18



"Ayo sarapan, Ka." Ajak Pak Dirga.

"Iya, Pa." balas Saka sambil mengarahkan kursi roda di hadapan sang ayah. Adeeva segera menyiapkan roti dan jus tanpa gula untuk suaminya.

"Kaki kamu masih sakit?" tanya ibu mertuanya saat melihat langkah Adeeva yang sedikit pincang.

"Sudah mendingan, Ma."

"Memangnya kenapa? Maaf tadi malam mama lupa tanya."

"Kelamaan pakai high heels. Aku biasa pakai flat shoes." jawabnya sambil tersenyum.

"Lain kali pakai yang datar saja. Mama lupa kamu jarang pakai seperti itu. Lagian kamu kan lumayan tinggi. Tapi bener lho tadi malam kamu cantik sekali."

"Terima kasih ma."

"Memang kalau mau cantik itu harus sedikit tersiksa. Mama juga kalau harus pakai kebaya suka susah duduk dan sesak nafas. Apalagi pakai kamisol yang berkawat. Tapi kalau nggak pakai itu badan nggak membentuk. Namanya juga kita perempuan."

"Makanya harus dibiasakan." Timpal Ratna sambil melirik tak suka.

"Buat mama sih nggak apa-apa. Adeeva kan memang jarang ke luar juga. Senyamannya dia saja."

Adeeva hanya tersenyum sambil menunduk. Beruntung ibu mertuanya masih selalu membela. Mungkin paham bahwa Ratna terlihat jelas selalu ingin menyerangnya.

"Bagaimana dengan kesehatan kamu, Ka?" tanya Pak Dirgantara mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Sudah jauh lebih baik, Pa. Sekarang mulai bisa bangkit sendiri kalau mau pindah dari kursi roda ke kasur. Kaki juga sudah lebih nyaman saat digerakkan. Mudah-mudahan beberapa bulan lagi, aku bisa pakai tongkat."

"Ada rencana kembali ke dunia penerbangan lagi nanti?"

"Tergantung rekomendasi dokter. Aku berharap sih masih bisa."

"Mau kembali ke maskapai yang kemarin?"

"Mungkin aku akan cari yang baru. Atau mencoba di privat jet dulu. Karena kenal dengan beberapa pemilik. Tapi nantilah kalau sudah benar-benar sembuh baru dipikirkan. Lagian aku belum bicara dengan Adeeva."

Dirgantara hanya tersenyum. Ia menyetujui sikap Saka. Karena sang anak kini sudah berdamai dengan keadaanny. Sementara Keenan masih diam dan pura-pura sibuk sarapan. Ia tidak lagi punya kesempatan menyerang Saka. Terutama saat melihat bahwa sang kakak berangsur sembuh. Meski sedikit menyesal kenapa itu terjadi.

"Liburan akhir tahun, kalian sudah punya acara?" tanya Desi sambil menatap Adeeva.

"Aku dan Mas Saka belum bicara tentang itu sampai sekarang."

"Rencanaku sih mau menghabiskan bersama keluarga Deeva, Ma. Tahun kemarin kan di sini." Saka langsung menjelaskan.

Dirgantara mengangguk. "Berarti hanya papa dan mama saja nanti."

Mendengar itu wajah Keenan dan Ratna tampak kesal. Karena mereka tidak ditanya.

"Oh iya, kalian Sudah mau anniversary ya minggu depan. Mama baru sadar kalau pernikahan kita semua berada dibulan yang sama." Desi menimpali.

Saka dan Adeeva hanya tersenyum. Sementara Keenan dan Ratna memilih diam. Karena terlanjur kesal.

"Saka sudah menyiapkan kado untuk Adeeva?" tanya Desi.

"Kado pembukaan sih sudah, tapi kado utamanya mungkin nanti saat tanggalnya tiba."

"Kalian Keen? Ada rencana kemana? Nanti anak kamu boleh titip di mama saja kalau mau dinner." ucap Desi tulus.

"Belum ada rencana." jawab Keenan sambil menatap halaman belakang.

"Aku sih kepinginnya liburan, Ma. Lagian ada sebuah hotel yang sudah menawarkan endorse selama 2 malam." balas Ratna tidak mau kalah. Setidaknya ia tidak akan dipandang rendah oleh Adeeva.

"Wah, hebat kamu. Sukses terus ya."

