Tips Menata Diksi dan Membuat Narasi yang Mengalir

Pemateri kireiskye

Senin, 1 Maret 2021

Assalamualaikum dan salam santun, selamat malam semuanya.

Terima kasih untuk moderator Vina yang telah mempersilakan. Terima kasih juga untuk teman-teman yang yang bergabung. Ya, ada kendala teknis malam ini jadi kita menarik waktu lebih lama, hehe ...


Perkenalkan, namaku Kiresikye. Aku senang dipanggil Kire atau Kie. Aku penggemar bacaan sci-fi, misteri, dan fantasi, tapi sekarang menulis romance :'D

Materi yang akan kita bahas malam ini adalah cara Menata Diksi dan Membuat Narasi yang Mengalir. Membawakan materi ini bukan berarti aku tahu banyak soal diksi, pun mahir merangkai kata yang indah seumpama pujangga. Sebagai long life learner, kuharap kita bisa sama-sama belajar.

Sebelum masuk ke materi, aku ingin menyampaikan bahwa sejatinya tidak ada aturan mutlak tentang diksi. Diksi adalah salah satu identitas penulis dan sangat tergantung dengan selera pembaca. Oleh karena itu, materi yang kusampaikan ini bersifat umum, untuk bisa kita terapkan sesuai dengan teknik dan gaya menulis kita masing-masing.

Secara umum, diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras untuk mengungkap gagasan sehingga diperoleh efek tertentu. Sederhananya, diksi adalah bagaimana kita mengolah kata untuk menyampaikan suatu makna.

Namun, menulis cerita tidak cukup hanya dengan menyampaikan makna. Bercerita adalah seni merangkai kata, yaitu bagaimana menyusun tulisan yang mampu meneruskan imajinasi dan aspirasi yang ada di dalam pikiran kita kepada pembaca

Menulis cerita tanpa seni akan membuat tulisan terasa kaku, tak ubahnya laporan reporter dalam acara berita. Sebaliknya, menulis cerita dengan terlalu banyak "ornamen" akan memudarkan makna yang ingin disampaikan.

Percuma tulisan kita indah, tapi tidak bermakna. Pun bila tulisan kita monoton, tidak akan bisa ramai pembaca. Sebab itu, kedua hal ini harus selaras.


TIPS MENATA DIKSI ALA KIREI

1. Memperkaya perbendahaan kata

Kita tidak mampu menyusun diksi yang beragam bila kosa-kata dalam memori kita isinya itu-itu saja. Karenanya, hal pertama yang harus dilakukan adalah menjenuhkan kepala dengan banyak cadangan kata. Berikut sedikit tips yang bisa dilakukan :

a. Membaca dan mencatat kata yang sulit

Mulai dari apapun yang bisa kita baca. Mau itu novel, komik, jurnal, ataupun buku pelajaran. Catat semua kata baru yang ditemukan, lalu buat kamus mini. Ini optinonal, tetapi aku mewajibkan untuk diriku. Catatan sangat penting sebagai backup data untuk memori jangka panjang. Ingat, mem-ba-ca. Penulis yang malas membaca akan jalan di tempat.

b. Mencari tahu definisi

Siapa yang belum install KKBI online? Setelah kelas ini, gulirkan layar dan cari icon Playstore, lalu download KBBI online. Di KBBI online, kita akan menemukan berbagai definisi dari sebuah kata, kata turunan, gabungan kata, kiasan, juga peribahasa.

Definisi dari suatu istilah (terutama yang tidak terdapat di KBBI) juga bisa ditelusuri dengan mesin pencari online, misalnya di Wikipedia. Meski informasi dalam Wikipedia tidak akurat, namun berhulu dari laman ini, kita bisa menemukan beragam istilah baru, bila perlu kunjungi semua kata dengan hyperlink.

c. Sinonim dan antonym

Ketika di tengah cerita kita jenuh dengan sebuah kata karena terlalu sering digunakan, tetapi kebingungan harus menyisipkan kata baru, coba usut sinonim dan antonimnya. Aplikasi untuk mengetahui sinonim dan antonim suatu kata juga sudah banyak tersedia, misalnya Taeasaurus. Untuk keperluan riset sebuah cerita, aku juga menginstall kamus Sankserta. Tentu, yang satu ini optional.

d. Nama diri dan Nama jenis

Nama diri dan nama jenis bisa dijadikan alternatif kata ganti untuk menyebut orang maupun benda.

Nama diri (proper name) adalah kata benda yang menunjukkan entitas tertentu, baik nama orang, nama spesies hewan dan tumbuhan (bila dalam bahasa Latin tetap menggunakan aturan binomial nomenclature), maupun hari, bulan, maupun tempat. Nama diri menunjukkan identitas, termasuk julukan ataupun merk dagang. Contoh Dior, Luis Vutton, Hermes, dll.

