03. Pria Malang
"Gila! Ini benar-benar gila!"
Arnand mendengkus kesal karena setengah jam perjalan mereka, Didik selalu membahas So Hyeon. Meski Arnand berusaha mengubah topik, tapi tetap saja Didik bisa mengembalikannya.
"Gila! Ini benar-benar gila! Bagaimana bisa Lyra dan cewek itu sangat mirip? Wah, tidak bisa dipercaya! Ini sudah seperti drama yang kutonton, Nand," cerocos Didik.
"Dasar pecinta drama Korea! Semua hal kamu samain kayak drama." Arnand menggeleng. Akan tetapi, Didik tidak peduli. Pria di sampingnya itu malah sibuk merapikan poni. "Dik, kamu tidak bisa berhenti merapikan ponimu, hah? Aku mau muntah melihatmu memegang poni seharian."
"Jangan salah, Bro. Ini trend di Korea, lho. Sebagian besar cowok Korea berponi."
"Terserahlah. Sekarang, kita mau ke mana?"
"Lurus saja. Ikuti saja arahanku." Tatapan Didik mengarah pada Arnand. "Apa kamu sudah tanya kenapa So Hyeon bisa mirip dengan Lyra?"
Tangan Arnand yang memegang setir tampak mengeras. "Sekali lagi kamu bahas itu, kamu akan tahu akibatnya."
Didik berdecak kesal. "Kamu tidak asyik, Nand. Kalau kamu tidak mau nanya, seharusnya kamu biarkan aku yang nanya. Tadi kamu malah buru-buru nyalain mobil sampai aku tidak bisa nanya-nanya. Di depan, kita belok kiri."
"Apa kamu tidak bisa mengabaikan kehidupan orang lain? Aku sudah bosan mendengar nama Lyra dan So Hyeon," kata Arnand, membelokkan mobil ke arah yang dimaksud Didik.
Untuk beberapa saat, hening menyergap. Dan, Arnand menyukai suasana seperti ini. Tanpa suara Didik yang membahas Lyra dan So Hyeon, dunia terasa lebih damai untuknya.
Namun, lima belas kemudian Didik bersuara. "Nand, apa kamu ... masih mencintai Lyra?"
Tiba-tiba Arnand menginjak rem hingga bagian belakang kepala Didik membentur sandaran kursi cukup keras. "Kamu diam atau kulakban mulutmu itu?" ucapnya, memarkirkan mobil di pinggir jalan.
"Sakit, Oon!" protes Didik. "Aku serius, Nand. Semalam, Tita nelepon aku. Dia bilang Lyra dan Viko sudah putus. Viko ketahuan selingkuh."
Mendengar apa yang dikatakan Didik, Arnand tersenyum lebar. "Itu balasan karena sudah mencampakkanku," batinnya.
"Lalu, apa kamu akan menerima dia lagi? Kalau dia memohon padamu, apa kamu akan kembali padanya?"
Arnand terpaku menatap jalanan yang lengang, kemudian perlahan ia menggeleng. "Aku tidak akan menerimanya lagi."
"Aku tidak percaya. Kamu tahu kalau Lyra itu pandai bicara, 'kan? Sekali kamu bertemu dengannya, aku yakin kamu pasti bertekuk lutut padanya."
"Kenapa kamu bisa seyakin itu?"
"Karena aku tahu kamu, Nand."
"Benarkah?" Arnand kembali menginjak pedal gas.
Disadari Arnand, kabar Lyra dari Didik ini sangat membuatnya bahagia. Entah karena ia menjadi punya harapan untuk bersama dengan Lyra. Atau, ia begitu senang karena gadis itu sudah merasakan apa yang dirasakannya. Ia sendiri ragu.
"Tapi, menurutku So Hyeon itu lebih cantik dari Lyra, Nand. Dia memang tidak mungkin kamu ajak clubbing seperti Lyra, tapi aku yakin dia bisa menjadi istri yang baik."
"Apa di sini ada kantong plastik? Aku mau muntah mendengar ucapanmu," ujar Arnand, berpura-pura seperti orang yang mau muntah. "Penampilanmu itu tidak cocok untuk menasihatiku, Dik. Lagi pula, aku tidak akan mau berhubungan dengan Lyra atau So Hyon. Untukku, mereka sama saja. Oh ya, kalau kamu mau, kenapa tidak kamu ambil aja si So Hyeon."
"Ide yang bagus!" seru Didik. "Tapi, apa dia akan mau menerimaku?"
"Menurutku, ayahnya bakalan ngambil cangkul begitu melihatmu di depan pintunya," ujar Arnand diiringi tawa yang keras.
"Sialan!"
