orang yang tadi ia lihat di halte, mata mereka saling bertatapan, namun laki-laki itu masih saja tidak mengucapkan sepatah kata apapun.

"Bisu kali ya , ngomong aja ngga."
Bisiknya pelan.

Sepertinya laki laki itu mendengar ucapan Sena sontak ia melepas earphone yang sedari tadi menempel ditelinganya.

"Bicara apa kamu tadi ?!"

"Tidak !"

"Baru saja bertemu kenal juga tidak, sudah berani mengejek orang."

"Maaf, saya pikir. . ."

"Huh it's okay." ia memotong

-Hening on-

"By the way, namamu siapa?"
Laki-laki itu memberanikan diri bertanya pada Sena.

-Hening off-

"Perlu kamu tau?"

"Judes bet sih kan cuma tanya ."

"Sena, kamu?"

"Abhi, kamu mau kemana?"

"Gatau, kamu sendiri? Bus ini mau kemana?"

"Toko buku, liat aja nanti."
Sena hanya bisa mendengus kesal dengan jawaban Abhi , iya sekarang ia tahu nama laki-laki itu adalah Abhi.

"Hei hei ! Bayar dek!"

"Eh iya bang."
Sena merogoh tasnya mengeluarkan sejumlah uang.

"Sama yang samping saya."

"Okee, pacarnya ya? Malah cewe nya yang bayarin." Goda kondektur bus itu.

"Gak woy! " kesal Abhi

"Santai bhi." Sahut Sena

"Ngapain si kamu yang bayarin? saya kan ga nyuruh, pokoknya ini akan saya anggap hutang !"

Sena tak menggubris omelan Abhi ia hanya menjawabnya tersenyum.

Suasana bus tersebut berbeda, sangat dulu mereka kerap menghabiskan akhir pekan ke taman kota, naik bus, katanya lebih romantis ketimbang naik mobil, ya sebelumnya bukan Abhi yang disampingnya melainkan Rama, ia sandarkan kepalanya pada kursi mencoba mencerna setiap pembicaraan orang-orang.

Bus tua setiap kali sang sopir berhenti mendadak akan menimbulkan suara nyaring dari remnya, orang-orang yang kaget, pemrotesan dari salah satu perwakilan penumpang, dan teriakan-teriakan kecil, begitu saja siklus-nya beraturan.

Ia heran bagaimana laki-laki disampingnya tak terganggu dengan hal tersebut, bahkan sama sekali dan belum sempat ia bertanya, hal itu sudah terjawab, yap earphone, kini ia mengerti fungsi dari benda tersebut selain untuk mendengarkan musik, menutup telinga dari omelan kakak dan yah digunakan ketika di angkutan umum.

Lama sekali bus ini tak berhenti, hatinya sedikit gusar ia berbohong pada mamanya, dan lagi ia tak pernah pergi sejauh ini sebelumnya, mengetahui telah ribuan rumah ia lewati dan tampak asing baginya, kegelisahannya disadari oleh Abhi, begitu terkadang laki-laki tidak mengerti ucapan namun lebih ke perasaan ea,ia melepas earphone-nya,

"Kamu kenapa si? dari tadi kaya bingung gimana gitu."

"Gapapa kok!"

"Jangan bohong."

"Saya tidak tahu daerah ini, ini dimana?"

"lah trus ngapain tadi ngikut naik, eh jangan-jangan kamu salah satu fans saya ya?"

"Eh ge er."

"Hm, ngaku aja deh banyak juga yang gitu, apa jangan-jangan lagi kamu kabur ya dari rumah trus ga punya temen dan gini deh."

Bagaimana tebakannya bisa tepat? Sena kesal dengan laki-laki itu, segala celotehannya tak digubris, ternyata orang yang diluar diam dalamnya, sudahlah makanya jangan suka lihat cover-nya saja.

"Udah diem!"

"Eh galak, yaudah deh."

Ia memasang earphone-nya kembali.

Percakapan mereka pun terhenti seiring dengan berhentinya bus itu.

*****

Happy reading :))

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top