Semesta 3

Beter eerst de sterren raken en een paar opmerkingen achterlaten ⭐

Better hit the ⭐ first and leave some comments

🌻🌻🌻🌻🌻

Jakarta, Indonesia

Hari ini resmi menjadi hari pertama bagi Bryan menjejakkan kaki kembali ke Jakarta. Disambut keluarga besarnya, ia pulang dengan segala macam oleh-oleh untuk para sepupunya.

Sudah tak asing lagi jika siapa saja yang pulang berpergian di keluarga ini, oleh-oleh menjadi sebuah keharusan yang dibawa dari tempat yang dikunjungi meskipun tidak ada yang meminta. Apalagi jika Bryan mengirimi makanan khas dari negeri kincir angin itu meski sekalipun ada di Indonesia tapi tetap saja adik-adiknya lebih suka kiriman dari Bryan.

Rebutan, itu yang menjadi pemandangannya kali ini walaupun begitu semua pasti kebagian karena Bryan sudah menghitung berapa banyak yang harus ia beli mulai dari baju, gantungan sampai cemilan-cemilan khas Belanda yang jadi kesukaan semua orang di rumah ini.

"Maaf ya Mamas, Oma dan Opa nggak bisa temani Mamas wisuda kemarin. Oma Opa gampang capek, apalagi perjalanan jauh." ujar Oma Mai sambil mengusap punggung cucu sulungnya itu.

"Nggak apa-apa, Oma. Yang penting doanya aja, terimakasih udah support Mamas dan meyakinkan Mas kalau bisa jadi seperti daddy nantinya." jawab Bryan lalu mengecup punggung tangan Oma tercintanya itu.

"Jadi kapan Mamas siap masuk dan kenalan lagi dengan rumah sakit?" tanya Oma Nadia yang ada di ujung sofa dengan cucu bungsunya, Kenzie.

"Insha Allah, kapanpun Daddy panggil Mamas untuk kembali ke RS, Mas siap. Sambil menunggu semua dokumen dan surat izin praktik di sini, mungkin Mamas akan keliling di rs aja, Oma." kata Bryan lagi.

"Jangan lupa Mas, ikut test. Nanti kamu di bully sama netizen KMC lho." sambar Jasmine, salah satu Tantenya Bryan.

"Hehe, iya bunda. Mas pasti ikut prosedur nanti, karena berkas belum rampung jadi sepertinya Mas bisa santai sambil belajar."

Jasmine mengangguk, tanda mengiyakan ucapan keponakannya itu. Seluruh anggota keluarga disini pernah menjadi bahan pergunjingan segelintir orang di rumah sakit lantaran Bhima, adik Aliya juga bekerja di sana bersama istrinya Jasmine serta Jihan adik ipar Aliya juga, istri dari Bian.

Bahkan Kanika, adik perempuan Aliya sampai memutuskan untuk mutasi ke KMC klinik di Pejaten karena Kanika sampai stress terus-terusan dijadikan bahan gunjingan saat tengah hamil hingga harus bedrest beberapa tahun yang lalu.

Satu tuduhan mereka, nepotisme. Dan Bryan paham akan hal itu makanya ia lebih memilih ikut tes nanti setelah semua berkasnya selesai dan bisa ia print out saat membutuhkan dokumen pelengkap tes. Ia tak ingin memanfaatkan haknya sebagai anak dari pemilik rumah sakit anak yang cukup mentereng di kawasan Jakarta selatan ini.

"Kalau dedek nanti bagaimana? Mau di KMC atau terus di RSCM?" tanya Irzha, sang Opa.

"Dedek belum bisa milih, Opa." jawab Bryna lalu tersenyum. "Mungkin nanti baru adek pikirin enaknya gimana." tambahnya lagi.

"Nggak apa dek, di klinik aesthetic mom juga boleh kok. Di klinik oma juga silakan, kalau mau dua-duanya ya bagus." kata Aliya sambil meletakkan stoples kripik buah buatannya.

"Apa nggak repot Al?" tanya Mai menatap anak sulungnya heran.

"Bukannya jadi lebih fleksibel ya mam? Dua hari adek bisa di klinik, lain harinya di klinik aesthetic atau home care ke rumah biasanya untuk infus vitamin c buat yang nggak sempat datang ke klinik. Sabtu minggu bisa tetap libur." jelas Aliya membuat sang Mama mengangguk paham.

