4
Adeeva ke luar dari apartemen jam sepuluh pagi. Hari ini ia harus ke kampus karena ada janji temu dengan dosen pembimbing. Saka benar, apartemen ini dekat dengan stasiun. Ia hanya perlu berjalan kaki sebentar. Sedikit lebih menyenangkan daripada harus berada di rumah mertuanya yang tinggal di sebuah perumahan mewah.
Ia paham, perbedaan mereka terlalu jauh. Ayah mertuanya sering tampil di televisi. Demikian juga ibu mertuanya yang dikenal sebagai salah seorang sosialita, karena merupakan cucu seorang pahlawan nasional yang berasal dari keluarga kaya. Siapa Adeeva? Yang hanya putri seorang karyawan biasa. Masih beruntung ia diterima sekarang.
Tiba di kampus, beberapa teman sengkatannya terlihat berkasak-kusuk. Ia tahu bahwa mereka membicarakan pernikahannya. Beberapa orang segera berkata dengan suara lantang.
"Pilot memang lebih menjanjikan daripada pegawai swasta. Pantas saja selingkuh. Nggak kasihan apa sama cowok yang sudah nunggu sekian tahun. Kalau memang nggak suka, mending dari dulu diputusin."
Kalimat pedas itu diucapkan oleh, Corry. Salah seorang perempuan yang mengejar-ngejar Keenan sejak dulu. Adeeva berhenti sejenak, meski akhirnya memilih mengabaikan. Ia langsung menuju lantai dua. tempat dosen pembimbingnya sudah menunggu. Orang tidak akan tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dan ia juga tidak berniat menceritakan. Apa yang dilakukan Keenan adalah aib yang menyakitkan.
Ia juga tidak akan sering datang kemari. Hanya dua atau tiga kali seminggu. Setelah itu takkan bertemu mereka lagi. Sesampai di depan ruang dosen pembimbing, ia menunggu. Karena sudah ada mahasiswa lebih dulu yang berkonsultasi.
***
Saka turun dari mobil bersama beberapa crew. Meski masih sangat pagi, suasana bandara sudah mulai ramai. Menjelang akhir tahun seperti ini banyak orang bepergian. Memanfaatkan liburan bersama orang terdekat. Beberapa orang menyapa dan segera dibalas dengan senyum lebar. Tempat ini sudah seperti kantor baginya. Apalagi dengan pakaian dinas, semua orang tahu posisinya.
Beberapa rekan di ruang khusus crew, memberi selamat atas pernikahannya. Saka menguvapkan terima kasih. Termasuk beberapa pilot senior yang juga akan terbang. Sesaat kemudian Saka segera memeriksa dan menandatangani dokumen. Menatap cuaca yang terlihat tidak terlalu bersahabat dari sebuah layar. Menyapa co–pilot yang bertugas bersama juga para pramugari dan pramugara. Sampai kemudian mereka segera memasuki mobil, untuk diantar ke pesawat. Selesai melakukan pemeriksaan rutin terhadap beberapa bagian pesawat, pria itu segera masuk ke cockpit.
Tak lama pesawat sudah lepas landas. Saka menatap layar dan beberapa tombol yang ada di depannya. Saat ini mereka berada pada ketinggian 36 ribu kaki. Pesawat akan menuju Manado, dan transit di Makassar.
"Kemarin banyak yang kaget ya, waktu hadir di pernikahan." Co-pilot Sonny langsung bertanya padanya.
Saka hanya tersenyum kecil. Ia tahu bahwa semua orang penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi. Akhirnya ia menjelaskan.
"Adik saya kabur menjelang pernikahan. Saya tidak tega melihat keadaan calon istrinya dan kedua keluarga kami. Akhirnya saya mengambil keputusan ini."
"Apa keputusan itu tidak terburu-buru? Maksud saya, dengan masa depan anda Capt."
"Ya, keputusan diambil dalam waktu singkat. Tapi saya sudah memikirkan sebelumnya."
"Banyak yang patah hati sepertinya."
