Semesta 30

Beter eerst de sterren raken en een paar opmerkingen achterlaten

Better hit the ⭐ first and leave some comments

🐝🌻🐝🌻🐝🌻

Sepagi ini entah sudah berapa kali Hannah bolak-balik ke toilet. Morning sickness melandanya padahal belum ada makanan yang masuk shubuh-shubuh begini. Bahkan semalam Hannah hanya makan seporsi salad buah segar karena hanya itu yang bisa dimakannya, Hannah mual melihat atau mencium wangi nasi.

Bryan juga jadi ikut terbangun dan membantu Hannah memuntahkan semua yang dimakannya semalam. Tak tega Bryan melihat Hannah tiba-tiba jadi lemah dan lesu begini, sudah dua minggu terakhir sejak Hannah mengetahui dirinya hamil ia hanya bisa bedrest di tempat tidur dan hanya meremote pekerjaannya dari rumah.

Segala macam makanan yang masuk keluar kemudian hanya buah yang bisa Hannah makan. Sesekali Bryan menyelipkan karbo lainnya, ubi atau kentang yang dihaluskan dengan menu protein pula.

"Aku buatin teh hangat ya," Bryan menyandarkan Hannah di tempat tidur, hanya anggukan yang sanggup Hannah berikan.

Dapur pun sudah memulai aktivitasnya, Bik Sum dan Aliya sudah sibuk membuat sarapan. Dari jarak beberapa langkah, Aliya sudah bisa membaca ekspresi wajah Bryan yang nampak khawatir, ia pun mendengar suara Hannah muntah-muntah tadi.

"Hannah sudah bangun mas?" tanya Aliya saat Bryan mendekat.

"Sudah mom, tadi muntah-muntah lagi. Nggak tega mas lihatnya." ujar Bryan pelan sambil membuat teh untuk Hannah.

Aliya tersenyum. "Nggak apa-apa, wajar. Namanya hamil ya pasti ada fase yang seperti itu walaupun nggak semuanya mengalami mual muntah. Minta obat mual untuk Hannah gih sama daddy di kamar, itu buahnya juga sudah mom kupasin sekalian bawa ya." Aliya mengangsurkan semangkuk buah segar yang sudah tinggal makan pada Bryan.

"Makasi mom, mas minta obat dulu ke daddy." Bryan meninggalkan pantry dan menuju kamar Daddynya.

Bryan membuka pintu setelah dapat sahutan dari dalam. Sudah di rumah bukan berarti seenaknya bisa masuk tanpa mengetuk pintu. "Daddy," panggil Bryan sambil mendekat.

"Ya? Gimana mantu Daddy?" Adrian menyudahi bacaan Al-Qur'an nya.

"Masih mual muntah, Dad. Mamas minta obat pereda mual boleh?"

Adrian mengambilkan satu strip obat pereda mual dari dalam lemari lalu memberikannya pada Bryan. "Cukup satu, oke? Usahakan ada makanan yang masuk, kalau Hannah masih muntah lihat nasi kasih karbo yang lain ya? Minta tolong Bik Sum buatkan mashed potato lagi pakai saus jamur, mungkin Hannah lebih suka."

"Ya dad, nanti bilang ke Bik Sum. Makasi dad," ujar Bryan sebelum keluar, Adrian hanya mengangguk.

Bryan segera kembali ke kamar dengan beberapa bawaan di dalam nampan. Hannah sudah berbaring lagi sambil memegangi kepalanya yang sepertinya terasa pusing, benar-benar membuat Hannah tak bisa melakukan apapun, apalagi pagi hari. Tidak muntah saja itu sudah rekor.

Tak tega membangunkan, Bryan memijat-mijat kening Hannah hingga kerutan tanda sedang menahan sakit itu tak ada lagi. Hannah tak terganggu, malah ia semakin pulas dan Bryan membiarkannya tidur sementara ia mandi dan siap-siap untuk berangkat kerja pagi ini.

.
.
.

Hannah mengerjapkan matanya saat mendapati Bryan di sampingnya sudah rapih dengan pakaian kerjanya, pelan-pelan Hannah bersandar kembali pada punggunh kasur. "Mas, sudah rapih?" Hannah mengusap wajahnya.

