Semesta 15

Beter eerst de sterren raken en een paar opmerkingen achterlaten ⭐

Better hit the ⭐ first and leave some comments

280 votes for next update

WARNING!

Nikmatilah cerita ini TANPA menentang Alurnya. Protes? Monggo bikin ceritane dewe!

🌻🌻🌻🌻🌻

"Tapi kamu harus selesaikan satu hal pada perempuan lain, Mas. Yang mom selalu nampak ada yang lain di matanya saat menatapmu, beberapa kali mom lihat dia begitu ketika mom tidak sengaja lewat UGD."

Kini Bryan yang mengernyitkan dahinya, rasanya ia tak pernah sedikitpun membahas hal ini pada dr. Syahira. Mengobrol tentang personal life saja bahkan tak pernah ada dalam obrolan mereka, apalagi tentang perasaan seperti ini?

"Maaf mom, tapi mas rasa itu bukan salah mas." ujar Bryan masih dalam kebingungannya.

"Iya mom tahu, tapi setidaknya bicara sama dia bahwa kamu bener-bener sama sekali tidak memberinya harapan apapun. Ajak Bryna supaya kalian nggak berduaan aja."

"Adek pernah bilang ke mas soal itu, tapi mas kira cuma becanda karena mas merasa nggak kasih harapan apapun atau bahkan yang lebih dari itu. Interaksi kami biasa aja, professional kerja."

Aliya mengangguk-angguk mendengar penjelasan Bryan. "Setidaknya bicara dahulu agar jelas dan nggak ada salah paham."

Bryan menghela napasnya lagi. "Iya mom, ya udah mas istirahat dulu. Capek. Mom juga tidur," ujar Bryan lalu mengecup pipi ratunya dan masuk kamar kemudian.

Lelah Bryan rasakan, pegal sekujur tubuh dari pundak hingga kaki menjalar ke mana-mana. Terpejam sebentar lalu terbayang ucapan Mommy nya barusan.

"Astagfirullah... Kok bisa sampai sejauh ini." gumam Bryan lalu mengusap wajahnya kasar.

🌻🌻🌻🌻🌻

Bryan memaksa Bryna untuk ikut ke KMC dan meliburkan diri demi menemaninya berbicara dengan dr. Syahira, ia paham bahwa wanita seperti dr. Syahira tidak akan pernah mau hanya berduaan apalagi membicarakan perihal hati seperti ini.

"Kenapa aku sih di bawa-bawa?" gerutu Bryna saat perjalanan menuju KMC.

"Nggak mungkin ajak Zie atau Kavin kan? Mereka sekolah." sanggah Bryan.

Bryna mendengkus sebal mendengar alasan kembarannya itu. Ia juga sudah mendengar ceritanya tadi sebelum berangkat, agak sedih memang berada di posisi seperti itu tapi mau bagaimana jika hati sudah memilih?

"Udah ngomong sama Hannah soal ini?" tanya Bryna.

"Belum, pelan-pelan aja. Lagian mas mau kasih dia ruang sendiri dulu dan fokus sama apa yang mau dikerjakan. Secepatnya mas akan ngomong sama dr. Sekar atau dr. Banyu." jawab Bryan mantap sambil memarkirkan mobilnya di parkiran khusus dokter KMC.

Mereka berdua turun dari mobil, sengaja mereka datang lebih pagi dan semoga yang dicari ada dan bisa di selesaikan hari ini.

"Eh Mas, itu." ujar Bryna memecah lamunan Bryan.

"Mas tunggu di taman." Bryan segera belok ke arah taman sementara Bryna menghampiri dr. Syahira di depan nurse station.

"Assalamu'alaikum, dr. Syahira?" sapa Bryna ramah.

Dr. Syahira nampak terkejut dengan kedatangan Bryna yang tidak biasanya begini. "Wa'alaikumsalam.. Eh dr. Bryna, tumben."

Bryna melempar senyum. "Iya, mau ada yang saya bicarakan, maaf kalau agak kurang nyaman soal ini. Ada hal yang perlu di luruskan, kita ke taman yuk."  ajaknya.

Perasaan dr. Syahira mendadak tak enak, ada apa sebenarnya sampai anak direktur rumah sakit tempatnya bekerja ini sampai menghampirinya pagi hari begini.

Bryna membawanya ke taman, benar saja saat dr. Syahira menongak ia melihat Bryan sudah duduk di kursi taman yang ada mejanya, sibuk dengan gawai di tangannya.

"Allahu Rabb..." batin dr. Syahira berusaha menahan degupan jantungnya yang bergemuruh takut akan mendengar pembicaraan yang tidak sama sekali ia inginkan.

Mereka bertiga duduk dengan Bryna di samping dr. Syahira yang sama sekali tidak berani menatap Bryan. Sementara Bryna berusaha mengumpulkan keberaniannya juga untuk membicarakan hal ini, jujur saja ia takut ada hati lain yang tersakiti.

"Maaf sebelumnya kalau ini mendadak, dr. Syahira." ujar Bryan akhirnya mendahului adiknya. "Ada hal yang harus saya luruskan. Maaf jika saya menyakiti hati kamu--"

"Maaf, maksud dokter apa ya? Menyakiti yang seperti apa?" sambar dr. Syahira memotong ucapan Bryan.