"Pasti, manusia kan harus selalu bisa lebih sukses, Ma."

Selesai sarapan mereka kembali ke ruang tengah untuk mengobrol. Kecuali Adeeva yang lebih memilih membantu membereskan meja makan terlebih dahulu. Setelah selesai barulah ia ikut bergabung.

"Papa dan mama sekalian mau mengucapkan terima kasih banyak atas hadiah kamu kemarin kalian kemarin. Bagus sekali, Ka." ujar Desi

"Sama-sama, kami senang kalau papa dan mama suka." balas Saka.

"Kalung mama dengan yang punya Adeeva mirip, ya Ka." Lanjut Desi.

"Iya, aku kemarin lihat sebenarnya itu satu series. Mau beli samaan kan nggak enak. Akhirnya aku pilih yang sedikit berbeda." jawab Saka sambil melirik istrinya. Kalimat itu segera memicu ketidaksukaan Ratna.

"Kamu yang pilih?" sang ibu sedikit terkejut.

"Iya, Adeeva sendiri juga tidak tahu kalau aku membelikan untuknya."

"Aku di suruh ke ATM mencek saldo, Ma. Katanya lupa pin mobile banking. Ternyata Mas Saka masih punya kartu yang lain." Ujar Adeeva sambil melirik suaminya dengan wajah bahagia.

"Tapi kamu suka dengan surprise-ku kan?"

Adeeva hanya tertawa malu. Ratna semakin merasa panas.

Keenan yang sejak tadi merasa kesal akhirnya berkata. "Apa aku boleh bicara dengan papa dan mama bertiga saja?"

Kedua orang tuanya bertukar pandang. "Memangnya kalau ada masmu kenapa?"

"Ini sangat pribadi."

"Tentang?" tanya Desi.

Saka yang merasa sungkan akhirnya memilih memundurkan kursi rodanya. Adeeva segera ikut bangkit lalu pamit dan mendorong suaminya menuju pavilion. Setelah mereka benar-benar tidak terlihat, barulah Keenan berkata.

"Aku mau menanyakan sesuatu. Dulu Mas Saka dipestakan secara besar-besaran. Apa papa dan mama tidak ingin membuat pesta untuk kami?"

Kedua orang tuanya berpandangan. Dirgantara segera menatap putri bungsunya marah.

"Maksud kamu ngomong gitu apa?"

"Setidaknya papa dan mama memperlakukan Adeeva sama dengan Ratna."

"Dimana letak perbedaan perlakuan kami?"

"Kalau memang mama dan papa menganggap bahwa kami sama. Buatkan pesta pernikahan juga. Setidaknya syukuran yang mengundang keluarga dan teman-teman papa. Menyampaikan pada banyak orang kalau Ratna juga adalah menantu keluarga ini. Aku nggak enak disindir-sindir terus sama mertuaku."

Dirgantara menatap putra dan menantunya. Ia tahu ada kemenangan terlihat dimata Ratna. Dan kini pria itu benar-benar marah.

"Kalau kamu lupa, papa mau mengingatkan. Kami tidak pernah membuatkan pesta besar untuk Saka. Hanya menggunakan apa yang telah kamu tinggalkan agar semua tidak terbuang percuma. Papa tanya berapa uang yang kamu keluarkan untuk membuat pesta waktu itu. Berikan bukti pembayarannya, akan papa kembalikan dengan tunai. Kamu sudah mempermalukan keluarga, lalu sekarang membuat seolah kamu yang jadi korban.

Kamu adalah laki-laki, jadi harus punya sikap. Jangan pernah mengucapkan kalimat yang terkesan menghasut sehingga bisa memecah kerukunan keluarga di rumah ini. Dulu kamu yang memilih pergi begitu saja, lalu menikah diam-diam. Membuat Saka harus melanjutkan semua agar nama baik keluarga kita tidak tercoreng dimuka umum. Jangan pikir papa tidak tahu apa yang kamu lakukan sejak masmu sakit. Ingat satu hal, ada mantan istri tapi tidak ada mantan saudara. Dalam tubuh kalian mengalir darah yang sama." Teriak pria itu sambil menatap marah pada Ratna.

Seisi rumah besar itu kini terasa hening. Tidak ada lagi yang berani berbicara. Keenan menatap papanya dengan wajah merah menahan malu dan marah. Tak lama pasangan itu meninggalkan ruang tengah.

