Semesta 17
Beter eerst de sterren raken en een paar opmerkingen achterlaten ⭐
Better hit the ⭐ first and leave some comments
300 votes for next update
WARNING!
Nikmatilah cerita ini TANPA menentang Alurnya. Protes? Monggo bikin ceritane dewe!
🌻🌻🌻🌻🌻
Dan terbukalah hatimu
Ada jalan untukku
Milikimu, sayangimu, oh
Dan terbukalah hatimu
Ada jalan untukku
Milikimu, sayangimu, oh
Biar reda hatiku
Akupunya kasih yang
Lama kuramu untuk
Kamu
🌻🌻🌻🌻🌻
Semilir angin pagi menerpa wajahku saat berdiri di sini, ku lepaskan sepatu dan kaki ku tapakkan pada pasir bertemankan debur ombak menyapa menenangkan hati yang masih bergemuruh.
Gemuruh sesal mengapa tak menyadarinya cepat-cepat sebelum semuanya menyesal dan aku tak pernah mendengar pernyataan ini jelas di telingaku beberapa hari yang lalu.
Hhhhhh...
Helaan napasku berat terasa, ku lampiaskam semua dengan pergi ke sini. Pantai di utara Jakarta tempatku sering berlari saat libur kerja seperti ini, jika berlari dari kanyataan bisa kulakukan mungkin sudah ku kerjakan.
Tapi ternyata tidak, aku di sini. Masih di sini dengan kenyataan yang bisa dibilang cukup perih menggores hati meski tak ada air mata yang keluar sama sekali.
Entah saat itu sudah tak ada lagi air mata, entah keberanian itu darimana datangnya hingga dengan lantang bibir ini berkata begitu jujur pada lelaki yang selama ini ku kagumi dalam diam hingga ia mengetahui perasaanku yang sesungguhnya dan hanya bertepuk sebelah tangan.
Perasaanku yang sudah tak enak semenjak Bryna mengajakku pergi ke taman semakin di perjelas saat ada dia di sana dan hati ini semakin yakin bahwa lelaki itu bukanlah yang di takdirkan untukku, dia di takdirkan untuk perempuan lain yang sudah ada di hatinya sejak lama.
Ikhlas, itu yang sedang aku pertahankan di hati ini meski sakit dan perih ku rasa saat mendengar penuturan yang sesungguhnya terucap begitu jelas dari bibirnya. Tapi itulah kenyataannya. Sekali lagi, Allah tidak menakdirkanku untuk bersamanya, seberapapun hati ini memaksa untuk melawan garis takdir yang tersaji begitu manis hingga terasa pahit di depan mataku begitu jelas dan nyata.
Sekeras apapun, dia bukan untukku.
Aku tak paham sejak kapan rasa itu berubah drastis hingga rasa tak biasa iti hadir kian menggebu tak pandai ku bendung. Tak pernah sekali pun aku menyukai lelaki sampai sejauh itu, tidak sampai tubuh ini tak sengaja menabraknya di depan lift waktu itu.
Sudah ku coba beberapa kali untuk meredam namun hatiku tak bisa bohong, hingga akhirnya dia datang kembali setelah insiden waktu itu yang tak pernah ku ketahui dia adalah anak petinggi rumah sakit tempatku bekerja.
Pesonanya begitu menyihirku hingga setan-setan di sekelilingku semakin mendorong hati ini untuk cemburu kala ia bersama wanita lain yang kini menjadi pilihannya.
Astagfirullah. Cemburu buta padahal aku bukan siapa-siapanya, aku kalah dengan cemburu, logikaku tak bekerja dengan baik kala kata suka dan cinta menyapa sampai hati ini cemburu hingga air mata yang tak seharusnya keluar menjadi membanjir di sudut mata dan menggenang di pipi.
Allahu Akbar....
Salahkah aku mencintai dan menyukai salah satu ciptaanMu? Ya Rabb... Mengapa seperti ini cobaan hati lagi untukku?
