Semesta 8
Beter eerst de sterren raken en een paar opmerkingen achterlaten ⭐
Better hit the ⭐ first and leave some comments
280 votes for next update
🌻🌻🌻🌻🌻
"HanHan..." sapa Bryna ketika netranya menemukan sahabat masa SMAnya sedang memilah baju berwarna sama untuk digantung di rak bersama salah satu karyawannya.
"Ryynn..." Hannah lantas memeluk Bryna, sejak kepulangan dan Hannah sibuk membuka butiknya mereka belum sempat bertemu.
Hannah langsung membawa Bryna ke ruangannya di lantai dua. Banyak cerita yang akan mereka bagi setelah ini mengingat keduanya begitu dekat satu sama lain meski kurang satu yaitu Zara yang sudah menikah lebih dulu daripada Bryna dan Hannah.
"Sorry banget ya Ryn baru bisa ketemu sekarang." ujar Hannah begitu duduk di sofa panjang ruangannya.
"Alah, nggak apa-apa. Gue tahu kok desainer muda ibu kota ini sibuk banget." canda Bryna sambil menyikut lengan Hannah dan mereka tertawa bersama.
"Iya iya, makasi lho sindirannya." balas Hannah dengan sisa-sisa tawa mereka.
Nama Hannah Adlina melejit setelah dirinya masuk ke dalam acara Paris Fashion Week tahun lalu. Ia membawa budaya Indonesia dalam balutan busana batik serta kebaya tradisional- modern namun tetap dengan filosofi mendalam pada tiap detailnya.
Wajah Hannah terpampang di mana-mana mulai dari majalah cetak Indonesia, berita internet sampai majalah-majalah kenamaan dunia, Harper's Bazaar magazine salah satunya.
"Eh gimana-gimana? Mau cerita apa tadi?" tanya Bryna antusias.
Bibir Hannah melengkung ke bawah, raut wajahnya seketika berubah. "Itu Ryn, masih inget sama Ben kan?" tanya Hannah, Bryna mengangguk.
Hannah masih tak berani menatap sahabatnya yang masih menunggu jawabannya. "He's cheating on me, Ryn.., again!" kata Hannah lalu berani menatap Bryna.
Bryna menghela napasnya. "Kan, gue bilang apa?"
Hannah memainkan ujung kemejanya, menunduk merasa bersalah tak mau mendengarkan omongan Bryna yang saat itu sudah bisa melihat bahwa Ben tidak serius dengan Hannah.
"Ngaku sama gue, lo belum pernah ngapa-ngapain sama Ben kan?" Bryna menunjuk wajah Hannah.
"Sumpah nggak sampai sejauh itu Ryn, dia bahkan cuma berani cium kening. Selebihnya gue nolak terus dan nggak akan pernah mau." Hannah menggelengkan kepalanya.
"Ini yang gue nggak suka dari sebuah hubungan, that we called pacaran. No offense ya, Itu emang pilihan dan hak tiap orang yang nggak bisa gue larang, as i know, nggak ada tuh yang namanya pacaran sehat. Gue udah berapa kali bilang sama lo? Jauhin Ben, tapi lo kekeuh dia bakal berubah."
"He can change, Ryn. He promised me."
"No! Kalau dia mau berubah demi lo, hubungan kalian and so on.. nggak gini caranya, nggak dengan cara selingkuh di belakang lo berulang kali kayak gini. Sumpah ya, lo bodoh banget." ujar Bryna sarkas tak habis pikir pada Hannah.
"Iyaa tahu, harusnya gue dengerin lo. Maaf, gue jadi bucin gara-gara si Ben brengsek itu." jawab Hannah setengah kesal.
"Mami lo tahu?"
"Tahu, tapi ya gitu, Mami nyuruh kita putus." cicit Hannah. "Not to mentions but you know the reason why, right?" gumam Hannah sambil menatap Bryna lagi.
Bryna mengangguk.
Salah satu isu lain selain komunikasi pada pasangan beda kebangsaan yaitu ada pada agama yang di anut masing-masing. Dan Hannah sedang menghadapi hal itu sekarang.
