4# Azimat - Mingyu (SVT)
Azimat... Apa itu Azimat? Yuk, kita cari tahu.
***
"Huaah~"
"Selamat pagi unnie (kakak).", nyahut adik ku.
"Pagi.", nyahutku kembali.
"Cepat siap-siap. Kalau tidak, ko bisa terlambat ke sekolah.", kata ibuku yang sedang mencuci piring.
"Ya. Oppa (Abang) mana?", tanya ku sambil merapikan seragam yang ku pakai.
"Oh. Dia sudah berangkat ke kuliah naik motor unnie.", kata adikku sambil mengunyah rotinya.
"Oh... Tunggu, apa?! Dia naik motor ku??"
"Ah (Ya.) Tadi pagi motor oppa rusak, jadi dia secara diam bawa motor mu ke kuliah.", kata adikku seperti Cctv yang sedang menyaksikan penculikan motor tadi pagi.
"Astaga! Aku bakal terlambat sekolah! Kenapa ibu tidak menghentikannya?!", kataku sambil membawa apel dan dengan segera pergi ke garasi.
"Salahmu sendiri! Udah terlambat masih nyalahin orang tua. Dasar tak tahu diri.", jawab ibuku sambil kembali mencuci piring. Aku pergi ke garasi untuk mencari kendaraan apa yang bisa ku berangkat ke sekolah, ternyata cuman ini satu-satunya... (Ada yang bisa menebaknya?)
Aku cepat-cepat pergi ke arah jalan ku ke sekolah, tentu saja jalan pintas. Sekarang jam 7.25 a.m. 5 menit lagi pagarnya bakal tutup. Aku berangkat sekolah dengan menaiki skateboard lamaku yang sudah tidak ku naiki lagi dan itu pun sejak aku ada motor baru ku.
Beberapa menit kemudian, akhirnya aku sudah sampai, tetapi percuma saja... Aku sudah terlambat! Pagarnya sudah tutup sejak aku sampai sini, aku sudah meneriaki satpam nya untuk tidak menutup pagarnya tetapi ya... Karena satpamnya sudah tua, dia tidak mendengar teriakan ku dan akhirnya dia pergi setelah menutup pagarnya.
Setelah aku datang, ada mobil lewat berhenti di depan pagar sekolah dan sepertinya pemilik mobilnya orang kaya sebab mobilnya terlihat mewah. Dan tiba-tiba ada seseorang keluar dari mobil tersebut dan ternyata seorang siswa yang satu sekolah denganku dan dia lumayan... tampan...
"Ayah pagarnya sudah tutup. Ayo kita pulang.", ucapnya pada ayahnya.
"Tidak nak. Kamu tetap harus sekolah."
"Tapi ayah-"
"Tidak ada tapi. Sekarang pergi.", ucap paman itu yang langsung menyetir mobilnya pergi dan meninggalkan cowok ini disini bersama ku. Aku tarik kembali kata-kata ku kalau dia tampang.
"Dasar anak manja.", ucapku yang langsung keluar dari mulutku. Cowok itu melihatku dengan sorotan matanya yang tajam, aku rasa dia mendengarkanku. Oops.
"Apa ko bilang?", tanyanya padaku.
"Nggak ada.", ucapku seolah aku tidak ngomong apa-apa. Dia masih menatapku dengan tatapannya yang tajam. Entah mengapa mukanya terlihat menyebalkan.
Tetapi aku tetap tersenyum dan langsung skating ke tempat gang yang berada di samping sekolahku. Ketika cowok itu melihatku pergi, ia dengan penuh penasaran langsung mengikutiku sampai masuk ke dalam gang tersebut.
Aku membuang skateboard ku ke dinding lainnya termasuk tas ku. Cowok itu yang menyaksikan ini, bingung atas apa yang telah kuperbuat.
"Hei, apa yang ko lakukan?"
"Apa ko tak punya mata? Tentu saja masuk ke sekolah melalui dinding.", jawabku santai.
"Apa??"
"Hei, lebih baik manjat dinding ini daripada masuk melalui depan pagar dan menerima hukuman dari Bu Hwang.", kataku padanya seakan ini adalah peringatannya. Bu Hwang? Guru killer yang selalu membawa pemukul baseball di sekeliling lingkungan sekolah? Ya, tepat sekali. Hari ini, hari apa? Oh ya, hari ini hari Senin. Beliau pun piket setiap hari Senin.
Dan aku rasa cowok itu pun baru ingat bahwa hari ini adalah hari jadwal piketnya Bu Hwang, ia langsung menggaruk kepalanya dengan kesal. Yang tabah ya nak.
"Aku rasa ko juga harus manjat. Aku bisa membantumu."
"Aku? Aku tidak perlu meminta tolong dari seorang cewek lemah sepertimu. Apalagi aku yakin ko tidak dapat melewatinya.", katanya ketus.
"Wow. Aku sudah bersedia menurun tanganku padamu, tetapi jawabmu ketus? Baiklah terserahmu.", ucapku langsung mulai memanjat dinding tersebut dan akhirnya sampai pada puncak dindingnya. Aku menoleh ke bawah dan cowok itu melihatku dengan terkejut.
