8

Adeeva lebih banyak diam sepanjang acara makan malam bersama ibu mertuanya. Ia benar-benar syok atas kedatangan Keenan dan Ratna. Bohong kalau ia sudah melupakan. Namun ia berusaha bersikap santai untuk menjaga perasaan Saka. Meski keduanya  sudah pergi, namun luka dalam hatinya belum hilang. Demi sopan santun, ia memilih mengikuti keinginan Saka untuk tetap tinggal. Meski sebenarnya sedang ingin sendiri.

"Kalian menginap saja ya. Mama masih kangen sama Saka dan kamu." Ujar Desi  Dirgantara.

Keduanya mengangguk. Suasana ruang makan kembali hening. Tidak ada yang membuka pembicaraan. Sampai kemudian semua selesai dan akhirnya kembali ke kamar masing-masing. Seperti biasa, Adeeva melayani seluruh kebutuhan suaminya. Saka memberanikan diri bertanya.

"Kamu masih kecewa pada Keenan?" tanya Saka pada sang istri saat mereka sudah berbaring.

"Aku nggak tahu apa nama perasaanku sekarang. Tapi semua sudah berlalu. Mau marah atau kecewa juga tidak akan mengembalikan keadaan. Semua sudah berlalu, mas."

"Aku hampir memukulnya tadi. Bisa ya dia datang dengan alasan kekurangan uang. Kenapa laki-laki seusianya masih bisa memenangkan ego daripada memilih menjalani kenyataan?"

"Mungkin menurutnya ini yang terbaik."

"Mungkin sih, kamu menyesal atas pernikahan kita?" tanya Saka sambil menatap Adeeva. Meski akhirnya menyesali pertanyaan itu karena melihat mendung di wajah sang istri. Perempuan itu membalas tatapannya. Lama mereka saling diam. Sampai akhirnya Adeeva menjawab.

"Tidak ada yang patut disesali. Semua sudah berlalu. Aku malah takut Mas Saka yang menyesal."

"Dari aku tidak sama sekali. Mungkin ini jalan kita untuk menemukan pasangan. Buatku kamu sudah yang terbaik dan sesuai dengan harapanku. Apa kamu masih mencintai Keenan?"

Adeeva menghembuskan nafas kasar. Pertanyaan Saka lumrah sekali. "Aku tidak tahu, tapi buatku lebih baik menjalani pernikahan yang sudah kita jalani. Mas sudah bersedia melakukan hal sebesar ini untukku dan keluargaku. Sementara dia juga sudah punya pasangan. Bukan karena pekerjaan Mas Saka dan jabatan papa. Tapi janji pernikahan kita membuatku harus  menepatinya. Kecuali kalau Mas Saka memiliki seseorang diluar sana."

"Sampai saat ini aku tidak pernah membagi hati dengan perempuan lain. Meski ada sih satu atau dua orang yang mrnggoda meski tahu kalau aku sudah menikah. Tapi memang tidak semudah yang kita pikirkan untuk bisa saling jatuh cinta. Aku hanya ingin setia pada komitmen kita. Janji pernikahan bukan untuk dipermainkan."

"Tapi kuharap mas jangan berbohong, kalau nanti memiliki seseorang yang..."

"Jangan pernah berbicara seperti itu. Setelah pernikahan maka semua hubungan dengan lawan jenis harus dihentikan."

"Aku hanya tidak ingin Mas Saka tersiksa nanti."

"Aku baik-baik saja sejauh ini. Kuharap kamu juga. Kita berusaha saja dulu. Nanti kita bicara lagi kalau benar-benar sudah buntu. Kuharap, saat itu nanti kita tidak mencari orang lain untuk menjadi tempat bercerita. Pernikahan ini harus tetap berisi dua kepala, kamu dan aku."

Adeeva akhirnya bisa tersenyum. Ia menghargai keputusan Saka.

"Boleh aku bertanya tentang seseorang, Mas?"

"Siapa?"

"Amel."

Saka tertawa kecil. "Dia pramugari ditempatku bekerja, kan sudah kukasih tahu kemarin. Dari dulu dia suka aku. Mungkin menganggap bahwa pernikahan kita hanyalah untuk menutupi aib keluarga. Jangan pedulikan dia. Cukup percaya pada apa yang kukatakan."

"Tapi dia sering menghubungi, Mas Saka."