Nama jenis (common name) adalah kata benda yang menunjukkan jenis umum benda atau konsep. Misalnya kain brukat, sepatu balet, A-line dress, dll.

e. Memperkaya dialog tag

Agar pembaca tidak bosan dengan dialog tag "katanya", "ujarnya", "tanyanya", gunakan dialog tag yang lain. Materi tentang dialog tag ini sudah dikupas tuntas di kelas Kak @PradinoBr kemarin, bagi yang terlupa atau ketinggalan, silakan cek work Seminar 300 Days Challenge

2. Bijak menggunakan kata sulit

Kesalahan yang sering dilakukan penulis adalah menjejalkan beragam kata sulit dalam ceritanya agar terkesan "wah". Akibatnya, banyak readers yang mengerutkan dahi saat membaca. Ingat, diksi bukan hanya seberapa "mewah" kalimat yang kita tulis, tetapi bagaimana maknanya bisa tersampaikan.

Kata sulit ini erat kaitannya dengan genre. Kita akan menemui banyak kalimat berbau ilmiah saat membaca genre sci-fi, juga banyak istilah-istilah sihir di genre fantasi. Hal ini bertujuan untuk menghidupkan cerita sesuai genrenya. Namun, penulis yang baik selalu menyertakan penjelasan yang sederhana dan tidak menumpuk kata-kata sulit dalam satu paragraf.

3. Hindari diksi tingkat tinggi yang berlebihan

Sama seperti kata sulit, diksi tingkat tinggi biasanya dimasukkan dalam cerita untuk membuat pembaca terkesan. Diksi tingkat tinggi ini adalah kata atau istilah yang tak lazim didengar, misalnya arunika, jenggala, suryakanta, dll. Kata-kata ini memang indah, tetapi bila dimampatkan dalam satu deret, tentu akan menyulitkan pembaca untuk mencerna.

4. Meminimalisir kalimat puitis dan menggunakan majas pada tempatnya

Kalimat puitis dan quotes terkenal selalu digunakan dalam banyak genre, terutama romance. Kalimat puitis bisa membuat narasi lebih indah. Namun, bila terlalu sering (dalam satu chapter), akan menjemukan jadinya.

Demikian pula dengan majas. Hiperbola, ironi, metafora, dan kawan-kawannya harus dikondisikan dengan siatuasi dalam cerita agar tidak mengganggu konflik. Misalnya pada keadaan genting dalam cerita, jangan membuat kiasan yang tak perlu.

MEMBUAT NARASI YANG MENGALIR

1. Opening lines yang memikat

Biasanya, penulis kesulitan memulai kalimat pembuka sekalipun outline untuk chapter tersebut sudah jelas. Berikut beberapa option untuk opening lines yang bisa digunakan:

- Deskripsi suatu tempat atau keadaan

- Kejutan atau teka-teki

- Konflik

- Pertanyaan

- Karakter yang menarik

- Puisi/Syair/Quotes

- Dialog

- Kalimat yang menarik

2. Transisi

Transisi adalah perpindahan latar, baik latar tempat maupun suasana. Transisi harus dibuat sehalus mungkin, tetapi tidak bertele-tele. Transisi yang terlalu cepat membuat pembaca kebingungan. Adapun transisi yang terlalu lama akan membosankan. Transisi bisa menggunakan tanda batas, tetapi harus tetap memperhatikan proporsi isi cerita.

Misalnya adegan pertama mengambil latar di sekolah, diberi tanda pisah, lalu adegan kedua mengambil latar di perjalanan pulang. Apabila di perjalan pulang itu tidak ada konflik yang berarti, maka adegan ini bisa dipangkas, langsung beralih ke latar selanjutnya saja.

3. Cliffhanger Ending

Cliffhanger ending bukan hanya akhir cerita/chapter yang menggantung, tetapi juga yang bisa membuat penasaran pembaca sehingga menantikan chapter selanjutnya. Memotong adegan tidak boleh sembarangan, sebab akan membuat pembaca kesal. Berikut beberapa option untuk cliffhanger ending yang bisa digunakan :

- Konflik seru yang menggantung

- Pertanyaan

- Keputusan tokoh yang berlawanan dengan keinginan pembaca

- Keputusan tokoh yang diharapkan pembaca

- Emotional situasition

BAGAIMANA MEMULAI?

1. Membuat konsep

Membuat konsep adalah bagian yang paling menyenangkan bagiku. Pada tahap ini kita bebas berimajinasi menuju tak terbatas dan melampauinya. Eeeits, tapi jangan terlena juga.

2. Menuangkan gagasan mentah

Tulis semua hal yang ada di kepala. Apapun itu, baik kalimat, dialog, potongan adegan, dll. Jangan pikirkan dulu bagaimana tata bahasanya. Tahap ini bertujuan agar tidak kehilangan ide.

3. Menata susunan kalimat

Mulailah mengatur proporsi cerita (opening, transisi, ending). Pisahkan setiap adegan, lalu buatlah pengembangannya.

