Semesta 32

Beter eerst de sterren raken en een paar opmerkingen achterlaten

Better hit the ⭐ first and leave some comments

🐝🌻🐝🌻🐝🌻

"Fitnah apa ini?!" Hannah menggebrak meja kerjanya saat melihat layar ponsel yang menampilkan fotonya bersama Bryan di laman Instagram perlambean.

Hannah jelas marah besar karena apa yang diberitakan sungguh tidak ada yang benar satu pun. Hannah yang baru kembali bekerja setelah bedrestnya di awal kehamilan kali ini Benar-benar dibuat kaget dan ingin mengamuk.

Hormon kehamilannya juga semakin membuat mood Hannah naik turun seperti saat ini. Tiwi yang menjadi telinga Hannah di dunia luar hanya mampu menunduk saat mengetahui bossnya itu marah besar.

"Maaf mbak, saya juga kaget sama berita itu. Bisa-bisanya mereka bilang pernikahan Mbak Hannah itu settingan bahkan mereka menuding kalau mbak MBA." ujar Tiwi pelan mulai membuka suara.

Hannah memijat keningnya, ia tahu resikonya berkecimpung di dunia fashion seperti ini. Ia yang bahkan jarang tampil di tv saja bisa diterpa isu miring seperti ini. Apalagi dengan tudingan hamil di luar nikah begini, memang di awal kehamilannya kemarin Hannah tidak muncul ke publik sama sekali karena bedrest yang cukup lama. Begitu ia keluar dan fotonya muncul di sosial media miliknya, berita ini pun muncul begitu saja.

Baru satu foto yang keluar, itu pun foto bersama Bryan saat pernikahan Bryna dan Ario beberapa hari yang lalu. Hanya foto itu saja, tidak lebih.

"Ini gimana kalau sampai keluarganya Mas Bryan tahu soal ini..." ujar Hannah sambil bersandar pada kursi kebesarannya, Tiwi juga di buat bingung, ia sudah mereport puluhan account yang menebar fitnah dan gossip tidak enak ini namun terus saja berita itu ada lagi seperti rumput yang tumbuh subur ketika dihujani air, tapi sayang bukan air yang mengguyur ini semua melainkan jari-jari netizen iseng yang merepost serta berkomentar miring membuat hati siapa yang membacanya ikut sakit.

"Apa karena aku menggendut ya, Wi?" nada bicara Hannah terdengar putus asa. "Aku juga rasa sih perutku lebih besar dari ibu hamil pada umumnya, mungkin ini yang bikin orang-orang di luar sana mikir saya MBA." Hannah mengusap perutnya yang membuncit.

"Tapi, kan, ukuran perut orang hamil nggak melulu sama, mbak."

"Iya, sih." jawab Hannah pelan, kepalanya langsung berdenyut sakit mengingat hal ini pasti sampai ke telinga keluarga yang lain.

Siang hari ini sudah panas, semakin panas setelah Hannah membaca berita itu disertai komentar pedas pada netizen yang budiman. Betapa perihnya hati Hannah membaca kalimat-kalimat tudingan itu meski semua itu tidak benar, namun tetap saja kata-kata itu menancap di hati Hannah. Meski banyak juga yang membelany di sana namun hati orang siapa yang tahu, kan?

"They don't know..."gumam Hannah lalu mematikan ponselnya, menutup halaman instagram itu, ia tak mau lagi membacanya.

"Apa mau Tiwi buatin laporan atas pasal pencemaran nama baik, mbak?" Tiwi menawarkan solusi paling mungkin yang akan dilakukan saat ini juga.

"Tunggu, Wi. Kumpulin dulu semua bukti dan tunggu keputusan bapak aja. Aku nggak mau gegabah, Wi. Nanti malah lebar ke mana-mana." jawab Hannah pelan.

"Iya, Mbak." Tiwi yang sudah gatal ingin melaporkan orang-orang dibalik ini semua hanya bisa menuruti Hannah saja dan menahan semua gejolak ingin marahnya.

Baru saja Hannah kembali bekerja, sudah diterpa isu seperti ini.

"Rasanya saya mau tinggal di Paris lagi aja, Wi." Hannah menghela napasnya lalu tak lama kemudian ponselnya pun ramai masuk notifikasi instagram, request message. Hannah takkan meresponnya.

