Semesta 7

Beter eerst de sterren raken en een paar opmerkingen achterlaten ⭐

Better hit the ⭐ first and leave some comments

300 votes for next update

🌻🌻🌻🌻🌻

"Syahira, kamu belum berangkat nak?" tanya Aziza, ibunya Syahira saat melihat putri bungsunya masih duduk di kursi ruang makan mereka.

"Ibu. Belum, sebentar lagi Sya berangkat. Ibu juga belum berangkat ngajar?" Syahira malah balik bertanya dengan polosnya.

Ibunya lalu tertawa, entah anaknya ini lupa atau bagaimana sehingga menanyakan hal itu pagi ini. "Sya, hari ini kan masih libur sekolah. Kamu lupa ya?" Ibu Aziza menahan tawanya melihat ekspresi Syahira yang bingung, disorientasi waktu.

"Subhanallah ibu, Sya lupa. Maaf." Syahira cengar-cengir pada Ibunya.

"Kamu ini. Makanya, kalau libur dimanfaatkan untuk istirahat bukannya tukeran jaga sama temenmu, gimana sih?"

Syahira menunduk malu pada ibunya karena ketahuan sering menukar waktu libur dengan teman-teman sejawatnya. Sudah beberapa minggu belakangan ini Syahira sering melakukan hal itu sampai mungkin Ibunya ini sadar anaknya jarang sekali libur.

"Sya sibuk bu..." jawab Syahira membela diri.

"Syahira, ibu mungkin bukan dokter. Tapi ibu paham, apa yang kamu lakukan ini tidak benar, sesekali boleh menggantikan jika temanmu urgent need dan butuh libur di hari itu secepatnya, tapi kalau kamu yang mengajukan diri untuk menggantikan temanmu dan memilih tidak libur apa kamu mau mendzalimi tubuhmu dengan memporsir pekerjaan begitu?"

Syahira menggeleng sambil merapal istigfar berulang kali dari bibirnya. "Maaf ibu, lain kali Sya nggak akan begitu lagi."

Ibu Aziza hanya bisa menggelengkan kepala melihat putri bungsunya sering seperti ini setelah kepergian Ayahnya beberapa tahun lalu, tepatnya saat Syahira baru saja menginjakkan kakinya di Fakultas Ilmu Kedokteran atas dukungan penuh sang Ayah namun beliau harus pergi di saat anaknya baru saja akan memulai perjalanan hidup baru dalam dunia barunya.

Kejadian itu membuat Syahira sangat terpukul, menjadi pendiam dan menutup diri. Ibu Aziza dan Putranya Zayid sampai kebingungan bagaimana caranya membuat Syahira kembali seperti dahulu lagi. Hingga akhirnya setelah menjalani Koas, Syahira baru bisa kembali membuka diri dengan lingkungan kerjanya namun tetap tertutup tentang dirinya.

"Kamu ini kenapa? Ibu perhatikan dari kemarin gelisah terus?" Ibu Aziza lantas memperhatikan putrinya itu meski sekuat apapun dia menyembunyikan sesuatu, ibunya pasti bisa menebak.

"Nggak apa-apa, bu. Cuma...," Syahira menggantung ucapannya membuat sang Ibu semakin menatapnya keheranan.

"Cuma... Syahira mau tanya." ia menatap mata ibunya kini.

"Apa?"

Syahira mengela napasnya berat. "Apa boleh Sya mengagumi seseorang, Bu?"

"Laki-laki?" tebak Ibu Aziza, Syahira mengangguk. "Sekedar mengagumi tanpa ada rasa lebih menurut ibu itu tidak masalah, sekedar menggagumi. Hanya saja yang menjadi masalah jika dihati timbul rasa lainnya. Kalau iya si lelaki memiliki rasa yang sama dan bersambut, kalau tidak? Berat move on nya, Syahira. Hati-hati."

Syahira terbungkam mendengar ucapan sang Ibu, ia tidak bisa lagi menjawab, ia terus menunduk sambil memilin ujung kerudungnya.

" Siapa dia, nak?" tanya Ibunya lagi, Syahira masih terus menunduk.

"Ya udah bu, Syahira pamit. Udah siang," katanya menghindar lalu mengambil tas dan snellinya.  "Assalamualaikum...," pamitnya sambil menyalami punggung tangan sang ibu.

"Wa'alaikumsalam..." kini Ibu Aziza yang menghela napasnya melihat Syahira seperti itu.

Bertanya, dijawab namun tak ada reaksi apapun setelahnya.

"Ibu bingung kalau seperti ini harus bagaimana sama kamu, Sya." gumam Ibu Aziza saat melihat Syahira melajukan sepeda motor maticnya menjauh dari rumah minimalis itu.