"Sudah sayang, kamu pules banget." jawab Bryan sambil merapikan rambut Hannah.

"Maaf ya mas, aku gak siapin perlengkapan kerja kamu. Serius aku mual banget, lemas."

Bryan tersenyum. "Aku masih bisa sendiri sayang, nggak apa-apa kamu istirahat aja ya. Itu tehnya minum dulu."

Hannah meminum tehnya beberapa teguk lalu memakan buah yang sudah sejak tadi terhidang di dalam mangkuk. Lahap Hannah memakan buah kesukaannya, Bryan memperhatikan sesekali Hannah menyuapinya juga.

"Aku siapin kamu sarapan ya, Mas?"

"Nggak usah, udah rapih tadi mom sama Bibik buatin sarapan. Hari ini coba makan mashed potato ya? Biar ada karbo yang masuk, dari kemarin daging-dangingan aja tanpa nasi. Terus nanti minum anti mualnya."

Hannah terkekeh, Bryan semakin protektif padanya semenjak tahu ada nyawa lain di tubuh Hannah. "Iya, aku coba makan." Hannah mengangguk.

Kursi di ruang makan sudah hampir terpenuhi, sisa kursi Bryan dan Hannah yang belum. Dari kejauhan Hannah sudah berusaha menahan mualnya karena wangi nasi yang menguar di meja makan, sebisa mungkin Hannah akan menahannya.

"Makan Han, itu ada kentang dibuatin Bik Sum." ujar Aliya saat Hannah sudah duduk.

"Iya mom." Hannah menyendok sedikit pengganti nasi yang akan di konsumsinya ini.

"Mamas, tadi Oma bilang hari ini jangan lupa cek up kedua. Di telponin nggak jawab kata Oma, gimana sih?" protes Bryna menyampaikan pesan Oma nya di telepon tadi.

"Astagfirullah, iya handphone mas silent dari semalam. Iya nanti sore deh, jadi pasien terakhir aja." jawab Bryan lalu menoleh ke Hannah.

"Aku berangkat sama siapa Mas?" tanya Hannah.  "Kan aku nggak boleh nyetir." lanjutnya.

"Sama gue aja, Han. Libur gue hari ini." usul Bryna membuat mata Hannah berbinar, setidaknya ia bisa leluasa jika dengan Bryna di rumah.

"Nanti mom sama mami kamu ikut juga ya Han, mau lihat calon cucu. Nggak sabar mommy tuh." ujar Aliya semringah.

"Iya mom, dari kemarin mami juga ngomong kok," sahut Hannah, ia mulai menikmati mashed potato dengan daging yang khusus dibuat untuknya supaya bisa makan.

🐝🌻🐝🌻🐝🌻

"Aku berangkat ya." pamit Bryan lalu mengecup kening Hannah.

"Ketemu lagi nanti sore ya. Perlu bawa mobil nggak?"

"Nggak usah ya, bilang Bryna nanti naik taksi aja. Pulang bareng aku."

Hannah mengangguk lalu meraih punggung tangan Bryan dan dikecupnya takzim. Bryan benar-benar tak membolehkannya melakukan apapun, semua pekerjaan rumah sudah di handle Bik Sum. Seharian Hannah hanya menggambar sesekali untuk koleksi terbarunya tapi sebisa mungkin itu pula Hannah keluar dari kamar lalu ke taman belakang jika mual tak melandanya.

Dua minggu tanpa melakukan apapun rasanya bosan, Hannah yang biasa sibuk ke sana ke mari pun sekarang jenuh tak melakukan apapun.

"Daripada bosen, Han. Sini..." ajak Bryna yang setiap waktu liburnya ia memilih untuk merawat bunga-bunga seperti Mommynya.

Hannah akhirnya ikut dengan Bryna, taman belakang ini salah satu spot favorite Hannah jika bosan di kamar. "Bosen Bryn, nggak boleh keluar."

"Nanti sore kita keluar, jajan deh ke mall sekalian." ujar Bryna, Hannah mengangguk ceria.

