Semesta 28
Beter eerst de sterren raken en een paar opmerkingen achterlaten ⭐
Better hit the ⭐ first and leave some comments
🐝🌻🐝🌻🐝🌻
Beberapa minggu kemudian...
Sore ini Hannah harus menghadiri launching salah satu produk hijab milik designer kondang Indonesia yang namanya sudah terkenal hingga New York, Amerika. Beberapa hari yang lalu hampersnya sudah sampai di apartment, tentu seperti isian hampers fashion pada umumnya.
Di dalamnya ada rok tutu, atasan dan selembar hijab bercorak cantik yang cocok dengan bentuk wajah Hannah yang panjang. Tone warnanya juga tidak terlalu terang, tidak pula terlalu soft. Warna pastel kalau kata Hannah, lembut dan cocok untuk acara siang atau sore hari.
Hannah menyapukan make up tipis di wajahnya, ia juga sudah izin pada Bryan tadi pagi sebelum suaminya berangkat kerja dan Hannah bilang kalau ia mungkin akan pulang malam, lewat dari jam pulangnya karena acara seperti ini agak memakan waktu.
Ponsel Hannah bergetar, muncul nama Bryan di layarnya. Segera saja Hannah menjawab dengan AirFly headsetnya sambil tangannya terus sibuk memulas wajahnya.
"Assalamualaikum..." sapa Hannah.
"Wa'alaikumsalam, Han, kamu jadi berangkat?"
"Jadi dong, ini lagi make up sama nunggu Tiwi lagi dijalan mau ke sini jemput aku katanya. Kamu pesen apa sama si Tiwi? Hm?" todong Hannah membuat Bryan terkekeh di seberang sana.
"Hahaha, nggak, aku cuma bilang sama Tiwi buat kawal kamu ke mana pun kalau aku nggak ada. Itu aja sih,"
"Hmm... Posesif dokter ini ya."
"Posesif jaga istri ya harus dong."
Hannah mengulum bibirnya saat mendengar kata-kata yang terdengar di telinganya. "Iyaa, ya udah ya sayang. Aku mau ganti baju dulu nih."
"Eh tunggu, aku lihat di hampers itu ada hijabnya ya?"
Hannah terdiam sejenak. "Iya. Kenapa?"
"Dipakai ya? Jangan asal tapi. Udah ya, aku kerja lagi, have fun sayang. Assalamualaikum..."
"Wa'alaikumsalam." Hannah mematikan sambungan teleponnya lalu melirik kotak hampers di samping meja riasnya.
Sebenarnya tanpa perlu Bryan meminta pun Hannah akan memakainya karena fokus acaranya adalah hijab series terbaru yang Hannah dapatkan salah satu motifnya di dalam hampers itu.
Hannah memandangi wajahnya di cermin saat kain itu sudah terpasang di kepalanya menutupi semua rambut kemerahan miliknya. Beberapa kali memang Hannah memakai hijan untuj acara-acara tertentu tapi ketika tadi Bryan yang meminta kenapa rasanya jadi lain.
Merapikan sedikit ciput yang terlihat di dahinya Hannah merasa sudah cukup rapih lalu membereskan alat tempur masuk kembali ke dalam box nya sampai bel apartment nya terdengar berarti Tiwi sudah sampai.
"Masya Allah..." Tiwi berucap seolah ia tak pernah melihat Hannah berhijab sebelumnya.
Tiwi memutar-mutar tubuh bossnya itu, mengamatinya dari atas sampai bawah hingga kepala Tiwi teleng ke samping.
"Cantik amat bos..." puji Tiwi yang memang sudah berhijab duluan. "Pakai ciput lagi, aih, rapi! Biasanya itu rambut ke mana-mana biar udah pakai hijab..."
"Wi, jangan gitu dong, ih, malu."
Tiwi hanya cekikikkan mendengar protes bosnya itu. "Udah, nggak usah malu. Kayak nggak pernah hijaban depan umum aja, yuk ah." Tiwi langsung menggandeng tangan Hannah untuk keluar dari apartment dan menuju mobilnya di basement.
🐝🌻🐝🌻🐝🌻
Sementara di rumah sakit seperti biasanya Bryan baru saja selesai dengan shiftnya dan sedang bersiap untuk meninggalkan ruangannya yang juga sedang di bersihkan oleh petugas.