Bulir bening itu kembali membanjir kala kata-katanya kembali terngiang di kepalaku. Dia meminta ku untuk membuang jauh rasa itu dan kembali seperti semula awal perkenalan kami yang baik-baik meski rasa itu telah hadir tumbuh sedikit demi sedikit.
Aku akan mencobanya, mencoba membuang semua rasa ini padanya dengan menyibukkan diri dan mengalihkan semua pikiranku dengan melakukan sesuatu yang akan membuatku lelah bahkan tak punya waktu untuk mengingatnya, lagi.
Aku pun masih ingat, lagi-lagi kenyataan menghantam hatiku bak petir di siang bolong ibu bisa menebak apa yang sedang terjadi padaku. Ibu melihat aku memiliki perasaan yang lebih dan lain padanya, ibu sudah memperingatkanku untuk tidak berharap, dalam dan terlalu jauh padanya dengan alasan kami berbeda.
Aku siapa dan dia siapa.
Lagi-lagi ibu memperingatkanku untuk hati-hati menjaga hati dan perasaan. Jangan berani menyemai jika tak mau pohonnya layu sebelum waktunya. Lagi dan lagi tak bosan ibu mengingatkanku bahwa jika bukan jodoh, akan semakin sulit hati ini untuk move on dan menerima kenyataan yang ada.
Dan itu yang aku rasakan saat ini. Seharusnya bisa aku sadari sebelum jauh dan dengan segera sebelum hari itu tiba dan menghancurkan semua rasaku padanya namun hati ini terlalu naif untuk menerima dan mengiyakan apa yang ada di hadapanku saat itu.
Bahwa dia bukan untukku, hatinya bukan untukku bahkan mungkin namaku tak ada di hatinya. Kami tidak lebih dari sekedar teman sejawat yang bekerja dalam rumah sakit yang sama.
Dan yang semakin membuat carut marut hati ini adalah ketika tak sengaja aku mendengar sendiri dr. Banyu meminta Bryan menjadi menantunya. Yang aku lakukan saat itu hanya mematung sambil memegang botol air mineral di tanganku lalu pergi dari sana sebelum aku mendengar sesuatu yang akan merusak suasana hatiku, lagi.
Drrtt.. Drrtt.. Drrtt.. You have a new messages
Begitu ponselku berbunyi di saku bajuku, aku lihat pesan dari Ibu yang memintaku segera pulang karena akan ada tamu yang datang ke rumah dan beliau meminta ku untuk membantunya beres-beres.
Pantai, jika kau bisa bicara mungkin kau yang akan mengungkapkan semua isi hatiku yang tak orang lakn ketahui kecuali Rabb ku. Terimakasih untuk waktumu mendengar desir hati tak karuan ini, terimakasih untuk tidak menghakimi dan mengatakanku yang tidak-tidak hanya karena menangis demi laki-laki.
Aku pamit dulu, semoga aku kembali ke sini membawa kabar bahagia untuk semesta.
🌻🌻🌻🌻🌻
Mobil siapa itu.
Tak pernah ku lihat mobil ini mampir ke rumahku, tamu siapa yang ibu maksud?
"Buk, siapa sih yang datang?" tanyaku lagi semakin penasaran kala Mas Zayid berlari ke depan menyambut tamunya itu.
"Wes sana kamu ganti baju, malu." kata ibu sambil mendorong tubuhku masuk ke kamar.
Aku menurut dan segera berganti baju dengan gamis dan kerudung yang lebih rapih dari sebelumnya. Ku dekatkan telinga ini ke pintu, aku mendengar suara laki-laki sedang mengobrol dan tertawa dengan Kakakku.
Siapa dia. Tapi suaranya familiar, seperti pernah ku dengar.
Hingga ketukkan pintu menyadarkanku, ibu memintaku keluar. Apa ini. Hatiku semakin tak karuan, jantungku berdegub tak beraturan.