"Han, btw, belum announced apa-apa kan ke media?" tanya Bryna serius kali ini.

"Nggak Bryn, mami juga bilang jangan dulu. Tapi ya, kita lihat aja. Bukan netizen namanya kalau mereka nggak tahu duluan, kan?"

Tawa keduanya pecah begitu saja, mereka tahu banyak mulut di luar sana yang kadang seolah lebih tahu dari diri kita sendiri. Hannah pun tak pernah ambil pusing soal itu jika tak mengganggu privasinya atau keluarganya.

.
.
.

"Mas, aku sudah di KMC." tulis Hannah di room chat whatsappnya. Ia sudah menunggu bersama Bryna di kantin KMC, entah kenapa tiba-tiba Hannah menginginkan rujak tumbuk yang terkenal enak di KMC.

Bryna hanya geleng kepala melihat Hannah makan rujak yang nampaknya pedas itu. Beberapa kali Hannah menawarkan pada Bryna, dia hanya menolaknya. Cukup sudah Bryna berulang kali bermasalah dengan apapun yang pedasnya over.

"Kapok gue." gumam Bryna. "Habisin Han."

Dan benar saja, Hannah menghabiskan rujaknya bersih tak bersisa.

"Dah yuk, Mas Bryan nunggu di polinya Oma."

Beberapa kali Hannah berhenti saat berjalan menuju poli, banyak yang mengenali Hannah dan meminta untuk foto bersama. Bryna yang ikut pun mau tak mau menjadi tukang foto dadakan untuk para fansnya Hannah hingga akhirnya mereka berhasil sampai di poli Obsgyn yang sudah ada Aliya, Sekar dan Bryan tentunya. Kali ini datang periksa keroyokan.

"Ya ampun ini ramainya." kata Oma Nadia saat semuanya masuk ke ruangan.

"Oya dong mam, cucu pertama Al lho inii. Ya kan mbak Sekar?"

"Persis, dulu waktu Angga sama Hanggini juga aku sama kayak Aliya."

Rumpi.

"Sudah-sudah, mana ini yang mau cek up. Sini ikut Oma yuk."

Dengan senang hati walau jantunh deg-degan Hannah berbaring di bed periksa sementara Bryan di sampingnya mengadukan segalanya pada sang Oma.

Mulai dari Hannah yang tiba-tiba tidak suka nasi, mual muntah yang berlebihan dan segalanya yang menyangkut Hannah. Bryan menjadi overprotective sekarang.

"Mas sudah dong aku maluu tahuu..." protes Hannah yang dihadiahi tawa.

"Oke, fokus ya sekarang. Seperti yang Oma bilang waktu itu, minggu ini fetal heartbeat nya sudah bisa di dengar, kita coba ya."

Sepersekian detik kemudian detak jantung itu akhirnya terdengar meskipun belum jernih namun itu berhasil membuat Hannah menangis terharu di pelukan Bryan, begitupun Bryan yang tak habis menciumi kening Hannah.

"Selamat ya Bryan, Hannah. Dia sudah menampakkan dirinya walaupun masih kecil tapi jantungnya bagus sekali. Di jaga ya, istirahat, makannya, vitamin dan lain-lain jangan lupa dikonsumsi." pesan Oma Nadia setelah pemeriksaan selesai.

"Iya Oma, Mas juga belum bolehin Hannah kerja kok."

"Kerjanya di jeda dulu ya Han, Oma tahu sekali kamu sibuk ke sana ke mari. Sesekali meeting keluar nggak apa-apa. Tapi kalau bisa dari rumah dulu sampai di rasa kamu siap untuk go public."

Hannah pasrah mengangguk meskipun ia bosan di rumah tapi setidaknya ada lampu hijau untuk ia bisa keluar meeting dengan klien ataupun vendor acara jika kembali di undang untuk fashion show lagi.

🌻🐝🌻🐝🌻🐝

Ahoy genkkkk, tak banyak cakap lha aku yaa... Selamat menikmati 😙😙

#dahgituaja

#awastypo

Dudui

Danke,

Ifa💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top