"Permisi dokter Bryan." suara lembut di ujung pintu membuat Bryan menghentikan aktivitasnya.
Bryan tersenyum menyambut sosoknya yang masuk ke dalam ruangannya. "Sore dok." sapa Bryan.
"Kamu ini nak..." Aliya duduk di kursi depan meja Bryan. "Kok belum pulang? Nggak jemput Hanhan ke butik?"
"Hannah hari ini ada acara mom di Dharmawangsa, di temenin Tiwi kok sampai selesai." jawab Bryan ikut duduk di kursi pasien.
Aliya tersenyum. "So far, gimana rasanya jadi suami?"
"Alhamdulillah menyenangkan, yaa, berantem-berantem kecil pasti ada, masih bisa diatasi. Namanya masih baru, masih fase awal. Kami masih menyesuaikan." jawab Bryan sambil menyungginggkan senyum tipis.
"Ya. Mom dan Daddy pernah ada di posisi seperti itu di awal pernikahan. Semua orang pasti merasakan tapi di jalani saja ya mas. Bertahan di situasi apapun adalah pilihan terbaik, nggak semuanya mulus-mulus. Pasti ada batu kerikil yang membuat pernikahan itu semakin kuat."
Bryan mengangguk mendengarkan nasehat Mommynya ini. Guru pertama dalan hidup Bryan sejak kecil sampai saat ini sudah memiliki istri, beliau selalu memberikan nasehat terbaik untuk anak-anaknya.
"Oh iya, tadi mom lihat fotonya Hannah sama Mbak Dian itu cantik banget lho Mas pakai hijab."
"Eh, itu. Iya mom, mas juga udah dikirimin fotonya tadi, kebetulan acaranya launching hijab kayaknya sayang kalau nggak di pakai hari ini. Jadi mas minta Hannah pakai yang rapi."
Kini Aliya yang mengangguk. "Nggak apa-apa, supaya Hannah belajar. Tapi kalau minta Hannah pakai walaupun cuma occasionally aja, mintanya baik-baik ya? Jangan sampai Hannah jadi tersinggung."
"Iya mom, mommy kayak nggak kenal anaknya aja." protes Bryan.
"I trust you. Sekarang, kayaknya acara belum selesai lebih baik kamu jemput Hannah terus kalian mampir ke rumah, kita makan malam bareng. Adik-adik kamu kangen sama Mamasnya."
Bryan melirik jam tangannya, Hannah sempat bilang kalau acaranya juga berlangsung. "Okedeh, Mas jemput tuan putri dulu ya baginda ratu. Nanti kami mampir ke rumah, bilang Kavin sama Zie suruh tunggu ya." Bryan meraih punggung tangan Aliya lalu membawa tas serta snellinya saat keluar dari ruangan.
Aliya menghela napasnya lalu tersenyum begitu manis. Bayinya kini sudah dewasa, sudah mengemban tanggung jawab sebagai seorang suami dan kelak akan jadi orang tua.
"How time fly so fast my dear." Aliya mengambil bingkai foto di meja Bryan berisikan fotonya sekeluarga.
.
.
.
.
Sebuket bunga lilly putih ada di jok penumpang sebelah Bryan. Tadi sebelum benar-benar menuju parkiran ia menyempatkan membeli bunga itu di florist depan lobby KMC. Bryan juga sudah bilang pada Tiwi untuk menahan Hannah agar janhan segera pulang, ia akan datang menjemput.
Bryan tahu risikonya jika ia muncul di acara seperti ini sudah pasti banyak media massa yang meliput. Bukan mau mencari ketenaran atau apapun, Bryan datang, murni untuk menjemput Hannah dan tidak lebih dari itu.
Acara sudah mulai bubar, Bryan memberanikan diri turun dari mobil dengan tangan kosong, sengaja ia tinggal bunga lily tadi di dalam mobil sebagai kejutan untuk Hannah.
Benar saja dugaan Bryan, beberapa pasang kamera langsung mengarah padanya. Ia hanya melempar senyum lalu menghilang masuk ke dalam venue acara dan mencari Tiwi untuk mengejutkan Hannah.
"Wi, Hannah mana?" tanya Bryan begitu menemukan asisten istrinya.
"Itu lagi ngobrol pak,"
Bryan mengangguk dan mengucapkan terima kasih lalu menghampiri Hannah di ujung sana yang sedang mengobrol dengan teman-temannya yang mulai menyadari kehadiran Bryan dan memberi kode pada Hannah.