Sampai...
"Nah, Nak Khafi, ini Syahira."
Sepersekian detik kemudian ku angkat wajahku dan...
"Masha Allah, Khafi?" tanyaku lancar mengejutkan Ibu dan Kakakku.
"Kalian saling kenal?" tanya Mas Zayid heran.
"Syahira teman SMA saya Mas, kami satu ekstrakulikuler dulu." jawab Khafi namun tak mampu membuat deguban ini berkurang, justru semakin kencang sambil menerka apa yang ia lakukan di sini.
"Alhamdulillah kalau gitu. Sya, mungkin kamu bingung, Mas tahu. Khafi ini teman kajian Mas dan, Ibuk, ini laki-laki yang akan Zayid jodohkan dengan Syahira." ujar Mas Zayid lantang membuatku kaget sampai aku tak mendengar kalimat selanjutnya.
"Bagaimana Sya? Kalian kan sudah saling kenal, Ibuk setuju. Dia juga dokter, sama seperti kamu dan ibuk yakin yang ini jauh lebih baik dari yang kamu inginkan." sindir Ibu kembali.
Aku hanya bisa menelan saliva ku berkali-kali belum bisa berkata apapun karena terlalu kaget.
"Sya..." suara Khafi memanggil.
"I-iya?" sahutku gugup.
"Saya nggak tahu apa yang sedang Allah persiapkan untuk masa depan saya sampai titik di mana Mas Zayid mengatakan bahwa ia mempunyai adik perempuan yang juga sedang mencari pasangan. Allah yang menggerakkan hati saya untuk datang hari ini, mungkin ini semua mengejutkan kamu tapi percayalah bahwa ini bukan sebuah kebetulan yang saya buat melainkan Allah telah merencanakannya."
Aku hanya bisa mengatupkan bibirku dalam-dalam saat mendengar kata-katanya.
"Syahira, saya mungkin tidak mempunyai harta dunia berlimpah hingga bisa membuatmu seperti ratu setiap hari tapi kamu akan terus ada di sudut hati terdalam saya juga ratu bagi keluarga kita nanti. Syahira, mungkin lama kita tidak bertemu dan Allah menghendaki pertemuan kita hari itu kembali menyadarkan saya bahwa Allah menyimpanmu untuk saya."
Bergetar hati ini ya Rabb...
"Ibu, Mas, izinkan saya untuk meminang Syahira dan menyempurnakan separuh ibadah kami dengan ibadah terlama sepanjang hidup yaitu menikah. Syahira, bersediakah kamu?"
Allahu Akbar, air mata ini banjir lagi. Masha Allah, begitu besar kuasaMu ya Rahman. Setelah cobaan mengoyak hati, kini datang seorang lelaki memintaku pada Ibu dan Kakakku untuk meminangku sebagai istrinya.
"Syahira?" panggil Ibu ketika aku lama terdiam.
Bismillah. Ku usap kedua mataku yang basah karena air mata, ku angkat wajahku dan dengan tegas ku katakan...
"Bismillahirrohmaanirrohiim..., saya bersedia..." tak perlu ku menunggu lama untuk menjawab, Allah telah menggantikan yang pergi dengan yang ku yakini jauh lebih baik dari sebelumnya. Dia datang untuk menyembuhkan semua luka ini.
Ibu lantas memelukku sambil mengucapkan Hamdallah berkali-kali di telingaku.
Allah, jika ini yang terbaik untukku maka mudahkanlah jalan kami untuk menyempurnakan separuh ibadah kami padaMu. Ibadah yang setiap jengkalnya memiliki nilai pahala yang berlimpah.
🌻🌻🌻🌻
Eaa.. Netijen, waktu dan tempat di persilakan 😁
#dahgituaja
#awastypo
Dudui
Au revoir
Danke
Merci
Ifa 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top