***
So Hyeon buru-buru menutup pintu toko dan menggantung tanda close. Ini sudah jam sebelas malam, lewat dua jam dari seharusnya ia menutup toko. Semua karena pembeli yang tidak bisa ia kecewakan. Belum selesai ia melayani satu pembeli, pasti ada satu atau dua pembeli lagi yang datang.
Toko kue itu diberi nama Khadijah Cake. Diambil dari nama istri Nabi Muhammad SAW. So Hyeon memutuskan untuk memakai nama itu karena sangat mengagumi istri nabi tersebut. Dengan membaca kisah bagaimana Khadijah mendampingi Nabi Muhammad dalam memperjuangkan Islam, So Hyeon juga ingin menjadi wanita seperti itu. Seorang wanita yang mampu mendampingi suaminya dalam suka dan duka.
Setelah mengambil tas dan mematikan lampu, So Hyeon bergegas pulang. Tidak lupa ia mengunci pintu. Ia kemudian mengayuh sepedanya menuju rumah.
Senyumnya mengembang lebar ketika mengingat bagaimana perkembangan Khadijah Cake. Akhir-akhir ini toko kue itu semakin ramai dikunjungi pembeli. Ia tidak menyangka, toko yang ia rintis dari nol bisa sebesar ini. Jika terus tidak ada perubahan, ia harus merekrut satu atau dua orang untuk membantunya.
Saat memasuki komplek perumahannya, So Hyeon melihat mobil di depan rumah Om Heru. Ia mengenali mobil itu. Tidak salah lagi, ia juga mengenali dua pria yang baru saja keluar dari mobil. Satu, pria yang semalam bertingkah aneh di depannya. Dan, yang satu lagi pria yang memanggilnya dengan nama Lyra.
Sebuah kerutan muncul di dahi So Hyeon. Ia melihat salah satu pria itu tidak bisa berdiri tegak dan terus mengoceh. Ingin So Hyeon mengambil jalan memutar untuk menghindar. Namun, tidak ada jalan memutar menuju rumahnya. Komplek perumahan ini hanya ada satu jalan keluar masuk.
Dengan mengucap basmalah, So Hyeon memberanikan diri. Dikayuhnya sepeda dengan cepat. Akan tetapi, salah satu pria yang dilihatnya berlari ke tengah jalan dan mengadangnya. Terpaksa So Hyeon menekan rem, lalu mencoba membelok. Sayangnya, pria itu bergeser dan mencegatnya lagi. Kali ini, pria mabuk itu menahan setang sepeda.
"Nand, sadar. Lepaskan sepedanya. Dia mau lewat," kata pria berponi. Namun, pria mabuk itu malah bergeming dan menatap So Hyeon lekat.
"Aku sudah berusaha sampai melebih batas kemampuanku. Aku menuruti semua kemauanmu. Tapi, kenapa kamu malah memilih si bodoh itu?"
Karena ketakutan, So Hyeon turun dari sepeda dan membiarkan sepeda itu jatuh. Ia mundur beberapa langkah, bersiap untuk lari jika pria mabuk di depannya melakukan hal yang lebih nekat. Tenggorakannya juga ia siapkan untuk berteriak. Namun, akhirnya ia hanya bergeming, melihat pria mabuk itu menangis dengan posisi berlutut.
"Aku sudah berusaha untuk memenuhi semua permintaanmu. Aku sengaja menabung selama lima tahun ini untuk membuat pesta pernikahan yang sesuai dengan keinginanmu. Tapi, sekarang semuanya sia-sia." Pria mabuk itu menatap So Hyeon dengan mata berlinang air mata. "Semua bukan salahmu, tapi salahku. Aku yang terlalu percaya padamu. Aku yang terlalu mencintaimu. Bodohnya aku selalu menuruti keinginanmu. Aku yang bodoh."
Pria mabuk itu terus merutuki dirinya sendiri. Sementara itu, So Hyeon bergeming. Ia tahu apa yang dirasakan pria itu. Meski hanya dari beberapa kalimat, tapi ia jelas mengerti apa yang menjadi masalah pria di depannya. Akan tetapi, ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia tetap berdiri mematung hingga pria itu ambruk dan tidak sadarkan diri.
***
Alhamdulillah, masih sempat update.
Karena terlalu cinta, Arnand sampai seperti itu. Gimana, tuh? Kasih apa ya biar orangnya sadar?
Kalau saran saya, kasih vote dan komentar aja biar author kisah Arnand dan So Hyeon ini semakin semangat untuk update.
:D
Bagaimana pendapat So Hyeon tentang Arnand setelah insiden ini? Tunggu part selanjutnya, ya.
Untuk teman-teman yang sudah setia mengikuti cerita ini, terima kasih banyak.
:)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top