17

"Deev, jadi mau ke luar?" tanya Saka saat melihat istrinya sudah rapi.

"Jadi, Mas. Mau titip apa?"

"Lusa papa dan mama akan merayakan ulang tahun perkawinan. Belikan mereka hadiah."

"Bagusnya dibelikan apa? Aku nggak pernah tahu hadiah untuk orang seperti mereka." Adeeva jujur tentang ini. Karena menganggap bahwa mertuanya sudah memiliki semua.

"Setidaknya kirim karangan bunga mawar bercampur lily. Mama suka keduanya. Atau belikan hadiah dua sekalian."

"Maksudnya masing-masing satu?"

"Ya, kalau buat mama tas warna hitam boleh. Papa sepatu nomor 42."

"Harus ke mal besar mas, kan mereka yang dipakai branded semua. Bareng aja kalau begitu."

"Kalau bareng aku harus sore, aku kan kerja kalau jam segini."

"Kalau begitu ku tunggu saja. Habis ini aku telfon Pak Agus untuk jemput. Jam empat bisa? Supaya nggak barengan orang pulang kantor."

"Boleh."

Adeeva akhirnya kembali meletakkan tasnya. Hal seperti ini kerap terjadi. Saat akan pergi, Saka kerap tiba-tiba ikut. Meski sebenarnya kesal, karena tanpa rencana. Namun Adeeva lebih suka berpikir positif. Apalagi untuk hal yang mereka bicarakan tadi. ia belum memahami selera keluarga mertuanya. Juga tidak pernah masuk ke dalam lingkungan seperti mereka. Sehingga kadang yang layak menurutnya, menjadi sebaliknya bagi Saka.

Sorenya mereka memasuki sebuah mal di Jakarta Pusat. Suasana tampak ramai. Adeeva mendorong kursi roda menuju beberapa gerai yang biasa dikunjungi Saka. Perempuan itu sedikit bergidik saat melihat harga yang tertera disana. Sebuah tas yang menurutnya bagus di banderol dengan tujuh digit di depan angka pertama.

Ternyata menurut Saka tidak ada yang cocok. Sehingga mereka berputar ke arah lain. Sampai kemudian keduanya berhenti di depan sebuah toko perhiasan. Dengan teliti Saka menatap benda-benda yang ada di dalam etalase. Akhirnya pilihan jatuh pada sebuah kalung berikut liontin beserta penjepit dasi. Kedua benda itu terlihat mirip, seakan memang sepasang. Saat melihat harganya, Adeeva kembali merinding.

Tanpa banyak bertanya, Saka menyetujui untuk membayar. Namun entah kenapa tiba-tiba pria itu memintanya pergi ke gerai ATM.

"Deev, coba tolong cek berapa saldo di dua rekeningku ini. Aku lupa pin mobile banking-nya. Jadi tidak bisa cek di ponsel." Kemudian setengah berbisik ia kembali berkata. "Pinnya tanggal ulang tahun kamu."

Perempuan itu menurut lalu segera beranjak dari sana. Setelah antri sejenak, Adeeva menatap tak percaya pada mesin yang ada di hadapannya. Saka memiliki uang sebanyak itu? Apa tidak salah? Selama ini gaya hidup suaminya terkesan sederhana. Ia memang tidak tahu berapa gaji Saka perbulan. Juga keuntungan bisnis yang selama ini digeluti. Setelah memotret jumlah uang di kedua ATM dan mengirim via WA, ia segera kembali ke toko perhiasan.

Saka hanya tersenyum, setelah selesai membayar mereka kemudian ke luar dan memilih untuk makan malam di salah satu restoran korea.

***

"Deev, menurut kamu. Apa yang paling mendesak dibutuhkan orang tua kamu?" tanya Saka menjelang tidur malam itu.

Adeeva menatap suaminya heran. Sebuah pertanyaan yang aneh menurutnya. "Maksud, Mas?"

"Ya, misal mau merenovasi rumah atau liburan?"

Kembali Adeeva mengerutkan kening. "Aku nggak pernah bertanya. Kami tidak pernah liburan jauh. Paling juga ke Ancol."

"Menurut kamu? Kan kalian sering bertemu."

Lama Adeeva diam, ia tahu kalau rumah orang tuanya di bagian belakang sudah bocor. Tapi butuh biaya besar untuk memperbaiki. Jelas tidak ingin membebani Saka. Apalagi suaminya sedang tidak bekerja.

