6
Saya baru paham, efek kambing direndam nenas.. hahahahaha
Terima kasih atas doa-doanya. Puji Tuhan saya sudah jauh lebih baik. Jadi mulai bisa menulis lagi. Meski belum bisa lama-lama di depan laptop.
***
Wajah Adeeva memerah saat turun ke lantai satu. Apalagi wajah ibu mertuanya yang melirik sambil tersenyum.
"Lho, Mbak Adeeva keramas lagi? Bukannya tadi malam baru keramas, Mbak?" celetuk Narti.
"Narti! Ssst!." Potong Desi Dirgantara sambil menatap tajam asisten rumah tangga kesayangannya. Membuat yang ditatap segera menyadari kesalahannya.
"Maaf, Mbak Adeeva."
"Nggak apa-apa mbak, kebetulan tadi pagi saya merasa masih bau daging." ucap perempuan itu dengan suara malu. Kemudian buru-buru naik kembali. Meski dengan langkah tertatih.
"Kamu itu." ujar Desi sambil tersenyum lebar.
"Maaf, bu. saya keceplosan. Abisan keingat tadi malam mbak Adeeva baru keramas."
"Ya kan biasa, namanya juga orang sudah menikah."
Akhirnya para asisten rumah tangga lain hanya tertawa. Sementara Adeeva yang baru sampai di lantai dua tidak dapat menahan malu. Wajahnya yang masih merah memancing pertanyaan Saka.
"Kamu kenapa?"
"Malu."
"Kok bisa?"
"Iya, tadi dibawah ditanya, kenapa keramas lagi. Aku bilang badanku masih bau daging. Malah mereka ketawa."
"Ya, kalau aroma dagingku kan nggak masalah."
"Mas ih."
"Kamu nggak jadi buat teh?"
"Enggak,"
"Ya sudah, biar aku yagn turun. Kasihan kamu belum sarapan."
Saka bergegas turun dan menuju dapur. Di sana masih terdengar derai tawa dari beberapa ajudan dan asisten ibunya.
"Saka mau sarapan?" tanya sang mama.
"Iya, sekalian mau ambil sarapan Deeva."
"Oh, tadi dia turun mau sarapan? Ya sudah kamu duduk, biar mama yang siapkan."
"Nggak usah, aku saja, Ma."
"Jangan, biar mama sekalian buatkan jamu untuknya."
Saka akhirnya menurut. Dengan santai pria itu mengoleskan roti dan mengambil beberapa buah pisang. Sampai kemudian sang mama kembali mendekat dan bertanya dengan setengah berbisik.
"Sudah berapa kali?"
"Mama nanya apaan sih?" balas Saka tak suka. Apalagi menurutnya pertanyaan itu terlalu sensitive.
"Mama serius, biar mama bisa buatin jamunya buat kamu sekalian."
"Aku sudah dewasa ma, masak sih nanyanya gitu." Kali ini wajah Saka ikut memerah.
Namun Desi tidak peduli sambil terus menatap putra sulungnya. Meski akhirnya tak ada jawaban, perempuan itu kemudian menyerahkan dua gelas jamu.
"Yang gelas kecil untuk Adeeva, yang gelas besar untuk kamu."
"Masak sih paka jamu segala?"
"Supaya kamu dan istrimu sehat. Apalagi Adeeva, dia kan perempuan. Harus dirawat dari sekarang."
Kemudian dengan berbisik, ia berkata pada Saka, "Kamu paham kan kenapa papamu nggak pernah mencari perempuan lain? Karena mama tahu bagaimana cara menaklukanya. Maka ilmu itu akan mama turunkan pada Adeeva, supaya kamu nggak kemana-mana."
Saka hanya menggelengkan kepala, namun tak urung membawa kedua gelas tersebut ke lantai dua. diiringi senyum penuh kemenangan sang mama.
"Ini apa?" tanya Adeeva begitu Saka meletakkan nampan di atas meja.
"Pesanan mama, katanya harus diminum."
"Jamu?"
"Ya, kita masing-masing dapat satu gelas."
"Apa mama tahu ya mas?"
"Sepertinya. Kamu biasa minum jamu?"
"Biasa sih, dari waktu pertama mens dulu. Mbah uti membuatkan."
"Pahit?"
"Enggak, aromanya saja yang kadang nggak enak. Tapi sudah biasa sih." Balasnya sambil meminum jamunya sampai habis. Saka yang awalnya sedikit enggan akhirnya ikutan.