"Yawis, kalau gitu ya nggak apa. Nanti tinggal tunggu keputusan adek mau yang mana..."

Mungkin semua terkesan serba diatur dan teratur hingga tidak bisa keluar dari zona tersebut. Namun Bryna akhirnya paham bahwa yang dilakukan orang tuanya ini bukan semata untuk masa depannya namun juga kondisinya yang di awal masuk kuliah sempat drop akibat kaget karena jadwalnya yang padat.

"Mas, besok ikut daddy ke rs ya? Kita keliling-keliling." ajak Adrian pada si sulung saat yang lain tengah fokus menonton.

"Mas udah khatam seluruh bagian rumah sakit, dad." jawab Bryan, ya, masa kecilnya di habiskan dengan bermain di lingkungan rumah sakit setelah lima tahun di Leiden menemani Daddynya kuliah dan bekerja.

"Tapi nggak ada salahnya untuk mengenal lagi. Lagian, daddy juga mau mengenalkan kamu sama dokter-dokter lain yang sama sekali nggak tahu kamu." kata Adrian membuat Bryan mengulas seukir senyum tanpa bisa ia membantah lagi.

🌻🌻🌻🌻🌻

Sudah menjadi konsumsi publik rumah sakit selama ini bahwa di masa depan, Bryan lah yang akan memegang kendali dan semua terjadi begitu saja. Bryan yang memilih kuliah di Belanda dengan beasiswa meninggalkan kemudahan yang ia dapat jika berkuliah di Jakarta.

Kabar kasak kusuk mulai terdengar tak enak di telinga, beberapa kali Aliya sempat mendengar anaknya menjadi bahan perbincangan, lagi-lagi namun ia tak mau begitu saja menuduh tanpa bukti. Aliya tak mau lagi peduli, biar saja, nanti mereka akan capek sendiri.

Kini Bryan sudah dalam perjalanan menuju KMC bersama Daddynya, berdua saja karena Aliya membawa Bryna untuk mengukur kebaya wisudanya yang akan di langsungkan dua minggu lagi.

Empat tahun di negeri orang membuat Bryan rindu hiruk pikuk kota kelahirannya ini. Padatnya aktivitas para warga di pagi hari dengan kendaraan mereka jauh berbeda dari Leiden yang 95% warganya menggunakan sepeda sebagai alat transportasinya termasuk Bryan juga menggunakan.

Terbiasa dengan hal itu selama beberapa tahun membuat Bryan agak sedikit kagok tadi pagi dan menanyakan dengan apa mereka berangkat ke rumah sakit? Trem ataukan MRT? Tawa terpingkal-pingkal terdengar seisi meja makan karena sepertinya Bryan masih jetlag hingga bertanya ngelantur seperti itu.

"Bisa aja sih mas, kita naik MRT ke rumah sakit. Dari Gandaria sini ke stasiun Lebak Bulus, lalu turunnya di Cipete Raya, Haji Nawi atau Blok A tapi nanti pasti akan memutar arah juga dengan ojol. Sama saja kan? Kamu ini ngawur mas." ujar Aliya sambil menahan tawanya.

"Bryan, udah sampai." ucapan Adrian memecah lamunan Bryan yang mengawang soal MRT tadi.

"Eh iya dad." Bryan segera merapikan penampilannya.

Adrian hanya memperhatikan saja sampai Bryan nampak siap turun dari mobil. Rasanya baru kemarin Adrian yang turun dari mobik bersama Papa Irzha dan di kenalkan dengan para staff juga dokter di sana yang sempat membuat para koas berteriak histeris.

Akhirnya mereka turun dan masuk ke dalan lobby utama rumah sakit, seolah semua mata tertuju pada Bryan kini yang memakai kemeja biru tua dan putih berpadu dengan celana bahan warna navy berjalan beriringan dengan Daddynya yang sudah menenteng tas dan snelli khasnya sambil menyapa beberapa staff yang berpapasan.