4. Memperhalus diksi

Baca cerita mentah yang sudah terangkai. Dengan beberapa tips di atas tadi, lakukan penataan diksi.

5. Koreksi kesalahan tanda baca dsb

Terakhir, tinjau kembali tulisan kita. Barangkali adatypo, kesalahan tanda baca, atau hal-hal lain yang tidak sesuai kaidah PUEBI.


SESI TANYA JAWAB

Pertanyaan 1 :

kak aku Eko Cahya, Dinovelku aku sering bergonta ganti sudut pandang dari org ketiga (serba tahu) trus nanti ganti sudut pandang si tokoh cowoknya terus ganti lagi jadi sudut pandang tokoh ceweknya. Kak mohon beri contoh tipsnya agar setiap transisi berganti sudut pandang itu menjadi mulus dan tidak malah membingungkan pembaca?

Jawaban 1 :

Baik. Aku paham soal ini. Biasanya multipov menggunakan sudut pandang orang pertama dan masing-masing tokoh punya bab/chapter sendiri untuk bercerita. Misalnya di seri novel Lexie Xu, atau dalam novel Rick Riordan The Heroes of Olympus. Saranku, setiap transisi POV harus diberi penanda. Menggunakan kalimat sebagai transisi sepertinya akan sulit. Transisi yg kumaksud tadi lebih menjurus pada latar tempat dan waktu. Karena kamu menggunakan POV orang ketiga dan mungkin saja POV cowo dan POV cewe itu berada dalam satu chapter, berikan saja pembatas

Pertanyaan 2 :

Kak, untuk menentukan bagaimana diksi yang baik untuk tiap genre yang dipilih gimana ya? Karena kan, seperti yg Kakak paparkan, kalo tiap genre pasti ada pembeda diksinya. Kaya di sci-fi kita bakalan nemu banyak istilah

Jawaban 2 :

Diksi tergantung genre. Bukan genre yang bergantung pada diksi. Kuberi contoh, misalnya aku menulis cerita tentang farmasi, tentu akan banyak istilah ilmiah terkait obat-obatan dalam ceritaku. Saat menulis genre romance, penggunaan kata sulit ini tentu bukan menjadi pilihan. Di romance, aku lebih sering menggunakan majas atau kiasan.

Pertanyaan 3 :

Untuk penggunaan diksi pada POV 1 dan POV 3 apakah ada pembedanya? Atau ada tips nya gitu? Soalnya kadang aku baca beberapa cerita justru kaya terkesan POV 1 tapi sebenernya menggunakan POV 3.

Jawaban 3 :

Dari segi struktur kata, POV 1 dan POV 3 akan kentara bedanya. POV 1 adalah sudut pandang penulis, menggunakan "aku" atau "saya. Pada POV 3 penulis sebagai pencerita, menggunakan "dia" atau "mereka". Kalau persoalan diksi, pada POV 1 sifat ke-aku-an-nya lebih besar. Menurutku, bagiku, dll. Sementara pada POV tiga, penulis harus bisa memposisikan dirinya di luar dari tokoh. Pandangannya sebagai orang netral.

Pertanyaan 4 :
Saya ingin bertanya tentang transisi.
Selama ini saya nulisnya kalau ganti tmpat atau scene, suka pake tanda ***
ada tips gak kak, supaya transisi bisa mengalir tanpa harus pake tanda *** atau kalau misal kak kire ada contohnya gitu.

Jawaban 4 :

Benar, Kak. Apabila perpindahan tempatnya cukup signifikan, lebih baik digunakan penanda ***. Ini juga akan menekan pemborosan kata. Daripada kita menjelaskan perjalannya lagi, kan? Bila perpindahan latar tidak signifikan, misalnya dari perpustakaan ke ruang kelas, ada banyak kalimat penghubung yang bisa digunakan. Jadi, transisi tempat tergantung dari situasi ...

Pertanyaan 5 :
maaf kalau sedikit apa benar kalau kita menulis novel yg untuk genre 21+ itu harus menggunakan diksi yang berat2 alias diksi yang sulit?

Jawaban 5 :

Sebenarnya, menulis cerita dewasa tidak melulu membutuhkan kata sulit. Hanya saja, penulis harus mampu menyamarkan makna. Untuk itulah ada batasan. Sebenarnya limitasi ini bukan hanya untuk pembaca, tetapi juga penulis. Tidak lucu bila 21+ ditulis oleh anak remaja, yang sekarang ini marak terjadi. Barangkali karena sexologi yang kurang, banyak sekali remaja yg menulis genre ini dengan "blak-blakan". Selain tidak layak dibaca, banyak yg menyesatkan ... Bagi yang masih remaja, mungkin bagian ini bisa digaris bawahi. Menjadi dewasa tidak hanya tahu persoalan seks, kematangan pola pikir yang utama.


Moderator pasea_

Notulen yunimatul27


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top