"Manis kok, ada rasa madunya." Komentar pria itu.
"Iya, nggak pahit kok. Mas sudah sarapan?"
"Belum, ini mau sarapan bareng kamu."
Keduanya kemudian menikmati sarapan sambil menatap halaman belakang.
"Spreinya kena darah nggak, Mas?"
"Nggak, cuma selimut saja sedikit. Itu juga karena punyaku. Kenapa?"
"Langsung dicuci saja. Nanti biar aku yang bawa ke bawah."
"Nggak usah, nanti biar mereka saja yang ambil kemari. Kamu nggak perlu turun. Nanti digangguin mama lagi."
Meski merasa tidak enak, Adeeva akhirnya mengangguk. Ia masih malu bertemu ibu mertuanya. Apalagi sejak kiriman jamu datang pagi ini. Dulu saja waktu pertama menikah ibu mertuanya tidak memberikan apa-apa.
Saka sendiri terlihat biasa saja, meski memang sejak tadi malam suaminya itu terlihat senyum-senyum sendiri. Seakan bahagia, tapi ia tidak tahu kenapa. Ia sendiri masih berusaha untuk menetralisir detak jantungnya.
Dua minggu ini Adeeva belajar banyak tentang kehidupan pernikahan. Mereka memang belum saling mencintai, tapi apa yang mereka lakukan sudah menunjukkan bahwa pernikahan ini adalah sesuatu yang nyata. Sejak awal Saka selalu memberinya nafkah dan tempat tinggal. Melakukan tugas sebagai suami sebagaimana seharusnya. Juga menyayangi dan memperhatikan kedua orang tua Adeeva.
Sesuatu yang sebenarnya diluar dugaannya. Dulu saat masih berpacaran dengan Keenan. Mantan kekasihnya itu tidak terlalu sering mengunjungi kediaman orang tuanya. Tapi Saka? Mereka baru menikah beberapa hari, sudah mengajaknya ke sana.
Meski rasa sakit dan marah itu masih ada, namun Adeeva merasa bahwa Saka sudah menunjukkan keseriusannya. Dan seperti nasehat mamanya, ia harus melakukan hal yang sama. Setidaknya, seandainya pun kelak pernikahan berakhir, mereka sudah berusaha.
***
Keduanya kembali dari rumah orang tua Saka pada hari kedua. Sebelum pulang, Adeeva mendapat banyak sekali wejangan. Termasuk cara merawat organ intimnya. Tak ketinggalan kursus singkat agar tetap terasa rapat. Meski dalam hati jengah, namun Adeeva berusaha terlihat santai. Ia sama sekali tidak menyangka jika ibu mertuanya sampai memperhatikan hal sekecil itu. Seperti kalimat terakhir sebelum memasuki mobil.
"Laki-laki itu sebenarnya nggak sulit. Sepanjang kamu selalu bersih, wangi dan rapat. Mereka akan sulit berpaling. Sisanya tinggal bagaimana kamu memperlakukan mereka."
Ia hanya mengangguk. Saat ini suaminya harus kembali bertugas.
"Hari ini aku akan ke KL. Menginap di sana satu malam. Lalu besok kembali ke Jakarta. Lusa baru pulang. Apa kamu tidak ingin mengunjungi orang tuamu?"
"Aku mau mengerjakan tugas skripsi saja. Tinggal bab penutup, Mas."
"Ya sudah, kalau mau keluar, kabari ya?"
Adeeva mengangguk.
"Oh ya, aku sudah gajian. Mau kamu yang simpan semua atau aku bagi seperti biasa?"
Adeeva terdiam sebentar, ini tidak pernah terlintas dalam pikirannya.
"Aku belum tahu bagaimana pembagian gaji Mas Saka."
"Biasanya kubagi tiga. Untuk biaya hidup, investasi dan tabungan. Kulihat dua minggu ini, biaya hidup kita tidak besar, bahkan cenderung lebih kecil daripada waktu aku masih sendiri. Jadi kupikir tetap akan kulanjutkan. Atau kamu mau membeli sesuatu? Perhiasan misal? Kita akan sering mengunjungi pesta. Kamu berhak kok untuk tampil sesuai keinginan kamu."
"Aku masih punya perhiasan, pemberian mama dari waktu kecil. Disimpan saja, mas."
"Aku kasih kamu untuk biaya rutin bulanan ya. nanti aku kasih perincian gajiku."
Adeeva mengangguk.