Kemudian di ponsel satunya pun sama, bukan dari netizen, melainkan teman-teman bahkan grup keluarga pun heboh dibuatnya lalu ponsel Hannah berdering panjang, Bryan meneleponnya.

"Mas Bryan..." gumam Hannah menatap layar di depannya dengan cemas.

Menarik napasnya panjang, Hannah menjawab telepon itu berusaha setenang mungkin.

"Hallo, mas?"

"Han, are you okay?"

Hannah menghela napasnya lagi. "No. Pasti mas sudah denger berita itu ya?"

"Eheum, dan satu rumah sakit geger."

Hannah bergumam istighfar pelan sambil mengusap wajahnya. Tentu ini tak hanya berdampak pada Hannah dan psikisnya, tapi pada Bryan dan pekerjaannya.

"Maafin aku, mas." gumam Hannah lagi. "Aku akan urus semuanya dan menghilangkan berita itu dari sana." kata Hannah walaupun tahu itu semua tak mudah.

"Aku marah, Han. Jujur aja aku juga sakit hati kamu dibilang seperti itu. Kalau mereka masih ngeyel dan tetap posting, silakan buat somasi, panggil pengacara."

"Iya, mas. Tiwi juga tadi bilang mau buat laporan soal ini, aku akan telepon pengacara setelah ini. Maafin aku sekali lagi, mas."

"No. That's not your fault. Mas tahu, duniamu memang begitu jadi ya sudah,"

Hannah mengangguk meski Bryan tak melihatnya. "Iya mas, aku juga kaget fitnah mereka bisa sampai begini." Hannah menghapus air matanya, sungguh mood Hannah berubah drastis saat ini.

"Ya, sudah ya sayang. Sekarang kamu kerja aja, kalau capek, pulang ya nanti aku suruh Pak Win stand by di butik. Aku kerja lagi ya."

"Iya, mas." Hannah menutup telepon Bryan lalu kembali bersandar sambil mengelus-elus perutnya.

Hannah sudah bisa merasakan gerakan-gerakan kecil dari dalam sana. "I'm okay, baby. Hang in there ya." katanya mengusap perut sekali lagi.

Siapa yang tidak kepikiran karena semua pemberitaan itu? Hannah yang selama ini adem ayem sepi dengan pemberitaan tiba-tiba seperti dihantam batu besar dengan semua ini.

Sementara Tiwi yang duduk di depan Hannah sedang sibuk menelepon pengacara untuk melaporkan hal ini ke pihak yang berwajib dan terus berusaha untuk mengirim pesan ke account perlambean untuk menurukan berita itu dari laman instagram mereka.

"Ssshhh..." Hannah memijat lagi kepalanya yang kini terasa berdenyut sakit.

"Mbak," Tiwi meletakkan ponselnya lalu menghampiri Hannah ke kursinya.

"Sakit kepalaku, Wi." Hannah memegangi kepalanya lagi.

"Tiwi anter pulang ya, Mbak."

Hannah mengangguk lalu memasukkan barang-barang miliknya kembali ke dalam tas.

Pandangan Hannah semakin berputar ketika ia berdiri dari duduknya, napasnya pun terasa berat dan sesak akibat menahan tangisnya tadi saat Bryan menelepon.

Baru dua langkah Hannah bergeser dari kursinya, badan Hannah kemudian limbung ke arah Tiwi di sampingnya.

"Astagfirullah! Mbak, mbak Han, tolong!!" teriak Tiwi saat ia berhasil reflek menangkap tubuh Hannah.

Karyawan Hannah pun berhambur masuk ke ruangan Hannah setelah mendengar Tiwi teriak meminta pertolongan, wajah Hannah pucat, Hannah pingsan.

Tak menunggu Hannah bangun, Tiwi dan seorang lagi karyawan Hannah membawanya ke KMC. Tiwi takut sesuatu terjadi pada kehamilan Hannah karena masalah ini.

Belum selesai masalah satu, sudah muncul akibat dari masalah tadi.