"Gue, kalau jadi lo bakal gue tinggal si Ben sejak pertama kali dia cheating kayak gitu. Sumpah ya pengen gue acak-acak mukanya. Udah deh Han, cari cowok lain yang lokal aja lah." usul Bryna lagi.
Hannah terdiam saat Bryna memintanya menjauhi Ben setelah apa yang terjadi padanya berulang kali seperti ini.
"Terus mesti gimana gue?" tanya Hannah lagi.
"Take it or leave it. You take, your responsibility is in your hand. Leave it for a better man than you have to be with someone who never serious with this relationship." Bryna menekan setiap kalimat yang terucap dari bibirnya, ia sudah tak tahan melihat Hannah galau merana seperti ini.
"Tapi..." Hannah masih berusaha mengelak namun Bryna melotot padanya begitu kata Tapi keluar.
"Apa? Masih cinta? Bakal berubah? Allahu Akbar... Temen gue jadi bucin!! Ihh!" Bryna gemas lalu memcubit kedua pipi Hannah.
"Aduduuhh, iya iya ampun." Hannah mengaduh kesakitan sambil mengusap pipinya yang memerah itu.
"Belum nikah aja dia kayak gitu sama lo, seenaknya, semaunya, gimana kalau kalian married? Sanggup lo lihat si Ben gonta ganti cewek? Gue sih ogah!"
Hannah diam lagi berusaha mencerna perkataan Bryna. Memang, semenjak ia memutuskan untuk pacaran dengan Ben, Hannah jadi menutup mata dan telinganya dari sekitar. Beberapa kali ia juga mendengar omongan teman-teman kampusnya waktu itu yang melihat Ben dengan perempuan lain namun Hannah tidak begitu saja percaya hingga puncaknya Hannah memergoki Ben di apartment nya dengan seorang perempuan.
"Kapok gue." gumam Hannah, Bryna masih bisa mendengarnya.
"Bagus kalau lo kapok, Han. Gue yakin ya, Kak Angga juga bakal marah kalau tahu adiknya di khianati terus dan berulang kali."
"Iya sih..." akhirnya Hannah mengiyakan semua kata-kata Bryna yang ditunjukkan untuknya itu. Benar, semua benar hingga Hannah sepertinya buta karena terlalu cinta.
.
.
.
.
.
Bryan sudah selesai dengan shiftnya sore ini, seharian ini Bryan hanya praktik poli dan visit saja tanpa rotasi ke UGD karena polinya hari ini penuh sekali, tidak seperti hari biasanya.
"Selesai semua ya, Sus?" tanya Bryan begitu melepas snelli dan menggantungnya di hanger belakanh kursinya.
"Sudah dok, di UGD juga udah selesai jadi dokter nggak usah ke sana katanya." ujar Suster Ratih yang membuat Bryan mengangguk-angguk sambil membereskan tasnya.
"Oke kalau gitu saya pulang duluan ya, sampai ketemu besok. Assalamualaikum..." ucap Bryan sambil menutup pintu ruangannya yang nanti akan dikunci susternya.
Bryan mengecek ponselnya, ada beberapa pesan dari Bryna untuk menjemputnya di salah satu butik bilangan Haji Nawi blok M sana. Sore hari begini, pasti macet tapi jika tidak dijemput Bryan akan kena semprot ketika pulang nanti karena Bryna tidak membawa mobilnya.
"Bryan." seseorang menepuk pundak Bryan hingga ia terjingkat sendiri karena terpekur dengan ponselnya.
"Astagfirullah, daddy." jawan Bryan pelan. "Ada apa dad?"
"Nggak, kamu jemput adek sana. Tadi katanya whatsapp kamu nggak bales- bales." kata Adrian.
"Gimana mau bales dad, poli penuh gitu. Ini mau mas jemput kok. Daddy nggak pulang?" tanya Bryan mengingat ini sudah lewat Isya daddynya belum juga pulang.
"Nanti jam 9, masih ada bimbingan habis ini. Mom juga overtime itu, daddy suruh udahan tapi katanya nanti aja. Yawis pulang bareng, titip Zie sama Kav kalau mereka nyariin." ujar Adrian panjang lebar sambil menepuk pundak Bryan lagi.
"Iya dad, mas duluan." pamitnya kemudian melenggang ke parkiran menuju si hitam yang sendirian di sana.