"Maaf jika apa yang saya sampaikan salah. Saya tahu kita adalah partner kerja secara profesional. Saya kagum dengan dedikasi, talenta, dan pribadi dr. Syahira terlebih sebagai seorang muslimah yang taat. Tanpa mengurangi rasa segan saya sebagai seorang teman, saya minta maaf jika ternyata baik sengaja maupun nggak sengaja telah menyakiti hati dr. Syahira secara pribadi. Saya nggak ada maksud ke arah sana. Saya minta maaf jika mungkin perlakuan saya selama ini ada semacam "memberi harapan", koreksi jika saya salah, tapi jika memang itu benar, saya benar-benar minta maaf. Biar enak ke depannya ketika kita kerja bareng lagi, dan nggak ada salah paham. Tolong hilangkan perasaan sungkan itu, dr. Syahira. Kita bisa tetap berpartner kerja seperti biasa." jelas Bryan panjang lebar.

Dr. Syahira terdiam beberapa saat setelah mendengar ucapan Bryan lalu keberanian berbicara itu kembali. "Saya yang seharusnya meminta maaf. Sejak awal saya memang kagum dengan tangan dingin dan personality dr. Bryan hingga rasa kagum itu kini berubah. Maaf, tidak seharusnya saya seperti ini." jelas dr. Syahira tegas, tak ada air mata di kedua matanya.

Bryan dan Bryna terhenyak lalu saling pandang mendengar jawaban sejawat mereka ini. Sebagai perempuan, Bryna akan merasa perih hati bila ada di posisi seperti itu dan sesungguhnya ia tak sampai hati mengajak dr. Syahira bicara begini namun bila dibiarkan akan semakin keruh, salah paham dan lainnya akan timbul kemudian.

Kini semua jelas meski pasti ada yang tersakiti.

"Hehehe kenapa harus saya? Saya ini bukanlah siapa-siapa dr. Syahira. Saya yakin ada lelaki yang lebih pantas untuk dapetin hatimu, lebih dari saya. Kamu boleh anggap saya sebagai kakak seperti halnya Bryna. Saya rasa itu lebih baik." kata Bryan lagi mencoba mencairkan suasana tidak menjadi tegang seperti tadi.

"Jangan mau sama dia mah, nggak peka." kelakar Bryna membuat tawa akhirnya menggelegar namun tawa itu harus berhenti kala alarm mini milik dr. Syahira berbunyi nyaring.

"Dok, permisi ya, saya duluan. Emergency call." pamit dr. Syahira buru-buru kembali ke UGD setengah berlari, meninggalkan dua kakak beradik ini.

Bryan menatap adiknya ini. "Gimana? Lega?" tanya Bryna.

"Alhamdulillah. Tinggal satu lagi, kamu masih harus bantuin."

Bryna manyun. "Iya ih, elah, nanti lah. Jangan ngegas, slow aja slow." kata Bryna sambil memainkan tangannya.

.
.
.
.
.

Sementara UGD sedang sibuk karena datang pasien rujukan dari rumah sakit lain. Dr. Syahira langsung sibuk membaca medical record dari rumah sakit asal tanpa memperhatikan siapa dokter yang membawa pasien tersebut ke sini.

Dokter itu lantas memperhatikan dr. Syahira sesekali, ia kenal betul perempuan di depannya ini namun sepertinya dr. Syahira belum menyadari kehadirannya.

"Permisi. Kamu, Syahira kan?" sapa lelaki berwajah Indo itu pada dr. Syahira saat semuanya sudah selesai dan kembali kondusif.

"Masha Allah! Khafi?" ucapnya setengah kaget, lelaki itu tersenyum menang ke arah dr. Syahira juga merasa senang bahwa dirinya masih di kenali teman masa SMA beda kelas satu ekskul dengannya.

"Nggak nyangka ternyata kamu jadi dokter juga, Sya." ujar Khafi tak percaya, rona bahagia kembali terpancar di mata dr. Syahira. Hati yang tadinya mendung kini kembali cerah.

Mereka lantas melipir dari UGD setelah pasien tertangani dan pindah ke ruang rawatnya. Kantin ujuny gedung KMC jadi pilihan mereka untuk mengobrol sebentar sebelum Khafi kembali ke rumah sakit.

"Udah lama di sini, Sya?" tanya Khafi memecahkan kecanggungan antara mereka.

"Alhamdulillah, hampir setahun di sini. Kamu gimana?"

"Sama, tapi sepertinya aku bakal ambil spesialis ke Malang lagi. Tapi belum tahu kapan." jawab Khafi lalu menyeruput minumannya.

Ada rasa tersentil di hati dr. Syahira, ia bahkan lupa impiannya untuk mengambil spesialis setelah kepergian ayahnya saat itu. Kala kuliah dahulu yang ia pikirkan hanya lulus dan segera bekerja karena ia tak ingin membebankan apa-apa lagi pada Ibu ataupun Kakaknya.

"Gimana kabar Ayah sama Ibu, Sya?"

Deg

"Alhamdulillah ibu sehat, Ayah.. Ayah udah nggak ada Khaf sejak aku masuk kuliah dulu." jawab dr. Syahira agak sendu.

"Astagfirullah. Innaillahiwainaillahirojiun maaf, Sya."

Dr. Syahira menggeleng lalu tersenyum maklum karena Khafi tak tahu.  "Nggak apa-apa Khaf, udah nggak ada yang perlu di sesali." jawabnya.

Obrolan mereka lalu ngalor-ngidul hingga gawai Khafi berbunyi dan ia harus segera kembali ke rumah sakit lagi juga dr. Syahira yang harus kembali ke UGD.

🌻🌻🌻

Ojo siyok e... 😘😘😘😘

#dahgituaja

#awastypo

Dudui

Danke

Au revoir

Merci!

Ifa 💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top