"Deev? Ayo bilang. Mas serius."

"Tapi biayanya akan besar sekali."

"Kamu ngomong saja."

"Bagian belakang rumah papa sudah lama bocor." jawabnya ragu.

"Rumah papa dan mama tuh tipe 45, ya. Atau mau ditingkat sekalian?"

"Nggak lah mas, mereka sudah tua. Nanti bersihinnya susah."

"Ya sudah nanti aku akan bicara dengan seorang teman untuk menanyakan tentang renovasi."

"Nggak usah, mas juga lagi nggak kerja. Belum lagi biaya berobat dan terapi."

Saka tersenyum. "Kamu sudah melihat angka di dua rekening itu, kan? Lagian tadi aku membelikan hadiah yang cukup mahal untuk papa dan mama. Sebagai anak kita harus adil?"

"Tapi nggak sampai segitu juga."

"Kamu tenang saja, kalau aku sudah bilang bisa, artinya kita sanggup. Selesai dari pesta mama dan papa kita ke rumah orang tua kamu. Aku akan membicarakan ini dengan mereka."

Akhirnya Adeeva mengangguk. Meski dalam hati khawatir. Takut mereka terlalu boros.

***

Saat bangun pagi, Adeeva mengerjapkan mata. Seperti biasa ia menemukan wajah Saka yang begitu dekat dengan dadanya. Setelah tinggal di apartemen, suaminya selalu memeluk saat tidur malam. Kadang sampai terasa sesak. Namun ia tidak protes karena menikmati kedekatan mereka. Saat ingin melepaskan pelukan tangan Saka terasa ada sebuah benda di lehernya. Adeeva meraba pelan, ia terkejut. Kini ada sebuah liontin dan juga kalung berada di sana.

Bergegas perempuan itu bangkit dari ranjang lalu menatap cermin. Ya, kini ia mengenakan sebuah kalung yang sangat cantik. Tak sengaja matanya menatap Saka yang sudah bangun dan sedang menatapnya sambil tersenyum

"Mas yang pakaikan?"

"Iya."

"Belinya kapan?"

"Kemarin, waktu kamu pergi ke ATM."

"Tapi, ATMnya kan di aku?"

"Aku masih punya kartu yang lain, kan? Kamu suka?"

Adeeva kemudian menghambur ke dalam pelukannya. "Terima kasih, bagus sekali. Aku suka. Tapi kenapa harus beli lagi? Mas baru mengeluarkan uang sangat banyak untuk kado papa dan mama. Apa tidak terlalu boros? Sayang uangnya."

Saka kembali memeluk sambil mengecup keningnya lembut.

"Aku belum pernah membelikan apapun untuk kamu selama kita menikah hampir setahun ini. Kamu layak mendapatkannya. Anggap sebagai rasa sayangku ke kamu. Saat berada di titik nol kamu tetap bersedia mendampingi aku."

Adeeva tersenyum lebar lalu kembali ke tempat tidur. Ia menyurukkan kepala ke dalam pelukan suaminya. Lama mereka diam dalam posisi seperti itu.

"Aku tidak bisa membayangkan seandainya tidak menikahi kamu. Perempuan lain pasti sudah pergi menjauh saat tahu hidupku hancur. Apalagi sampai saat ini aku tidak bisa memenuhi kebutuhan seks kamu."

"Mas jangan ngomong gitu, kan pengobatannya bisa satu-satu. Buktinya masih bisa berdiri, kan?"

"Ya, tapi sepertinya nggak lama."

"Nanti kalau pinggul mas sudah benar-benar pulih, baru kita bisa tahu."

"Kamu masih sabar menunggu, kan?"

Adeeva mengangguk. Kemudian ia mengecup kedua pipi Saka. "Aku ingat nasehat mama. Pernikahan tidak selalu berisi kebahagiaan. Mungkin kita sedang mendapatkan cobaan supaya lebih kuat."

"Ya, aku sayang kamu. Terima kasih. Maaf aku hanya bisa menyenangkan kamu dengan cara seperti ini."

"Ini sudah lebih dari cukup untukku." Bisik Adeeva smbil menahan airmata. Tidak ingin terlihat sedih dihadapan Saka.

***

Pesta ulang tahun pernikahan Dirgantara dihadiri oleh banyak tamu penting. Dilaksanakan di sebuah restoran khas Indonesia. Semua terlihat senang, apalagi seluruh keluarga berkumpul. Adeeva cukup sibuk sebagai tuan rumah. Menyapa beberapa keluarga Saka. Ia segera disukai oleh banyak orang.