Membelah jalanan Jakarta menjelang jam delapan malam ini sungguh menguras kesabaran. Banyaknya jalan-jalan pintas membuat pengendara lain dari jalan besar tersendat akibat banyak motor yang keluar dari gang-gang itu.
Hampir setengah jam Bryan akhirnya sampai di butik yang Bryna maksudkan itu. Bryan memarkir mobilnya di parkiran butik yang nampak elegant dengan lampu berwarna rose gold di kaca depannya.
Bryan mengamati butik itu sebelum ia melangkah masuk ke dalam, sepertinya ia tahu siapa pemilik butik ini karena insial huruf tertempel di atas jendela lantai dua.
Netra Bryan berusaha mengerjap beberapa kali saat pemilik butik itu turun dari tangga bersama Bryna. Bryan masih ada di depan butik hingga kakinya bergerak sendiri masuk ke dalam sana.
Klinting
Suara bell berbunyi saat Bryan membuka pintu butik itu, ia segera menuju adiknya yang masih asyik mengobrol dengan Hannah.
"Bryna, ayo." ajak Bryan. "Hai Han." sapa Bryan lalu tersenyum sekilas.
"Hai, Yan. Baru kelar praktik?" tanya Hannah.
"Iya nih ramai banget hari ini, sorry nih kelamaan jemput si Bryna. Nggak ngabisin snack lo di sini kan?" ujar Bryan bercanda lalu mengaduh kesakitan karena Bryna mencubit perutnya.
Hannah terkekeh kemudian, si kembar ini memang tidak pernah berubah sejak dulu meski sekarang Bryan lebih banyak bicara mungkin karena profesi menuntutnya begitu.
"Ya udah, Han gue balik dulu ya. Next sama Zara deh." pamit Bryna lalu pelukan dengan Hannah.
"Ah gampang itu bisa di atur nanti. See you..." lanjut Hannah kemudian, Bryan dan Bryna segera berlalu dari dalam butik itu meninggalkan seberkas senyum di bibir Hannah.
Bryna menyetel ponselnya terhubung dengan Bluetooth sambil mencari lagu yang pas untuk diputar sepanjang perjalanan pulang.
"Mas, mau tahu sesuatu nggak?" kata Bryna masih sibuk dengan beranda youtubenya memilih lagu.
"Apa?" tanya Bryan sambil menyetir.
"Hannah di selingkuhin lagi sama si Ben!" kata Bryna setengah kesal.
"Ben? Pacarnya?"
"Iyaa, ini udah yang kesekian kalinya Hannah akhirnya baru kapok."
Mendengar kata kesekian kalinya, tangan Bryan tak sadar menggenggam setirnya dengan kencang, Bryan juga tak paham kenapa hatinya bisa sesakit ini mendengar Hannah lagi-lagi di selingkuhi pacarnya.
Selama Bryan di Belanda, ia tak pernah tahu kabar Hannah seperti apa, pacarnya siapa, kehidupannya bagaimana dan barusan Bryan tahu bahwa Hannah sudah berulang kali jatuh dan berusaha bangkit memperbaikinya kembali.
Bryna terus saja mengoceh, Bryan tak mendengarnya lagi. Omongan sang adik seolah angin di telinganya.
"Mas! Dengerin aku nggak sih?!" protes Bryna saat tak ada respon dari Bryan.
"Iyaa denger dek, iya ya udah sekarang mau gimana? Orangnya juga nggak ada di sini. Hannah udah dewasa, dia pasti bisa menyelesaikan masalahnya sendiri, kamu cukup kasih masukkan tanpa menghakimi lagi." ujar Bryan tanpa melihat wajah adiknya.
Bryna hanya menganggukkan kepalanya pelan-pelan memahami ucapan Bryan barusan. Ada benarnya.
"If she need advise, pasti dia cari kamu kok dek." tutup Bryan berhasil membungkam adiknya.
🌻🌻🌻🌻🌻
Komen 'next', 'lanjut' dan sebangsanya gak akan aku balas ya. 😜
#dahgituaja
#awastypo
Dudui
Danke,
Ifa 💕
Tambahan:
Lagunya Hannah yang lagi jadi bucin 🤣🤣🤣🤘🤘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top