"Aku pegang dua puluh persen untukku sendiri. Uang belanja bulanan aku kasih ke kamu. Sisanya ada di dua rekening lain. Kamu pernah belajar investasi? Saham atau mata uang?"
"Belum pernah."
"Nanti aku ajari. Tapi sebaiknya selesaikan dulu skripsi kamu."
"Baik, mas."
Setelah Saka pergi, tak lama kemudian Adeeva menerima sejumlah uang melalui transfer. Ia cukup kaget karena jumlahnya banyak sekali. Ini bahkan lebih besar dari gaji papanya setiap bulan. Buru-buru perempuan itu mengirim pesan pada Saka.
Mas, ini sama tabungan? Jumlahnya besar sekali.
Tidak, itu uang belanja bulanan kamu. Kalau lebih, kamu simpan saja. Itu hak kamu.
Sementara Saka yang sudah berada di dalam mobil tersenyum kecil. Ia tahu bahwa Adeeva masih sangat polos. Pertanyaannya, kenapa Keenan tega mempermainkan perempuan selugu Adeeva? Yang menganggap uang lima belas juta rupiah saja begitu besar? Apakah karena kedua mertuanya bukan orang berada? Kalau itu alasannya seharusnya sudah dari dulu Keenan memutuskan hubungan.
Saat Saka ke rumah mereka, bisa dilihat dari tetangga yang menatap kagum pada keluarga mertuanya. Apa Keenan tidak merasa kasihan sama sekali? Apa benar penjelasan papa, bahwa semua adalah cara Keenan membalas dendam pada keluarga besarnya? Saka belum menemukan jawaban apapun, kecuali Keenan tak suka karena ia menikahi Adeeva.
***
Adeeva menghitung secara cermat bahan makanan yang baru saja dibeli. Semua sesuai Saka. Suaminya suka jamur dan ikan. Entah itu ditumis atau dimasak sop. Selain itu juga ada beberapa jenis buah-buahan. Saka suka makan salad. Kemarin Adeeva membuatkan dan habis dalam satu hari.
Setiap saat ia belajar tentang Saka. Apa yang disukai dan tidak disukai. Hanya saja sampai saat ini tidak ada aturan atau permintaan yang berlebihan. Semua biasa saja, kecuali hal dimana ia sudah melakukan tugas sebagai seorang istri di tempat tidur.
Mereka bagaikan dua orang asing yang tinggal di dalam satu rumah dan sudah disahkan dalam ikatan perkawinan. Apakah seperti ini kehidupan pernikahan? Ia mengantar Saka saat akan berangkat bekerja. Menunaikan tugas dan tanggung jawab sebagai istri, meski suami sedang tidak di rumah. Lalu apa lagi?
Pembicaraan mereka tidak pernah meningkat. Hanya sekedar bertanya apa yang dilakukan hari ini. Ia juga tidak menemukan tatapan penuh cinta atau memuja seperti yang dilakukan Keenan dulu? Mengingat itu, Adeeva tersenyum sinis. Ada perbedaan besar, bisiknya dalam hati. Mantan kekasihnya itu membuat dirinya merasa kalau begitu dipuja dan dicintai. Diharapkan namun akhirnya dihempaskan ke dasar jurang yang tidak tahu dalamnya seperti apa.
Lalu peran apa yang sedang dijalaninya sekarang? Apakah Saka tersiksa dengan pernikahan mereka? Atau pria itu justru merasa biasa saja? Ditatapnya kembali barang-barang belanjaan dari pasar. Ini membuktikan bahwa ia sudah melakukan sebagian tugas dari seorang istri. Bagaimana kelak jika Saka menemukan seseorang yang dicintainya? Apakah pernikahan ini akan berakhir? Apakah ia akan kembali terhempas sendirian? Adeeva tidak punya jawabannya.
Ia tidak ingin melambung terlalu tinggi. Punya mertua seorang pejabat dan suami seorang pilot. Dimata banyak orang ia sudah meraih setengahd ari mimpi para perempuan di luar sana. Lalu bagaimana kalau kelak ini semua harus ia lepaskan kembali? Mungkin bukan dia, tapi Saka. Suaminya tampan dan mapan. Begitu banyak perempuan di luar sana yang memuja. Apakah ketika itu nanti, ia masih punya alasan untuk bertahan? Adeeva menatap resah pada langit yang sudah menjelang siang.
***
Happy reading
Maaf untuk typo
24521
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top