"Ya, beberapa kali juga kami bertemu di luar. Saat aku sedang bersama teman-teman. Kadang ada juga orang yang tidak percaya pada komitmen pernikahan yang sudah kita sepakati. Lalu mencoba merusak dengan beberapa kali menghadirkan Amel. Aku tidak mungkin memarahi orang dengan pemikiran seperti mereka apalagi di depan umum. Hanya bisa menjaga diriku sendiri dengan keluar dari pertemuan tersebut secepat mungkin. Kamu paham sampai disini?"

Adeeva mengangguk sambil tersenyum. Sebagai perempuan ia suka pada jawaban suaminya.

"Kamu? Apa ada laki-laki lain di luar sana yang suka?"

"Tidak, kalaupun ada aku pasti sudah menolak."

"Syukurlah. Pernikahan harus tetap dijaga oleh dua pihak. Kamu masih sangat muda. Perjalanan kamu juga masih panjang. Belum lagi kalau nanti bekerja, dimana kamu akan punya penghasilan sendiri dan tidak lagi bergantung padaku. Akan banyak sekali pria sukses yang kamu temui. Rata-rata mereka pintar merebut hati perempuan. Mungkin sebagian berusaha menarik perhatian kamu. Ingat saja, ada aku yang sudah memasangkan cincin dijari manis kamu."

"Mas apaan sih?" protes Adeeva dengan wajah memerah.

"Kenapa? Aku benar, kan? Aku bisa cemburu juga lho. Dan kamu harus hati-hati kalau itu terjadi." ucap Saka sambil menaikkan alisnya.

"Iya tapi aku tetap ingat kok kalau aku sudah bersuami." balas Adeeva kesal.

Kali ini Saka tertawa, ia suka sekali menggoda sang istri. Apalagi melihat semburat merah diwajah yang putih. Ditambah bibir yang mengerucut.

***

Hari-hari selanjutnya berlalu seperti biasa. Adeeva akhirnya wisuda. Kali ini Saka ikut mendampingi. Ia terlihat cantik saat mengenakan kebaya. Keenan dan Ratna tidak tampak hadir saat acara syukuran. Mereka masih menghindari bertemu dengan keluarga Adeeva.

Semua mengucapkan selamat. Ia bahagia, karena Saka sangat jarang bisa berkumpul saat ada acara. Ia bahkan lebih sering bersama ibu dan ayah mertuanya jika harus pergi ke pesta. Adeeva kini sudah berubah. Kalau dulu ia jauh dari make up. Tapi sekarang sudah belajar untuk menggunakan. Meski masih tipis, karena Saka tidak suka ia berlama-lama di depan cermin.

Adeeva juga mulai merasakan sikap posesif sang suami. Kemarin saat wawancara pekerjaan, ia diantar sekaligus ditunggu. Dalam perjalanan pulang, Saka beberapa kali bertanya, apakah yang mewawancarai sudah tua? Ia hanya tertawa, namun melihat Saka cemberut segera berhenti.

Hari inipun begitu. Ibu mertua dan mamanya mengundang beberapa kenalan mereka. Saka selalu berdiri di sampingnya. Bahkan kadang memeluk pinggangnya. Sesuatu yang sedikit aneh bagi Adeeva. Tapi ia memilih membiarkan. Rasanya menyenangkan saat tahu ada seseorang yang menginginkannya.

Sesampai di rumah saat membersihkan wajah, Saka menunggui di sampingnya.

"Yang pilih kebayanya kemarin siapa?"

"Mama Desi, kenapa?" jawabnya sambil menyebut nama sang mertua.

"Lain kali jangan mau dikasih kebaya yang menerawang gitu ya. kelihatan semua badan kamu sampai ke dalam-dalam."

"Mas kenapa sih?"

"Kalau aku tahu tadi kamu pakai itu, aku sudah suruh ganti."

"Tapi kan tadi memang seragaman sama mama juga. Kan untuk foto keluarga kita."

"Iya, tapi kan kamu bisa nggak pakai yang begitu seksi."

Adeeva bangkit kemudian memunggunginya.

"Tolong bukakan kancingnya mas."

Meski enggan, akhirnya Saka membantu. Setelah semua terbuka, sang istri berkata pelan.

"Aku akan ingat nasehat Mas Saka. Janji nggak pakai kebaya seksi lagi."