🌻🌻🌻🌻🌻

Hannah langsung mendapatkan perawatan begitu sampai di UGD dan masil dalam keadaan tidak sadarkan diri. Rumah sakit pun geger dengan kedatangan Hannah, Bryan yang baru saja selesai makan siang langsung menyusul Hannah ke UGD begitu mendapat telepon dari suster.

"Pak,--" belum sempat Tiwi melanjutkan kalimatnya, Bryan sudah masuk ke UGD dengan tetap berusaha tenang meski sebenarnya ia takut terjadi sesuatu pada Hannah dan kandungnya.

"Han," Bryan langsung berada di sisi kiri Hannah, membiarkan dokter yang berjaga menyelesaikan tugasnya.

Bryan benar-benar kehilangan kata, ia tahu istrinya ini pernah menghadapi masalah yang lebih berat dari ini lalu membuat psikisnya terguncang dan bisa saja karena pemberitaan tadi Hannah merasa tertekan.

"Gimana dok? Kandungannya nggak apa-apa kan?" tanya Bryan.

"Sejauh ini kandungannya baik-baik saja, dr. Bryan. Hanya saja tekanan darah ibu Hannah saat ini menurun drastis dan sangat dibutuhkan perawatan setelah ini. Selanjutnya, dr. Nadia yang akan memeriksa." ujar dokter yang menangani Hannah, Bryan mengangguk dan membiarkan Hannah mendapatkan perawatan di sini.

"Mas.." panggil Hannah pelan saat matanya samar-samar menangkap bayangan suaminya. "Mas Bryan,"

"Iya, iya sayang." Bryan mengusap pipi Hannah agar segera tersadar sepenuhnya.

"Aku di ugd ya?" tanya Hannah yang sudah hapal bau UGD. "Aku nggak apa-apa kan mas?"

"Nggak, Alhamdulillah kamu nggak apa-apa. Nanti little baby dicek sama Omanya." Bryan tersenyum lalu mengecup kening Hannah.

"Mas jangan marah ya." Hannah mengusap punggung tangan Bryan yang ada di atas perutnya.

"Buat apa marah? Toh bukan salahmu, orang-orang itu yang salah. Yang terpenting sekarang kamu, habis ini mas urus kamar, kamu tunggu ya." jawab Bryan menenangkan Hannah yang masih ketakutan Bryan akan marah karena hal tadi.

"Nanti suruh Tiwi ke sini ya mas, aku nanti sendirian kamu keluar, hehe." katanya sedikit manja.

"Hmmm manjanya," Bryan mencubit hidung mancung Hannah dengan gemas. "Ya sudah, aku ke depan sebentar." pamit Bryan, Hannah mengangguk dan kembali terpejam sambil menunggu Tiwi masuk.

Bryan keluar dari UGD, dan matanya tertuju pada banyaknya orang yang menunggi di luar, bahkan pintu UGD di jaga satpam sampai 3 orang. Sedikit mengintip, Bryan melihat orang-orang itu adalah wartawan yang pasti menunggu klarifikasi dari Hannah tentang pemberitaan di luar sana.

"Wi, kamu tolong urusin dulu itu media di depan. Mereka nggak akan puas kalau nggak ada yang klarifikasi," kata Bryan begitu dirinya kembali dari administrasi.

"Tapi Pak, saya harus bilang apa?"

"Bilang ke mereka kalau kita akan membuat somasi ke akun penebar fitnah itu, setelahnya akan diurus pengacara. Sampaikan juga bahwa berita itu tidaklah benar dan pastikan mereka menulis berita yang benar, tidak asal potong berita saja." ujar Bryan, ia berusaha tenang meski sebenarnya ia ingin marah tapi itu tidak akan menyelesaikan apapun tetapi akan menimbulkan masalah baru.

"Baik, Pak." Tiwi segera menemui awak media untuk meredakan hal ini, setelah ini pasti kedua orang tuanya juga orang tua Hannah akan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

🌻🌻🌻🌻🌻

Hannah sudah pindah ke ruang perawatan di lantai paling atas dan benar saja setelah itu kemudian Aliya, Adrian bahkan Sekar dan Banyu pun naik ke sana untuk memastikan keadaan putri mereka sambil menunggu hasil pemeriksaan keadaan kandungan Hannah keluar.

