Semesta 22
Beter eerst de sterren raken en een paar opmerkingen achterlaten ⭐
Better hit the ⭐ first and leave some comments
300 votes for next update
Sayup-sayup Bryan dengar saat kakinya sudah dekat melangkah ke UGD, suara sayup itu Bryan dengar sedang membicarakan betapa indahnya dekorasi pernikahan Syahira akhir minggu kemarin yang bertempat di taman sebuah hotel bintang lima di Jakarta.
Bryan, Bryna serta Mom dan Daddynya pun datang ke sana. Kalau di tanya bagaimana perasaan Bryan menyaksikan Syahira yang sudah lebih dulu menikah, jawaban Bryan tentu bahagia karena Syahira mendapatkan yang lebih dari apa yang dia harapkan dari Bryan.
Karena sejak awal Bryan tak ada rasa apapun kecuali rasa profesionalisme pada rekan sejawatnya saja. Selebihnya, tidak ada.
"Hey hey kerja! Ngerumpi aja." protes Bryan begitu ia sampai di depan nurse station.
Para Suster itu langsung cenggengesan karena terpergok sedang seru mengobrol. Untung saja UGD masih bersahabat saat ini, katakanlah masih satu dua pasien yang berbaring di bed UGD dan sudah tertangani.
"Heheh iya dokter, lagi lihat foto-foto kita kemarin di nikahannya dr. Syahira. Bagus banget, instagramable pula dok." kata salah satu Suster itu membuat Bryan hanya tersenyum sekenanya.
"Ya udah nggak apa-apa, asal jangan pas ada pasien kalian asik ngobrol begini ya. Saya nggak mau kena tegur dr. Adrian atau dr. Aliya." Bryan memberi peringatan sebelum hal-hal yang tidak di inginkan terjadi.
"Siap dok, tenang aja..."
"Lagian kan dr. Adrian itu bapaknya dokter Bryan, masa sih mau di marahin juga anaknya?" tanya suster Arta dengan polosnya.
Bryan hanya geleng-geleng kepala. "Sekalipun beliau-beliau adalah orang tua saya, jika kesalahannya ada di saya dan pas waktu kerja pasti akan kena tegur juga. Professional aja." jawab Bryan, suster tadi lalu tertawa malu-malu sendiri.
"... Udah, bubar, ayo kerja. Di cek aja apa yang kurang-kurang."
"Siap dok!"
.
.
.
.
.
Ruang UGD mendadak ramai beberapa jam kemudian, semua orang sibuk ke sana ke mari karena bed yang tersedia hampir terisi semuanya. Bryan dan dokter lain pun harus bergantian memeriksa pasien dan mengeceknya kembali dan memastikan bahwa mereka sudah mendapat penanganan yang tepat.
Meski sudah kembali di cek namun tetap ada saja yang ribut-ribut tidak mendapat penanganan dan membuat Bryan harus turun tangan menghadapi wali pasiennya itu.
"Maaf ini ada apa ya pak ribut-ribut?" tanya Bryan.
"Gimana sih dok, keluarga saya kenapa nggak segera ditangani?!" bentak wali pasien di hadapan Bryan ini.
"Nggak ditangani?" Bryan beritanya balik seraya menunjukkan wajah heran. Pasalnya, pasien yang walinya sedang marah pada Bryan ini.
"Rumah sakit apaan sih lelet gini!!"
"Maaf pak, tadi kan sudah ada tindakan dengan dokter jaga satunya." ujar Bryan setenang mungkin.
"Ya tapi lama! Lihat dong, ponakan saya udah kesakitan itu!"
"Maaf pak tapi ugd saat ini sedang penuh
Tenaga medis kami sudah menangani semaksimal mungkin dan masih akan terus ditangani hingga tuntas..." Bryan kembali mencoba menjelaskan dengan sabar.
"Dokter kok pilih kasih! Ponakan saya datang duluan, yang dipegang malah pasien yang baru datang, gimana sih?!"
Bryan masih dengan sabar mendengarkan segala repetan bapak tersebut. Bryan bahkan sudah terbiasa mendapat perlakuan begini jika ada wali pasien yang tidak sabaran saat di UGD.
"Itu ponakan saya masih ngerintih-rintih kesakitan!" lanjutnya masih dengan emosi.
"Sekali lagi mohon maaf pak, prioritas penanganan, bisa jadi pasien yang baru datang itu lebih gawat dan darurat." jelas Bryan.
"Lha belum selesai itu dok!"