"Aku minta maaf, tidak bermaksud membuat kamu tidak nyaman. Baju kamu bagus kok, tapi kalau pakainya saat cuma kita berdua."

"Ya sudah, aku mandi dulu."

"Bareng." Rajuk Saka.

Adeeva hanya mengangguk. Saat keduanya bangkit pria itu memeluk istrinya dari belakang.

"Begini ya enaknya pacaran setelah kita menikah. Nggak perlu takut peluk dan pegang-pegang kamu. Terima kasih sudah mau menjadi istriku."

"Sama-sama mas."

***

Adeeva baru saja berpakaian, ini adalah hari pertamanya bekerja. Saka masih bertugas di Surabaya dan menginap di sana. Setelah memastikan semua rapi, ia segera ke luar dari kamar. Meski ada yang mengganggu pikirannya. Entahlah perasaannya tidak enak sejak tadi malam. Bahkan ia sampai menghubungi mamanya. Dan disarankan untuk berdoa saja.

Ia merasa akan terjadi sesuatu yang buruk. Tapi apa dan pada siapa? Apakah ini hanya kecemasan karena hari pertama bekerja? Mengingat banyak temannya juga pernah bercerita hal yang sama. Saat melihat jam dinding sudah hampir pukul delapan, bergegas ia meraih tas yang sudah ada di sofa.

Langkahnya sudah hampir mencapai pintu, ketika sebuah panggilan memasuki ponselnya. Mengira bahwa itu dari mama yang akan mengingatkan sarapan. Ia segera mengangkat dengan suara riang tanpa melihat kembali siapa yang menghubungi.

"Halo, Ma."

"Maaf, apa saya berbicara dengan ibu Saka Dirgantara? Kami dari kantor pusat Indonesia Air."

Seketika darah Adeeva serasa berhenti mengalir. Ada apa ini? Tidak biasanya seseorang dari kantor suaminya menghubungi ponselnya. Ia segera menghentikan langkahnya.

"Ya saya sendiri."

"Maaf sebelumnya, apa ibu sudah mendengar berita mengenai kecelakaan yang dialami oleh Kapten Saka?"

"Apa!? Maksudnya bagaimana? Suami saya kecelakaan? Di mana?" Adeeva panik seketika.

"Kapten Saka Dirgantara mengalami kecelakaan di jalan tol bersama enam kru lainnya saat hendak menuju bandara pagi ini. Terjadi tabrakan beruntun."

Seketika Adeeva merasa tubuhnya lemah. Sambil berpegangan pada sofa ia duduk.

"Bagaimana keadaan suami saya sekarang mbak?"

"Kami tidak berhak menyampaikan. Tapi siang ini keberangkatan ibu ke Surabaya sudah disiapkan. Silahkan datang saja ke bandara, di sana staff kami sudah menunggu untuk mengurus semua."

"Baik mbak, terima kasih." Hanya itu yang bisa keluar dari bibirnya.

***

Bersama ibu mertuanya, Adeeva berlari kecil sepanjang koridor rumah sakit. Beberapa orang polisi ajudan ayah mertuanya mengiringi langkah mereka. Sampai akhirnya tiba di depan ruang ICU.

Tubuh ibu mertuanya terkulai seketika saat melihat kondisi, Saka. Pria itu terbaring tak sadarkan diri dengan begitu banyak selang yang menempel ditubuh. Juga perban yang berdarah. Buru-buru dua orang ajudan perempuan mendekat dan mengangkat tubuh ibunda Saka yang pingsan lalu membawa ke ruang lain.

"Kalau mau melihat, ibu boleh masuk. Tapi harap menjaga ketenangan. Karena pasien mengalami benturan cukup keras dibagian kepala." ucap salah seorang perawat.

Pelan Adeeva melangkah memasuki ruangan yang terasa dingin. Bunyi beberapa alat seperti bersahut-sahutan. Ia masih tak percaya. Tadi pagi suaminya masih menghubungi saat baru bangun. mengucapkan selamat bekerja. Dan kini sosok yang ada di depannya hampir tidak dikenali lagi. Ia menggenggam jemari Saka yang terasa dingin.

"Kenapa begini, Mas?" bisik Adeeva ditengah derai airmatanya. Ia tidak punya kalimat lain lagi. Hanya bisa mencium punggung tangan itu dengan hati-hati. Ia merasa hancur saat melihat kondisi Saka.

***

Happy reading

Maaf untuk typo

28521

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top