"Mungkin ko tidak tahu aku siapa, tetapi sebenarnya aku tuh anak karate.", kataku sambil tersenyum padanya.
"Apa??"
"Jadi hal seperti ini sangat mudah untuk ku.", ucapku membuatnya gila.
"Aku duluan ya." Aku turun sambil merapikan rok ku. Aku mengambil barang-barangku yang tadi kulemparkan dan dengan segera pergi ke kelasku, tetapi langkahku terhenti ketika aku mendengar suara gesekan sepatu di dinding. Aku rasa dia sedang berusaha memanjatnya.
"Oi, butuh bantuan nggak?", tanyaku padanya soalnya aku merasa kasihan dari tadi dia belum berhasil melewati dinding tersebut.
"Tinggalkan aku sendiri.", katanya dengan ketus lagi. Aku bersalah telah bertanya.
"Baiklah terserahmu.", jawabku juga ketus seakan aku sudah tidak peduli lagi dengannya. Ketika aku mau pergi menuju ke kelas, aku jadi tidak tega meninggalkannya sebab suara gesekan sepatunya jadi semakin keras dan keras.
Haiz... Jang Hye Soo... Kamu terlalu baik.
"Oi, aku akan memanjat lagi dan menarik tanganmu, kay?", kataku sambil meletakkan tas ku.
"Apa? Bukankah sudah ku bilang untuk tinggalkan aku sendiri??"
Aku menghiraukan omongannya dan langsung memanjat ke puncak dinding tersebut. Karena aku sudah pro dalam hal seperti ini, lebih enak didengar jika aku bilang meloncat ke dinding. Ya kan? (Ya, iyain aja)
"Kim Ming Yu! Apa yang ko lakukan di sana?!"
"Sh*t", bisik hatiku yang sedang mengutuk ke dunia ini sebab kita sudah tertangkap oleh seorang iblis sekarang. Siapa lagi kalau bukan Bu Hwang.
"Aku memberimu satu kesempatan lagi untuk menolongmu. Mau atau tidak?", tanyaku padanya sambil menurunkan tangan. Melihat dari ekspresi nya yang sedang terkejut dan panik, ia tak punya pilihan lain selain menerima bantuanku. Dia menerima tanganku dan dengan cepat aku menariknya ke atas.
"Berhenti di sana!", teriak Bu Hwang yang dengan cepat menuju ke sini. Kamu terlambat, Bu Hwang.
Aku berhasil menariknya dan melewati dinding dengan aman sedangkan Bu Hwang sedang berusaha memanjat dinding tersebut untuk mengejar kami, tetapi aku yakin dia tidak dapat melaluinya jadi kami santai saja. Tetapi yang membuatku terkejut adalah... Astaga! Mukanya dekat sekali denganku!
"Menyingkir dariku." Aku mendorong tubuhnya dan menyuruhnya untuk menyingkir, sebab dia terlalu dekat dan berat. Yang membuatku bingung sekarang adalah... Dia nenatapku dengan tatapan seperti dia baru bangun dari luar alam sadarnya.
"Ki-Kita selamat?", tanya nya padaku. Baiklah ini ngakak sekali melihat ekspresi konyolnya ini.
"Hm.", jawabku yang berarti iya. Dia segera bangun dan melihat di sekitarnya. Dan tiba-tiba dia memelukku.
"Terima kasih banyak! Ko bagaikan azimat ku yang paling berharga!", katanya membuatku terkejut dengan pelukannya dan juga bingung apa yang tadi dia ucapkan. Azimat? Apa itu azimat?
Dia segera mendorongku dari pelukannya dan dengan cepat membalik mukanya sambil batuk-batuk. Aku rasa dia baru sadar apa yang telah dia perbuat.
"Pokoknya terima kasih banyak.", ucapnya sambil batuk-batuk. Aku yakin ia cuman pura-pura batuk untuk menahan rasa malunya.
"Ngomong-ngomong yang ko sebutin tadi... Apa itu azimat?", tanyaku padanya. Ia melihatku dengan muka terkejut.
"Apa? Ko tidak tahu apa tuh azimat?" Aku menggeleng-geleng kepalaku.
"Azimat tuh sejenis barang atau tulisan yang digantungkan pada tubuh, kendaraan, atau bangunan dan dianggap memiliki kesaktian untuk dapat melindungi pemiliknya, menangkal penyakit dan tolak bala. Biasanya disebut jimat.", katanya membuatkan terpukul.
"Apa?? Ko melihatku sebagai barang???", kataku sambil marah.
"Bukan itu maksudku!"
"Grr! Aku sudah menyesal telah menolongmu!", kataku yg langsung beranjak pergi ke kelas.
"Tunggu Aku!"
The end.
★☆★☆★☆★☆★☆★☆★☆★☆★☆
#Day4
#RamadhanBerkisah
#PenaJuara
Word : 1149
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top