Malam itu mereka mengenakan seragam keluarga berbahan brokat berwarna Baby pink. Adeeva mengenakan gaun dengan lengan model off shoulder. Menampakkan bahu dan lengannya yang seksi. Ketika acara belum berlangsung, ia mendampingi mertuanya menerima tamu. Sementara Ratna terlihat sibuk berfoto dengan beberapa pejabat dan keluarga mereka. Ini adalah kesempatan langka untuk menunjukkan pada followers tentang posisinya sekarang.

Namun wajahnya segera berubah saat banyak yang sengaja menghampiri Saka dan menyalami Adeeva. Belum lagi saat melihat perhiasan yang dikenakan kakak iparnya tersebut. Sebagai pencinta berlian ia tahu berapa harga kalung yang terlihat berkilau di leher jenjang itu. Karena sudah lama mengincar. Sayang limit kartu kreditnya belum mencukupi. Dalam hati berkata bahwa pasti ibu mertuanyalah yang membelikan pada menantu kesayangan. Karena kalung mereka mirip.

Meski kesal, ia merasa tetap memiliki senjata ampuh untuk mengalahkan saingannya. Yakni putrnya yang sejak tadi kerap digendong oleh ibu mertuanya. Tapi itu tak juga membuat hatinya tenang. Pusat perhatian tetap Adeeva. Terutama karena semua orang menganggap ia seorang peri yang baik hati. Semua orang sibuk memuji sebagai perempuan yang cantik, baik itu wajah maupun hatinya. Dalam hati Ratna berkata, apa hebatnya? Adeeva masih bertahan pasti karena malas hidup miskin. Sedikit banyak ia tahu dari Keenan betapa kayanya seorang Saka dulu. Pantas saja mereka masih terlihat tidak kekurangan meski sudah beberapa bulan tidak bekerja.

Sepanjang acara beberapa kali ia menatap tak suka akan kehadiran Saka dan Adeeva. Meski tetap berusaha menampilkan senyum terindah. Apalagi saat melakukan sesi foto keluarga. Ibu mertuanya memperlakukan Adeeva bagaikan putri kandungnya, sementara Ratna tidak diperhatikan sama sekali. Kalaupun perlu sesuatu, pasti Adeeva yang dipanggil.

Pesta akhirnya berakhir pukul sebelas malam. Sebelum pulang Desi berkata.

"Kalian semua menginap di rumah mama, kan?"

Mereka mengangguk setuju.

"Saka ikut mobil papa saja. Keenan kan bawa kendaraan sendiri." Nada suara Dirgantara terdengar bagai perintah bagi mereka semua. Ratna cemberut saat memasuki mobil. Kembali merasa kalah oleh Adeeva.

***

Sesampai di rumah mertuanya, Adeeva segera duduk di sofa. Ia yang tidak biasa mengenakan high heels terlalu lama merasa kakinya pegal.

"Kaki kamu kenapa?" tanya Saka yang berada di depannya. Karena kamar di pavilion sedang disiapkan.

"Pegal, sakit."

"Sini'in kakinya."

Adeeva meletakkan kaki di atas pangkuan suaminya. Saka segera memijat betis dan telapak kaki sang istri. Ibu mertuanya yang kebetulan ke luar dari kamar segera berkata tanpa bertanya.

"Pakai lotion dong, Ka.  Supaya nggak kesat. Itu kulit kakinya Deeva sampai merah." Segera Desi Kembali ke kamar lalu membawa sebotol lotion miliknya. Saka melanjutkan memijat Adeeva saat Keenan dan Ratna datang. Adik iparnya segera melengos saat melihat.

"Kaki Adeeva kenapa, Mas?"

"Pegal katanya. Kok kamu lama?"

"Mampir beli susu si kecil dulu."

Ratna segera menarik Keenan ke lantai dua. Namun sebelum benar-benar melangkah menaiki tangga, pria itu masih sempat menatap tajam pada pasangan tersebut. Ada sesuatu yang mengusik perasaannya saat melihat kemesraan mereka. Apalagi sang kakak terlihat sangat menyayangi sang istri yang merupakan mantan kekasihnya. Semua tak luput dari perhatian Ratna.

***

Happy reading

Maaf untuk typo

17621

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top