"Jangan dipikirin ya sayang." ujar Sekar berusaha menghibur putrinya itu. "Itu sudah jadi satu risiko yang tidak tertulis tapi harus dijalani, konsekuensi ketika kita masuk ke dalam satu dunia yang baru, dengan segala rupa cobaan di dalamnya."

"Lagian semua itu nggak benar." sahut Aliya juga ikut duduk di sisi bed yang lain.

"Hannah cuma nggak habis pikir ajaa sama yang komen, mom, mami." jawab Hannah sambil mengusap perutnya.

"Yah, kita ini hidup di dunia harus menerima kenyataan bahwa tidak semua orang menyukai kita. Akan selalu ada celah untuk mencela dan mencaci, kita ini akan selalu jahat di cerita orang lain. Cukuplah mereka menanggung apa yang mereka perbuat terhadap kita, tugas kita hanya menutup telinga dan mulut masing-masing. Terlalu banyak jika harus menutup mulut orang-orang yang bahkan kita tidak kenal mereka siapa." ujar Adrian panjang lebar sambil duduk di sofa, bersebelahan dengan Banyu.

"Ingat, Han. Yang tahu dirimu, ya kamu, bukan mereka." tambah Banyu kemudian, Hannah mengangguk.

Tak berapa lama kemudian Bryan masuk bersama Oma Nadia yang juga menangani kehamilan Hannah. Beliau datang dengan senyum semringah serta membawa alat USG di belakangnya.

"Lho mam, kok bawa alat?" tanya Adrian ketika melihat ibunya itu masuk ke dalam ruangan bersama susternya.

Aliya dan Sekar pun melipir dari bed Hannah.

"Mama cuma mau memastikan bahwa hasil lab tidak salah." jawab Oma Nadia santai.

"Memang hasil lab Hannah kenapa, Oma?" tanya Hannah khawatir.

Oma Nadia hanya melemparkan senyum, tak menjawab pertanyaan Hannah. Mata Hannah kinu beralih ke Bryan yang berdiri di sampingnya, memohon jawaban.

"Nanti kita akan tahu."

Jantung Hannah yang sejak tadi tidak bisa santai semakin tak karuan berdetak, apalagi saat alat usg mulai menjelajahi atas perutnya. Ada apa sebenarnya.

"Oma cek ya." matanya yang masih jeli di usianya yang sudah senja kembali memicing ketika melihat apa yang ia temukan hasilnya sama dengan hasil laboratorium.

"Mam, ada apa?" tanya Aliya kini.

Beliau berbalik sambil memutar layar dan tersenyum.

"Selamat ya, Hannah, Bryan. Ada dua janin dan dua plasenta dalam kandungan Hannah." ujarnya membuat semua orang terkejut.

"Besarnya ukuran perut Hannah tak lain adalah ini. Karena ada dua janin di sini yang sedang tumbuh. Kemungkinan, kembar tidak identik sangat besar saat ini."

Ucapan Hamdallah pun memenuhi ruangan, Hannah pun tak kuasa lagi menahan tangisnya di pelukan Bryan. Tak ada yang menyangka hal ini akan terjadi padanya.

"Jadi, penyebab tekanan darah Hannah sangat turun drastis adalah ini juga, mood dan kelelahan berlebih yang Hannah keluhkan tadi juga asalnya ya ini. Dijaga ya, kehamilan ini juga banyak resikonya jadi Oma mohon, kurangi semua jadwal. Perhatikan segala asupan dan konsumsi makanannya ya."

"Iya Oma, Hannah akan jaga." kata Hannah masih bergetar, ia sulit berjaga-kata, Bryan pun.

"Sayang, calon anak kita kembar juga." bisik Bryan pelan, memunculkan senyum semringah di wajahnya.

"Iya, Mas... Alhamdulillah..." Hannah mengusap pipi Bryan, lalu Bryan mengecup lagi kening Hannah dengan penuh cinta.

🌻🌻🌻🌻🌻

Yeayyy I'm back, Mamas comeback 🐤🐤 monggo vote dan komennya ya teman-teman. Part terpanjang lho ini 😍😍

#dahgituaja

#awastypo

Merci

Au revoir

Dudui

Danke,

Ifa 💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top