Hannah nampak terkejut ketika Bryan ada di belakangnya. "Katanya sampai malam juga?" kata Hannah pelan setelah berhasil mendekat.
"Mommy minta kita mampir,"
"Oh nice, kebetulan aku juga mau ke sana tapi belum sempat. Ya udah sekarang aja yuk sekalian, aku pamit dulu sama yang lain."
Bryan mengangguk tak lama Hannah membawanya pergi lewat pintu belakang.
"Eh, Tiwi mana Mas?" Hannah baru sadar kalau asistennya tidak ada di sekitarnya tadi.
"Udah aku suruh pulang, hehe." katanya polos sambil membukakan pintu untuk Hannah agar segera naik.
Hannau menahan tawanya ketika ia mendapati buket bunga di kursinya. "Hey, hon, what's this?" tanya Hannah setengah tertawa.
"Don't need my answers right?" jawab Bryan, mobil mereka segera meninggalkan tempat dan menuju pulang ke Gandaria.
"Kamu cantik banget hari ini." begitu yang tertulis di kartu yang tersemat di sela-sela bunga kesukaan Hannah itu.
Ada sedikit rasa getir di hati Hannah saat membacanya, ia paham jika permintaan Bryan tadi sebelum ia berangkat bukan hanya untuk saat ini atau malam ini saja tapi untuk seterusnya. Meski Bryan tidak pernah secara langsung mengungkapkan tapi di sisi lain Hannah tahu bahwa suaminya itu pasti menginginkan dirinya sempurna menutup auratnya.
Ditambah tadi setelah acara, Hannah juga diminta untuk ikut dalam kolaborasi design busana muslim untuk edisi lebaran nanti. Entah apa yang terjadi hingga bisa semuanya kompak bersamaan.
"Han, you okay?" Bryan membuyarkan lamunan Hannah dan seketika Hannah mengangguk.
"Yuk turun, udah sampai." ajak Bryan, Hannah mengerjao beberapa saat.
Selama itu kah ia melamun? Sampai tak sadar jika ia sudah sampai di halam rumah mertuanya.
"Mamaaasss!! Mbak Hanhann!" pekikan Zie terdengar begitu Mas Bryan dan Mbak Hannah nya datang.
Bryan segera menggendong adiknya yang paling kecil itu dan yang paling merindukannya. Sementara Hannah langsung menuju dapur mencari Ibu ratu.
"Hi mom..."
"Eh, mantu mom. Gimana acaranya?" tanya Aliya sambil mencium kedua pipi Hannah.
"Seru banget, mom harus ikut ya nanti kalau ada lagi." ujar Hannah, Aliya mengangguk. "Bryna sama Daddy mana mom?"
"Bryna sama Daddy lagi ke Batam, nengok cabang rs di sana. Udah lama mereka nggak ke sana biasanya kan sama Mom, tapi Bryna minta ikut ya sudah biar mereka quality time."
"Sini Hannah bantu mom."
Harum masakkan menguar ke mana-mana, Aliya sengaja memasak semua makanan kesukaan Bryan, sayur bening, rolade ayam, sambal dan krupuk.
Aliya tahu karena saat Hannah sakit dia sempat mengatakan ingin tahu lebih banyak makanan kesukaan Bryan.
Aliya meminta anak-anaknya untuk makan karena sudah lewat dari jam makan malam. Sigap pula Hannah segera mengambilkan makanan di piring Bryan, Aliya hanya mengawasi dari kursi lain, ia takkan mengintervensi apapun dan membiarkan Hannah melayani suaminya.
"Mas, kapan mom dikasih cucu nih?" tanya Aliya tiba-tiba.
Hannah dan Bryan jadi ikut tersedak. "Mom, seriously?" ujar Bryan setelah meneguk air.
Aliya terkekeh. "Sorry, i just ask."
"It's okay mom, doakan aja ya." tambah Hannah kemudian.
🐝🌻🐝🌻🐝🌻
Ahooy genks! Dah lah ya, gak banyak cakap aku dibaca aja ya 😂😂 papayyy...
#dahgituaja
#awastypo
Dudui
Au revoir
Merci
Danke,
Ifa 💕
Lupaaa kann niihhh
Silakan berimajinasi kayak apa Hannah ya kalo pake Hijab, 😁😁😁
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top