7
Tiga bulan kemudian.
Adeeva meletakkan tas di atas meja. Tadi siang ia baru selesai sidang skripsi. Perempuan itu bersyukur, ditengah masalah kemarin, masih bisa menyelesaikan pendidikan sesuai harapan kedua orang tuanya. Semua tak lepas dari dukungan Saka sebagai suami. Hanya saja hari ini, pria itu tengah menjalankan tugasnya. Tapi tadi Adeeva sudah mengirimkan pesan. Bahwa ia telas lulus.
Apartemen terasa sepi. Namun akhirnya ia berpikir ulang. Kapan tempat ini ramai? Ketika Saka pulang pun mereka jarang berbincang. Kadang suaminya ke luar rumah dan bergabung bersama teman-temannya. Beberapa kali Adeeva diajak. Tapi akhirnya merasa bahwa itu bukan tempatnya. Meski kadang pulang setelah larut malam. Tak jarang ia mencium aroma alkohol pada kemeja suaminya. Namun memang tidak pernah sampai mabuk. Untuk satu hal tersebut Saka masih menjaga perasaannya.
Semua berjalan seperti biasa. Hanya saja akhir-akhir ini ia sedikit terganggu. Beberapa kali ada panggilan telfon dari seorang perempuan bernama Amel. Menurut Saka adalah pramugari ditempatnya bekerja. Namun suaminya itu mengatakan bahwa ia tidak perlu khawatir. Mereka hanya teman. Adeeva berusaha untuk percaya, namun tetap sulit. Mengingat dulu Keenan juga pernah mengatakan hal yang sama tentang Ratna.
Meski begitu ia tetap berusaha untuk percaya. Karena sampai saat ini perhatian Saka padanya tidak berubah. Bahkan juga pada orang tuanya. Saka bahkan setiap bulan menyisihkan sejumlah uang untuk diberikan pada mereka. Meski kedua orangtuanya tidak pernah meminta. Bahkan merasa risih. Tapi Saka berkata bahwa itu adalah tanggung jawab mereka sebagai anak.
Kembali wajah cantik itu menatap ke luar jendela. Bagi orang yang tidak tahu, pasti mengira ia sangat bahagia. Cantik, pintar dan memiliki seorang suami yang mapan. Belum lagi mertuanya yang berada dipuncak karier sebagai seorang polisi. Tapi apa yang terjadi sebenarnya? Ia merasa berada dalam ketidakpastian. Saka tidak pernah mengatakan sekalipun tentang kata cinta atau sayang.
Akhirnya Adeeva melangkahkan kaki menuju dapur. Ia segera membersihkan ikan. Berbekal ilmu memasak dari mama, kini merasa sudah lebih mahir di dapur. Hari ini Saka pulang, dan suaminya sangat suka sop jamur buatannya. Juga salad buah yang tidak boleh tertinggal. Saka bisa membuka kulkas berkali-kali bila ada salad. Rencana ia membuat itu saja. Segera jemarinya dengan lincah mencuci ikan
Sayuran sudah dipotong, tinggal mencuci dan mendidihkan air. Cukup lama berada di dapur sampai kemudian jam tiga sore semua selesai. Adeeva segera melepas apron lalu mandi. Akhirnya duduk diam di depan laptopnya. Mencoba browsing mencari lowongan pekerjaan. Ia masih fresh graduated. Tidak mungkin bisa memilih. Juga tidak ingin memanfaatkan nama besar keluarga Saka.
Berbekal informasi dari teman, ia membuka beberapa website perusahaan swasta yang tengah mencari karyawan. Sayang, semua mengharuskan pengalaman minimal dua tahun. Sementara ia punya ijasah saja belum. Akhirnya dengan kecewa, Adeeva memilih menutup kembali laptopnya.
***
Saka baru pulang dan memasuki lift. Ada perasaan lega saat bisa selesai bertugas. Senang karena kini ada seseorang yang menunggu di rumah. Tahu kalau istrinya tidak pernah ke luar jika ia akan pulang. Adeeva adalah istri yang baik. Dan sejauh ini ia merasa nyaman menjalani pernikahan dengannya.
Bergegas pria itu memencet bel. Hingga kemudian pintu terbuka. Seperti biasa Adeeva akan segera mencium punggung tangannya dan menarik koper ke dalam. Saka segera mandi, sementara istrinya akan membongkar isi koper. Meletakkan pakaian kotor di keranjang. Lalu menyiapkan makanan. Karena ini masih jam empat sore, maka salad adalah menu yang harus ada.