***

Adeeva dan Saka sebenarnya mendengar teriakan sang ayah. Karena mereka memutuskan untuk duduk di taman belakang. Keduanya saling menatap.

"Papa kenapa?" tanya Adeeva penasaran.

"Jangan dicampuri, Keenan bisanya cuma buat masalah. Sama dengan istrinya."

"Kok mas ngomong gitu?"

"Mau bagaimana lagi? Kenyataannya memang seperti itu. Entah kapan ia bisa benar-benar dewasa."

"Aku nggak ngerti."

"Dia suka memanipulasi, lalu ketemu perempuan yang sama. Jadi cocok."

"Aku makin bingung deh mas."

Saka menatap kesal pada istrinya. "Tadi malam dia mengirim pesan. Bertanya dengan tidak sopan, apakah kalung yang kamu pakai hadiah dari mama. Lalu kujawab, bukan! Kubeli dengan uangku sendiri. Dia marah-marah lalu mengatakan bahwa aku pembohong sengaja membuat kamu menjadi menantu kesayangan. Sehingga istrinya berhasil disingkirkan.

Kujawab, kalau tidak percaya. Aku akan menunjukkan bukti pembeliannya. Kemudian dia malah memblokirku. Makanya saat tadi mama bertanya tentang hadiah, lansung kujelaskan."

"Kadang aneh melihat Keenan yang sekarang. Aku juga nggak ngerti kenapa dia berubah. Dia sepertinya marah pada kita. Padahal dia sendiri yang membuat semua jadi seperti ini."

"Nggak usah dipikirkan, Ratna membawa pengaruh buruk padanya. Itu akibat kalau tidak tahu membedakan berlian dengan batu kerikil. Dia terpikat pada casing sebuah benda tanpa berpikir bagaimana kualitas sebenarnya. Aku pernah melihat Instagram Ratna, banyak foto-foto pakai bikini dan di kolam renang. Wajar kalau kemudian Keenan tertarik Namanya juga laki-laki. Tapi seharusnya ia berpikir tentang kepribadian yang ada dibalik sebuah kecantikan. Apa kamu tidak curiga waktu itu?"

"Kalau buat aku, itu kan wajar. Karena fotonya di pantai atau di kolam. Nggak pernah berpikir sejauh itu. Apalagi dia mengenalkan produk pelangsing tubuh, atau pemutih kulit. Menurut mas dari sisi pria mungkin yang berbeda."

"Ya jelas, bagi kami kaum pria. Pemandangan seperti itu harus dinikmati dan bagi yang berotak ngeres kalau bisa dicicipi. Kalau cuma mengiklankan sebuah produk, kan bisa pakai baju seksi saja. Dan dari sisi dia, itu adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan calon suami yang sesuai harapan."

"Tapi Keenan kan bukan pengusaha, Mas? Pasti ada hal lain."

"Bisa saja, mungkin dia iri melihat kebahagiaan kamu. Jangan lupa, Keenan memang tidak punya banyak uang, tapi posisi papa jelas membuat banyak perempuan ingin menjadi menantunya."

"Aku dulu nggak mikir sejauh itu."

"Kamu kan berbeda dengan mereka."

"Mas dulu kenapa langsung mau sama aku. Aku sama sekali nggak seksi. Menilainya dari mana?"

Saka tertawa sambil menatapnya lekat. "Kamu itu mudah dibaca. Sebagai laki-laki aku percaya dengan apa yang kulihat. Kamu seksi kok, pakai banget malah."

"Nggak ah, aku nggak pernah pakai bikini." Protes Adeeva.

"Jangan lupa aku sering lihat kamu nggak pakai apa-apa malah."

Adeeva tersenyum malu seketika, kemudian melempar Saka dengan tisyu. "Mas nyebelin."

"Kurang seksi apa coba istriku. Apalagi kalau kamu Sudah mendesah terus bilang, Mas aku mau sampai. Sambil mengigit bibir. Bikin aku kepingin cepat pulang, kalau lagi terbang."

Kesal dengan godaan Ssuaminya, Adeeva segera meninggalkannya dengan wajah memerah. Sementara Saka hanya tertawa karena senang berhasil menggoda istrinya.

***

Happy reading

Maaf untuk typo

20621

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top