Saka tertawa, memilih tidak menanggapi. Ia sendiri masih tidak percaya dengan keputusannya. Memilih menatap langit pagi dari ketinggian. Menembus awan untuk mencapai tujuan. Dalam hati ia bertanya, ke mana Keenan? Sedang apa Adeeva? Bagaimana dengan kehidupannya selanjutnya?
***
Adeeva tiba di apartemen saat hari hampir sore. Niat untuk memasak akhirnya punah. Tidak ada yang bisa dimasak karena belum belanja. Ia juga tidak berselera makan apapun. Ditatapnya cincin pernikahan yang kini melingkar dijari manisnya. Ada nama Saka terukir di sana. Statusnya sudah berubah, tapi perasaan terluka itu masih tetap besar. Entah sampai kapan. Lama ia berbaring meringkuk di sofa. Membayangkan apa yang telah terjadi sepanjang hari ini. Sedih mendengar komentar orang yang tidak tahu permasalahannya.
Kini malah ia yang menerima celaan. Bahwa telah berselingkuh dengan Saka. Alangkah tidak adil hidup ini. Kenapa malah pelaku yang mendapatkan simpati? Sementara ia yang menjadi korban malah dihujat banyak orang. Apa salahnya? Sibuk dengan pikiran sendiri, Adeeva lupa memasak. Malam itu, berakhir dengan memakan mie instant yang dibeli kemarin di supermarket.
Keesokan paginya, buru-buru ia bangun dan berangkat ke pasar terdekat. Meski uang yang diberikan Saka cukup banyak, ia tidak mungkin bersikap sebagai nyonya besar. Beruntung, sejak dulu, Adeeva sering membantu mamanya berbelanja ke pasar. Jadi paham apa saja yang harus dibeli. Terutama pesanan Saka yang sudah dicatat baik-baik.
Pulang dari pasar ia memasukkan semua belanjaan dengan rapi ke dalam kulkas besar. Kini, isinya sudah menunjukkan kalau apartemen itu berpenghuni. Saka mengatakan kalau ia akan pulang nanti malam. Adeeva memutuskan memasak sayur sop. Karena menurutnya itu yang termudah.
Selesai membereskan dapur, ia segera mandi dan akhirnya tenggelam dalam rutinitas mengerjakan skripsi. Banyak yang harus diperbaiki. Berusaha mengumpulkan serpihan konsentrasi yang tersisa. Setidaknya ia harus lulus tepat waktu. Agar bisa bekerja. Dengan demikian tidak perlu menggantungkan hidup sepenuhnya pada penghasilan Saka. Ia masih punya rasa malu untuk tidak menumpang hidup.
Pukul delapan malam, Saka pulang. Adeeva mencium punggung tangan suaminya. Pria itu tampak letih. Selesai pria itu mandi Keduanya makan bersama.
"Masakan kamu enak." Puji Saka. Meski bukan penggemar daging, ia tidak ingin mengecewakan sang istri. Hanya saja ia tidak memakan bersama nasi.
Adeeva hanya mengangguk. "Terima kasih mas." Namun melihat sang suami hanya memakan jamur dan sayur, tak urung ia bertanya.
"Mas tidak suka daging?"
"Aku mengurangi konsumsi daging merah. Dengan alasan kesehatan sebenarnya. Tapi kalau sesekali bolehlah. Kalaupun makan, maka tidak bersamaan dengan karbohidrat."
Kembali Adeeva menghembuskan nafas lega. Karena tadi sempat membeli ikan.
"Seharian kamu ngapain?"
"Tadi ke pasar. Beresin rumah. Habis itu mengerjakan skripsi."
"Besok aku terbang sore. Kamu mau main ke rumah orang tua kamu?"
"Boleh, sekalian ambil pakaian."
"Kalau begitu siap-siap pagi ya. setelah sarapan kita langsung ke sana."
Adeeva mengangguk. Dan akhirnya makan malam selesai ia segera membereskan meja makan. Sementara Saka memilih menonton televisi di ruang tamu. Saat melihatnya selesai, Saka memanggil.