"Kamu tahu nggak kenapa aku suka salad?" tanya Saka begitu menyendokkan buah ke dalam mulutnya. Adeeva menggeleng.
"Rasanya ada manis, asam dan segar dari buah. Jellynya terasa kenyal dan nyaman sekali ditenggorokan. Apalagi saus buatan kamu itu juara banget."
Adeeva hanya tersenyum.
"Di luar sana, aku harus makan di resto. Aku kurang suka penyedap. Karena itu sangat suka kalau kamu masak. Lidahku rumahan banget."
"Waktu belum menikah?"
"Sebenarnya kurang suka. Tapi mau bagaimana lagi. Makanya kadang mama mengirim makanan. Lidahku jauh lebih kacau daripada Keenan. Dia bisa makan apa saja dan di mana saja. Beruntung kamu suka ke dapur. Masakan kamu tuh enak banget." Mendengar pujian itu tak urung sang istri tersenyum. Sesuatu yang sangat disukai Saka.
Meski sampai saat ini ia belum mengatakan apapun tentang perasaan, baginya pernikahan ini menyenangkan. Bisa memiliki istri yang benar-benar pintar mengurus dirinya dan rumah mereka. Membuatnya selalu rindu untuk pulang. Terutama menikmati kegiatan di atas ranjang bersama Adeeva.
Meski di luar sana begitu banyak yang ingin menahan langkah Saka. Namun hatinya telah terpaut pada seorang Adeeva. Pernikahan mereka memang tidak disengaja, namun sudah menjadi takdir masing-masing. Ada hal yang membuatnya belum sanggup mengatakan sayang ataupun cinta. Ia belum yakin pada perasaannya sendiri. Jangan sampai kelak, ia malah menyakiti Adeeva. Namun berjanji dalam hati, ketika siap, ia akan segera mengatakan. Karena bagi Saka, kata cinta adalah sesuatu yang sakral, dan pernikahan mereka juga baru berjalan empat bulan.
Ia menghargai usaha Adeeva juga dalam menjalani pernikahan mereka. Istrinya memang sudah siap menikah, tapi tentu saja ketika itu bukan ia yang menjadi calon suami. Tapi hingga kini Saka bisa menilai. Bahwa Adeeva juga serius dalam menjalani rumah tangga mereka.
"Mas libur sampai kapan?"
"Lusa sudah harus terbang. Oh ya, tadi aku ada bawa krupuk kuku macan. Nanti kamu bagi ya buat mama dan mama kamu. Kita antar saja nanti malam. Aku juga sudah lama tidak ketemu mereka."
"Iya, tadi pagi aku di telfon mama. Katanya suruh datang untuk sekalian ambil jamu."
Saka tertawa, mamanya memang selalu seperti itu. Perhatian pada Adeeva. Seakan sangat takut kalau rumah tangga mereka berakhir. Ia tahu, kalau mamanya sangat menyayangi istrinya. Merasa punya teman bicara tentang banyak hal. Meski masih cukup muda, namun Adeeva terlihat sangat dewasa. Saka suka dengan sikapnya yang sangat menghormati orang tua.
***
Saka terburu-buru memasuki apartemen sepulang bekerja, dan merasa lega saat Adeeva berada di sana.
"Kamu siap-siap. Kita ke rumah mama. Sekarang juga!"
Perempuan itu menatap heran, namun tak urung memasuki kamar dan berganti pakaian. Wajah Saka mengeras di sepanjang perjalanan. Tidak ada kalimat apapun yang terlontar. Adeeva merasa tegang meski tidak tahu apa masalah sebenarnya. Ia ingin bertanya tentang alasan mereka harus ke rumah mertuanya dengan terburu-buru. Bahkan Saka tidak sempat makan dan berganti seragam.
Sesampai di sana salah seorang ajudan membukakan gerbang. Saka menggenggam erat jemari istrinya. Dan saat berada di dalam, Adeeva terkejut. Ia diam mematung, tidak tahu harus berkata apa. di sana Keenan menatapnya sekilas kemudian tertunduk. Di sampingnya ada Ratna yang tengah hamil. Kedua mertuanya menatap dingin pada pasangan tersebut.
Adeeva masih terpaku, tidak sanggup berkata apapun. Namun langkah Saka yang tegas mendekati pasangan tersebut.