Bisik-bisik mulai menyapa telinga Bryan kala dirinya tengah menunggu lift terbuka. Ia sudah tidak kaget dengan hal itu, mungkin saja mereka yang membicarakan Bryan baru saja tahu kalau Chief mereka memiliki anak lelaki yang sudah dewasa. Mungkin saja mereka hanya tahu Kavin dan Kenzie yang pasti masih sering bermain ke rumah sakit sepulang dari sekolah.

Lift terbuka, semua orang turun termasuk salah satunya hampir menabrak Bryan. Seorang dokter perempuan berjilbab yang sepertinya baru saja selesai visite pagi ini hingga membuat Bryan menghentikan langkahnya dan meminta maaf.

"Aduh, maaf..." Bryan menggantung sambil melirik name tag dokter cantik itu menempel di kerudungnya. "dr. Syahira? Maaf ya saya tidak sengaja." ujar Bryan sambil menahan liftnya.

Dokter itu mengangguk tanda tak apa. "Maaf saya yang teburu-buru dan tidak melihat anda, saya permisi." kata dokter bernama Syahira itu dan berlalu dari hadapan Bryan membuat Bryan sedikit terdistraksi jika saja ia tak ingat kini jadi bahan tontonan satu lift.
.
.
.
.

Benar saja, Adrian langsung mengenalkan Putranya di hadapan para petinggi rumah sakit ini saat sesi makan siang berlangsung di ruagan khusus direksi.

Diantara mereka bahkan ada yang terang-terangan menyodorkan para putri mereka untuk dikenalkan pada Bryan namun dengan halus Bryan menolak tawaran itu meski dari orang paling senior di sini.

"Bryan ke sini bukan untuk cari calon istri, dad." katanya setelah selesai makan dan kembali ke ruangan daddynya.

"Ya nggak ada yang salah kalau kenalan aja kan, Mas?"

"Memang, tapi menjadi salah bila mereka menaruh harapan lebih pada Mas selain hanya berkenalan sementara Mas belum ingin lebih daripada itu, dad." jawab Bryan setenang mungkin dan Adrian terbungkam.

"Kamu takut kalau salah satu di antara mereka mengajakmu pacaran?" tanya Adrian lagi.

"Iya dan Agama kita tidak mengajarkan itu kan, dad?" Bryan membalikkan pertanyaan, Adrian kembali diam.

"Kalau daddy mau mamas di sini, tolong jangan paksa mas untuk mengenal anak teman-teman daddy apalagi yang perempuan. Daddy paham hal itu kan?" kata Bryan serius. "Mas mau keluar dulu..." pamitnya lalu melenggang entah ke mana.

Bryan melihat sekelilingnya, rumah sakit ini masih seasri dulu saat ia tinggalkan untuk menuntut ilmu di Belanda hanya ada sedikit - sedikit yang berubah dan tidak terlalu terlihat.

Ia berjalan ke arah taman sambil membawa sebuah minuman yang jarang sekali ditemuinya jika bukan adiknya yang mengirimi ke Belanda. Bryan duduk di bangku taman dengan teh kotak rasa lemon di tangannya dan menyeruputnya pelan-pelan sambil mengedarkan pandangannya ke arah lain hingga matanya bertemu dengan tatapan teduh itu, yang sama seperti tadi pagi.

Namun mata itu enggan menatapnya lama hingga di detik berikutnya si pemilik mata indah itu berpaling sambil merapalkan istighfar yang jelas terlantun dari bibirnya ketika ia ketahuan menatap lelaki yang tadi pagi ditabraknya.

Bryan mengerutkan dahinya melihat dr. Syahira berlalu begitu saja dari taman tanpa senyum sedikit pun.

"Why so mysterious?" gumam Bryan kala si kerudung baby pink bermata indah itu menjauh darinya.

"Astagfirullah... Siapakah dirinya? Apa yang di sembunyikannya?" selidik Bryan kepo. Namun segera ia tepis dengan segala pemikiran yang ada.

🌷🌷🌷🌷🌷

Haalllooooooo heheh maaf ya aku tu nunggu kouta ⭐⭐⭐ penuh dulu supaya ada jeda buat napas karena yaaa gak bisa up tiap hari jugaa...

Jadi, ⭐ tetap 250 yaa allemal! Hope you enjoy!

#dahgituaja

#awastypo

Dudui

Danke,

Ifa 💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top