🌻🌻🌻🌻🌻

Sementara itu ada Bryna yang hari ini sengaja cuti dan dipaksa cek up bulanan oleh kembarannya yang tak lain dan tak bukan adalah Bryan yang kini sedang fokus menyetir di antara kemacetan Jakarta pagi hari ini.

"Nggak usah cemberut gitu." kata Bryan sok cool.

"Apaan sih!" sahut Bryna jutek.

"Kenapa sih? Karena dr. Cindy resign terus pindah ke kota lain kamu nggak mau dokter lain juga?" Bryan menatap adiknya sekilas.

Bryna masih saja ngedumal dengan sebal. "Ya kan malu, Mas! Dokter baru, kalau dr. Cindy kan dokter adek dari kecil!"

Bryan menghela napasnya lelah, ia sampai menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu karena adiknya selalu punya alasan untuk membantah dan tidak cek up karena dokter yang biasa menanganinya itu pindah ke luar kota bersama keluarganya.

"Tenang aja, dokternya perempuan juga kok yang baru ini. Baik, pindahan dari Jogja. Asik kok, kamu nggak usah canggung, mas udah kenalan dari pertama dia datang." cerita Bryan.

Mata Bryna berbinar saat mendengar dokternya juga perempuan. "Single mas? Wahh deketin mas deketin!"

Bryan mengerutkan dahinya heran melihat ekspresi adiknya berubah dari sebal ke ceria seperti ini. "Sembarangan! Udah nikah, udah punya anak. Kemarin anaknya ke sini kok."

Bibir Bryna maju beberapa senti saat mendengar penjelasan tambahan dari Bryan barusan. "Yah, gagal dong punya ipar."

"Masih banyak ikan di lautan..." kata Bryan dan Bryna hanya bisa memutar bola matanya dengan jengah.

Dari kejauhan si kembar ini sudah bisa melihat Mommy mereka sedang asik mengobrol dengan dokter yang tadi Bryan ceritakan di mobil. Sementara Bryna sedang berusaha menerima kenyataan bahwa dokter kesayangannya tak lagi ada di sini dan Bryan hanya bisa menahan tawanya.

"Nah itu dia." kata Aliya saat melihat dua anaknya mendekat. "Kemarin kan sudah kenalan sama Bryan. Kalau yang ini Bryna dr. Nia." lanjut Aliya memgenalkan dokter baru yang bernama Nia itu.

Bryna lantas menyalami sejawat Mommy dan Masnya.

"Nah nanti Bryna cek upnya sama dr. Nia ditemani Mamas, mom masih ada konsul setelah ini sama visit." tambah Aliya, kedua anaknya ini hanya mengangguk saja lalu Aliya permisi dari sana.
.
.
.
.

Bryan memperhatikan adiknya yang sedang menjelaskan kondisinya sebulan belakangan setelah cek up terakhir kalinya dengan dr. Cindy. Kalau Bryan tidak memaksa, Bryna takkan mau cek up lagi dengan alasan dirinya sudah tidak pernah tumbang seperti dulu saat SMA.

"Saya kemarin sudah ngobrol juga dengan dr. Cindy, beliau juga sudah menjelaskan apa saja treatment yang sudah Bryna jalani selama ini." dr. Nia membuka pembicaraan lagi.

"Hehehe iya dok, saya agak bandel dulu." Bryan terkekeh.

"It's okay, itu manusiawi. Tapi perlu di ingat lagi bahwa makanan yang dikonsumsi harus yang berserat dan tidak membahayakan lambung."

Bryna nampak mengangguk-angguk mendengar penjelasa dokternya ini.

"Bandel dia dok, masih suka makan ceker mercon." bisik Bryan namun Bryna masih bisa mendengar, Bryna lalu mendelik ke arah Mas nya itu.

Dr. Nia terkekeh melihat tingkah laku anak kembar ini. "Kalau sesekali ya nggak masalah, karena sesuatu yang berlebihan itu tidak bagus kan?" tanyanya, si kembar mengamini. "Oke, kalau saya lihat bulan lalu sudah bagus ya semuanya. Tapi tetap ya pemeriksaan seperti biasa, yuk, silakan. Sus, tolong di tensi."

🌻🌻🌻🌻🌻

"Udah gih sana jajan kek, kamu nggak bakal ilang kalau mas tinggal di sini sendirian." kata Bryan cuek setelah mengantarkan adiknya cek up bulanan.

"Ish rese! Udah sana-sana..." Bryna mendorong tubuh Bryan menjauh, kelakuan mereka sampai jadi tontonan sekitar karena Bryna sudah rapiy dengan snellinya. Bryan langsung kembali ke poli meninggalkan adiknya yang menuju kantin sendirian.