Bryan memperhatikan pasien yang masih terbaring di bed, ada beberapa luka di wajah dan dahi yang sudah di tutup kassa juga plester serta luka lecet di lengan akibat terjatuh dari motor.
"Luka yang ini maksud bapak?"
"Saya gatau, yang lebih ngerti kan situ! Mbok ya kalau belum selesai jangan main tinggal aja!"
"Kalau luka yang ini memang tidak di tutup pak, tapi sudah di obati tadi. Adeknya ini ngerintih karena efek obat anastesinya sudah habis."
"Dijelaskan dong! Saya kan orang awam mana paham gituan!"
"Nanti akan saya berikan obat pereda nyerinya lagi dan bapak mohon tunggu diluar ya." jawab Bryan masih di sertai dengan senyumnya.
"Ya udah! Cepetan!" dan si bapak pun akhirnya berlalu keluar dari UGD membiarkan Bryan melakukan pekerjaannya.
🌻🌻🌻🌻🌻
Jam kerja Bryan sudah selesai, UGD sudah kembali kondusif dan beberapa pasien yang harus mendapat perawatan intensif pun sudah ada di bangsalnya masing-masing.
Selesai mengecek semua di akhir pekerjaan hari ini Bryan segera menuju lokernya. Hari sudah sore, malam ini ia sudah janji akan pulang sebelum jam delapan malam. Ada janji yang harus ia penuhi setelah ini.
Ponsel Bryan bergetar panjang di sakunya saat ia menuju parkiran. Mommy nya menelepon, Bryan segera menjawabnya.
"Bryan, masih di rs?" tanya Aliya sesaat setelah Bryan menjawan panggilan.
Bryan tersenyum sekilas mendengar pertanyaan Mommy nya itu. "Ini mau ke parkiran kok mom, UGD tadi hectic banget jadi baru beres sekarang..."
"Ya udah, jangan lupa. Setelah Isya nanti kita berangkat."
"Iya mommy.. Ya udah, Mas jalan dulu..." Bryan lantas menutup telepon setelah mengucapkan salam lalu masuk ke dalam mobilnya.
Jumat sore di Jakarta, macet dan akhir bulan tambahan pula tanggal gajian adalah bonus combo yang paling sempurna. Semoga saja ia tidak terlambat sampai di rumah karena kemacetan ini.
Namun kini semesta sungguh berpihak pada Bryan hingga bisa sampai di rumah dengan cepat. Begitu sampai pun Bryan segera masuk kamar dan bersiap-siap untuk memenuhi janjinya.
"He looks so ready..." gumam Adrian sambil menepuk pundak Aliya yang sedang menatap pintu kamar putranya.
"Iya. Rasanya baru kemarin ya, Mas?" sahut Aliya lembut.
Adrian tersenyum lalu mengusap punggung istrinya itu. "Time flies to fast. Terlalu cepat bahkan sampai akhirnya kita sadar bahwa mereka sudah dewasa dan kita semakin menua." lalu di kecupnya pipi Aliya kemudian.
"Mama Papa jadi ikut?" tanya Adrian.
"Nggak, nanti aja katanya. Oma Opa pasti setuju sama pilihan cucunya, Mas." jawab Aliya, Adrian hanya mengangguk.
.
.
.
.
Bryan sudah rapih dengan setelan batik dan celana bahan berwarna hitam, rapi. Ya, Bryan akan datang ke rumah seseorang yang akan menjadi pendamping di masa depannya.
Seseorang yang Orang tuanya baru-baru ini meminta Bryan menjadi menantunya. Seperti gayung bersambut, Bryan pun mengiyakannya karena ia memiliki rasa yang sama meski pernah di hadapkan pada pilihan lain di depan matanya.
Dialah Hannah Adlina yang telah menaklukkan hati Bryan sejak SMA hanya saja Bryan mampu menyembunyikannya serapi mungkin hingga tak ada seorangpun yang tahu isi hatinya kecuali RabbNya yant telah mengatur semuanya hingga tiba di hari ini.
Sempat terpisah ribuan mill hingga bertemu kembali dengan masing-masing sudah dengan pekerjaannya sendiri dan Hannah sudah punya pacar namun lagi-lagi tak ada yang tahu rencanaNya, tak ada pula yang paham bagaimana semesta kembali mempertemukan mereka di saat yang tepat.
"Cieee yang bentar lagi.. Ehem.." ledek Bryna berbisik saat sudah sampai di depan rumah Hannah.