"Kamu seharusnya berbahagia karena aku tidak sempat melepaskan seragam. Kalau aku mengenakan pakaian biasa seperti kamu, aku sudah memukulmu habis-habisan. Orang paling pengecut yang pernah kukenal." Desis Saka menahan marah. Wajahnya memerah dan keringat membanjiri tubuhnya. Adeeva hanya bisa mengelus punggung pria itu. Mencoba meredam rasa marah Saka. Meski ia sendiri merasa tidak sanggup menahan diri.
"Duduk Deeva." Perintah ibu mertuanya dengan suara lembut. Ia segera duduk di salah satu kursi yang kosong. Kemudian menarik jemari Saka untuk mengikuti.
"Kemana saja kamu selama ini?" tanya sang ayah.
"Tinggal di Lombok."
"Lalu kenapa pulang? Kehabisan uang, kamu?"
Keenan menunduk.
"Papa tidak menyangka kamu masih berani pulang, setelah apa yang sudah kamu lakukan."
"Kami minta maaf, sudah membuat papa dan mama malu."
"Bukan cuma kami, tapi juga keluarga Adeeva. Kalau kamu sudah mencintai orang lain, kenapa nggak ngomong? Akan lebih mudah membatalkan saat beberapa bulan sebelumnya dari pada tiga hari sebelum hari H."
Kembali ruangan itu hening.
"Lalu apa mau kamu setelah ini." tanya Pak Dirgantara.
"Aku kehabisan uang, dan Ratna sedang hamil."
"Baik, papa beri kamu uang, berapa cukup?"
"Tolong berhentilah membuatku jadi pengangguran, pa. aku bukan kriminal. Papa membuat seluruh lamaran pekerjaanku ditolak."
"Apa lagi?"
"Tolong restui pernikahan kami. Bagaimana pun Ratna adalah istriku sekarang. Dan dia sedang hamil, cucu papa dan mama."
"Permintaan kamu yang pertama akan papa penuhi. Tapi tidak untuk yang kedua dan ketiga. Gara-gara kamu kehidupan banyak orang menjadi hancur. Ambilkan uang di dalam, Ma. Sepuluh juta saja."
Keenan menatap papanya tidak percaya. "Pa."
"Itu cukup untuk membiayai hidupmu bulan ini. Setelah itu carilah pekerjaan, untuk memberi mereka makan. Silahkan gunakan keahlian kamu. Dan jangan kembali kemari kalau masalahmu hanya tentang uang dan pekerjaan. Karena masalah itu kamu sendiri yang menciptakan. Papa sudah cukup pusing memikirkan orang Indonesia yang tidak taat hukum. Jangan sampai kamu menambah satu beban lagi."
"Pa, saat ini kami tidak punya apa-apa."
"Kamu masih punya rumah, kan? Meski dulu kamu membeli untuk Adeeva. Tinggallah di sana. Karena rumah itu tidak ditempati."
"Tapi rumah itu masih kosong."
"Itu tugas kalian untuk mengisinya. Tugas papa membesarkan, menyekolahkan kamu. Setelah itu selesai. Dan jangan berharap akan harta warisan. Karena apa yang papa dan mama punya semua milik negara. Masmu Saka bisa beli apartemen karena dia bekerja keras. jadi jangan manja kamu. Kalau sudah selesai, silahkan pulang."
Adeeva menatap pasangan di depannya dengan rasa sakit yang tak terkira. Ia menangis tanpa suara. Ibu mertuanya segera mendekati, kemudian memeluknya.
"Maafkan anak, mama. Tidak seharusnya kamu menangis karena dia."
Keenan dan Ratna akhirnya ke luar. Sementara Pak Dirgantara kembali memasuki mobil dinasnya. Mengabaikan pasangan yang tengah menunggu taksi di depan rumah. Ia benar-benar kecewa pada Keenan. Saka kemudian ke luar dan menemui pasangan tersebut.
"Ngapain kamu di sini?"
"Nunggu taksi online mas."
"Saya cuma minta satu hal. Jangan lagi mengganggu Adeeva. Kalau kamu butuh sesuatu, tahu kan di mana bisa menghubungi saya?"
"Terima kasih banyak mas."
Saka mengeluarkan dompetnya. Kemudian menyerahkan sejumlah uang untuk Keenan.
***
Happy reading
Maaf untuk typo
26521
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top