Mata Bryna menangkap sosok seseorang yang waktu itu ia ceritakan pada Bryan. Bibir Bryna melengkunh ke atas saat lagi-lagi ia melihat perrmpuan manis itu. Tak ingin membuang kesempatan, Bryna mempercepat langkahnya.

"Assalamualaikum, dr. Syahira?" sapa Bryna.

"Wa'alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh... Lho dr. Bryna?" ujar dr. Syahira, keduanya lalu bersalaman.

"Apa kabar?"

"Alhamdulillah baik, dr. Bryna nggak praktik?" tanya dr. Syahira.

"Cuti sehari, habis cek up. Eh, kita ke kantin yuk..." ajaknya, dr. Syahira nampak canggung pasalnya ia tahu bahwa Bryna ini kembaran Bryan yang notabene adalah anak pemilik KMC ini.

"Tapi...?"

"Udaah ayo ah. Nggak terima penolakan!" Bryna lantas menarik tangan dr. Syahira menuju kantin yang belum terlalu ramai di jam-jam menjelang makan siang ini.

Dengan canggung dr. Syahira menjawab setiap Bryna memilihkannya menu untuk di makan bersama setelah ini.

"Kamu nggak ada alergi kan?" tanya Bryna, dr. Syahira menggeleng sambil tersenyum kecil.

Bryna lantas memesan dua porsi nasi kuning campur beserta lauk pauk di sekeliling piringnya dan dua gelas es jerul segar siang hari begini.

"Saya nggak pernah tahu di sini ada nasi campur." ujar dr. Syahira setelah makanannya terhidang.

"Ini makanan legend di sini, sejak aku kecil makanan ini selalu di pesan kalau main ke rs." jawab Bryna ceria lalu menyuap makanannya. "Emangnya kamu jarang makan di sini ya?" tanya Bryna penasaran.

"Nggak, saya selalu bawa bekal dari rumah, ibu saya bawakan." jawab dr. Syahira pelan.

"Lhoo, yah, maaf ya. Nggak ke makan dong makan siangnya?" ujar Bryna.

"Saya longshift kok dok, nggak apa nanti masih bisa di makan."

"Huft. Alhamdulillah aku jadi nggak merasa bersalah sama masakan ibumu." lanjut Bryna, dr. Syahira masih saja terkesima dengan Bryna yang tidak ada canggungnya sama sekali meski ini kali kedua mereka bertemu bahkan makan semeja bersama seperti ini.

Bryna juga merasakan hal yang sama, meski dr. Syahira tidak banyak bicara namun ia tahu anak ini anak baik-baik, namun hanya saja ia pendiam dan sepertinya tertutup.

"Kamu asik ya, kapan-kapan nanti kita jalan bareng mau nggak?" ajak Bryna.

"Eeehm.. Gimana ya. Saya malu..."

"Ck, halah, nggak apa-apa. Malu kenapa sih?" tanya Bryna heran.

"Saya malu aja dok, takutnya orang mengartikan pertemanan kita ini lain karena dr. Bryna anaknya dr. Adri." jawab dr. Syahira jujur membuat Bryna terbahak.

"Hahahaha ya ampun... Dr. Syahira, kok mikirnya gitu sih? Yang punya semua ini kan orang tuaku, jadi nggak ada yang perlu di banggakan. Aku nggak punya apapun." jawab Bryna. "Jadi jangan canggung lagi ya sama aku."

Dr. Syahira terkekeh malu setelah Bryna mengucapkan hal itu. "Saya coba, dok." kata dr. Syahira.

Gawai Bryna bergetar-getar di atas meja, untung saja makan siangnya sudah selesai. Bryna ada janji lagi dengan yang lain.

"Hallo, Han?" sapa Bryna setelah menjawab teleponnya.

"..."

"Oke, tungguin ya." Bryna menutup teleponnya kemudian.

"Duluan ya, masih ada janji sama temenku di butiknya. Oh, btw, makanan udah aku bayar, duluan ya, Assalamualaikum..." pamit Bryna buru-buru setelak cipika cipiki dengan dr. Syahira.

Hanya senyum yang bisa menjelaskan betapa senangnya dr. Syahira mendapati bahwa anak bosnya ini tidak sombong sama sekali, jauh berbeda dengan teman-temannya dulu ketika kuliah yang selalu saja membanggakan kekayaan yang mereka miliki padahal semua masih dari orang tuanya.

🌻🌻🌻🌻🌻

Inget, kamu tuh miskin. Yang kaya orang tua kamu.

🌻🌻🌻🌻🌻

Komen 'next', 'lanjut' dan sebangsanya gak akan aku balas ya. 😜

#dahgituaja

#awastypo

Dudui

Danke,

Ifa 💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top