"Shht.." Bryan meletakkan jari di depan bibirnya meminta adiknya untuk diam, namun Bryna hanya terkikik kemudian.
Mereka di sambut Sekar dan Banyu serta cucu mereka Abigail yang tak mau lepas dari gendongan Nendanya itu. Obrolan demi obrolan khas para sejawat ini pun mengalir begitu saja, banyak kenangan mereka bersama sejak anak-anak mereka dahulu pernah satu SMA.
"Oh iya, Tante Sekar, Hannah nya mana?" tanya Bryna.
"Masih di kamarnya, tante panggilin. Sebentar ya.,"
Sekar lantas menuju kamar putri bungsunya yang sedang bersama dengan kakak iparnya di sana. "Han, ayo itu keluarganya Bryan udah datang." kata Sekar, Hannah mengangguk lalu mengikuti Maminya keluar kamar.
Hannah nampak cantik dengan rambut coklatnya tergerai dengan aksen jepitan mutiara di rambutnya, cocok dengan dress soft blue yang dipakainya.
"Nah ini dia..." ujar Banyu saat Hannah duduk di antara kedua orang tuanya itu.
Aliya yang sejak tadi tidak berhenti mengumbar senyum hanya bisa mengingat bagaimana dulu Hannah ia peluk erat saat masalah menerpa kehidupannya dan kini anak itu anak menjadi menantunya.
"Bryan, sudah cukup waktu untuk berpikir?" tanya Banyu tiba-tiba.
Bryan terkekeh. "Sudah Om, Alhamdulillah."
"Sudah yakin?" kini Sekar bertanya.
"Bismillah, insha Allah Tante Sekar," jawab Bryan sekali lagi.
Gumaman Hamdallah pun terdengar di ruang keluarga itu. Sesekali pula mata Bryan dan Hannah tak sengaja bertemu, mereka jadi canggung malam ini.
"Jadi baiknya di segerakan saja." kata Adrian kembali membuka pembicaraan. "Mereka sudah saling kenal kan?"
"Kapanpun mereka siap, Dri. Kita orang tuanya dukung saja." sahut Banyu, Adrian hanya mengangguk mengiyakan ucapan sejawatnya itu.
"Yuk semua kita makan dulu yuk. Laper kan daritadi ngobrol terus..." Sekar mengerlingkan matanya pada Hannah seolah menyindir putrinya yang sejak tadi diam saja.
Akhirnya semua pindah duduk ke meja makan, namun Sekar membawa Hannah lebih dahulu ke dapur untuk 'membantunya'.
"Han, kamu temenin Bryan makan ya, di teras belakang udah mami siapin." ujar Sekar membuat Hannah membulatkan matanya, ia tak tahu bahwa Maminya seniat ini. "ini, Bryan suka banget sama pudding coffee raisin. Bawa sekalian dia pasti seneng."
"Hmm.. Mami, iyaa..." Hannah membawa dua piring kecil di tangannya lalu Sekar mendahuluinya untuk bilang pada Bryan bahwa Bryan akan makan di teras belakang bersama Hannah.
.
.
.
"Kita.. Jadi canggung beginu, Han..." ujar Bryan pelan saat sudah duduk di kursi gazebo bersama Hannah.
Hannah tersenyum. "Iya ya. Maafin Papi ya, Yan, suka begitu emang." kata Hannah, Bryan tahu ke mana arah pembicaraannya ini.
"It's okay, Han. Papi kamu nggak salah kok meminta hal itu ke aku, harusnya aku yang bilang begitu eh tapi Papi kamu malah bilang duluan." Bryan terkekeh pelan sambil menikmati makanannya.
Hannah mencoba mencerna kata-kata Bryan yang bisa ia tangkap adalah ternyata Bryan memiliki rasa yang sama dengannya.
"Han, I'm sorry that I didn't tell you earlier but you know that feelings can't lie, right?" ujar Bryan, Hannah mengangguk.
"I don't mind with that, Yan. It's okay, and I'm sorry too about the same thing."
"So, are you ready for the next step?" tanya Bryan.
"I am..." jawab Hannah lalu senyum manis mengembang dari bibirnya.
Tbc---
🌻🌻🌻🌻🌻
Wallooooooooo ihh sebulan lebih yaa 🤣😂😂 Yaampun yaudalah yaa nih aku kasih update agak panjangan buat yang rindu Mas Bryan ✌🏻✌🏻✌🏻✌🏻
#dahgituaja
#awastypo
Dudui
Au revoir
Merci
Danke,
Ifa, 💕💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top