"Duduk sini."
Kembali perempuan itu menurut. Menatap kosong pada layar televisi di depan mereka.
"Papa sudah menemukan Keenan. Dia di Lombok sekarang. Kamu kenal dengan perempuan bernama Ratna?"
Seketika tubuh Adeeva menegang. Ia sangat mengingat nama itu. Keenan pernah memperkenalkan mereka. Gadis itu seorang selebgram. Cantik, tinggi dan kalau tidak salah mantan finalis beberapa ajang pemilihan putri kecantikan.
"Ya, kami pernah kenalan."
"Keenan pergi bersama perempuan itu. Apa mereka sudah kenal lama?"
Adeeva menarik nafas panjang, kemudian menghembuskannya dengan lambat. Dadanya masih terasa sesak.
"Aku kurang tahu, kami dikenalkan hampir setahun lalu. Kata Keenan salah seorang model produk perusahaan tempatnya bekerja."
"Jangan berharap Keenan akan kembali. Menurut papa mereka sudah menikah tadi pagi."
Adeeva menunduk sambil mengiggit bibirnya. Kali ini airmata itu kembali jatuh.
"Maaf kalau berita ini mengecewakan kamu."
"Ini kenyataan mas. Aku tidak bisa merubah apapun."
"Kamu ingin menemuinya?"
Adeeva menggeleng. "Untuk apa? Tidak ada gunanya lagi. Jelas-jelas dia tidak menginginkanku."
"Bagus kalau kamu berpikiran seperti itu. Aku hanya penasaran dengan alasannya. Meskipun sudah bisa menebak."
"Bisakah kita tidak membicarakannya, Mas?"
"Tentu saja." jawab Saka cepat. Ia hanya tidak ingin, kalau Adeeva mendengar berita ini dari orang lain
***
Adeeva menatap langit-langit kamar yang temaram. Berita yang disampaikan Saka tadi mengganggu pikirannya. Tak lama setelahnya, ia membuka Instagram milik Ratna. Ya, disana ada sebuah foto, sepasang jemari mengenakan cincin pernikahan. Yang tanpa ada nama siapapun, ia tahu kalau jemari itu milik Keenan. Ada bekas luka dipunggung tangan pria itu yang sangat dikenalnya.
Marah? Ya! kecewa dan malu karena dikhianati lebih terasa sekarang. Bagaimana mereka merencanakan semua ini dibelakangnya? Apa kesalahan yang telah dibuat olehnya? Kalau boleh ia ingin menangis malam ini. Tapi itu akan membuat Saka kesal. Karena suaminya pasti butuh istirahat.
***
Di sebuah villa, sepasang anak manusia baru selesai melepaskan hasrat mereka. Keenan mengecup kening Ratna dengan lembut.
"Thank you." Bisik pria itu.
Ratna hanya mengangguk. Kemudian perempuan itu bangkit dari ranjang menuju kamar mandi. Membiarkan sang pria yang baru tadi pagi sah menjadi suaminya berbaring.
"Kolom komentar kamu masih di nonaktifkan?" teriak Keenan dari dalam kamar.
"Masih, kenapa?"
"Sepertinya papaku sudah tahu kita di mana."
"Tahu dari mana?"
"Status kamu."
"Masak sih? Mereka bisa tahu itu adalah kamu? Berapa akun yang mereka ikuti?"
"Jangan lupa, papaku petinggi di kepolisisan. Bersiap-siaplah setelah ini."
"Apa mereka akan membekukan rekening kita?"
"Kurasa tidak, tapi aku belum tahu rencana papa."
Ratna menghembuskan nafas kesal.
"Apa kita akan pulang setelah ini?"
"Tidak, kita akan tetap di sini."
Kali ini Ratna tertawa kecil. "Aku senang sekali kalau kita tidak perlu kembali ke Jakarta. Aku suka tempat ini. Sangat sempurna untuk membangun keluarga kecil kita."
***
Happy reading
Maaf untuk typo
20521
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top