Semesta 13
Beter eerst de sterren raken en een paar opmerkingen achterlaten ⭐
Better hit the ⭐ first and leave some comments
280 votes for next update
WARNING!
Nikmatilah cerita ini TANPA menentang Alurnya. Protes? Monggo bikin ceritane dewe!
🌻🌻🌻🌻🌻
Syahira terduduk di kursinya, UGD hari ini sepi tak seperti biasanya. Hanya ada beberapa bed terisi itupun semua sudah beres tinggal menunggu kamar disiapkan begitu juga dengan berkasnya yang telah Syahira selesaikan untuk pelimpahan pada dokter spesialis yang akan menangani nantinya.
Helaan napas sungguh berat terdengar, netranya menuju pada satu bed yang kosong, di bed itulah Syahira melihat Bryan yang begitu ia kagumi diam-diam sangat care terhadap Hannah. Cemburu? Yaa, mungkin itu satu kata yang hingga hari ini membuat hatinya berkedut perih tapi siapalah dirinya yang bukan siapa-siapa tapi menaruh rasa cemburu itu pada Bryan? Tak pantas rasanya.
Hari-hari Syahira bahkan nampak monoton saja, gurat senyum nan manis itu hanya nampak sesekali saat bertatapan dengan para pasiennya setiap hari. Setelahnya, ia kembali menjadi Syahira yang pendiam seperti hari ini sampai membuat Suster dan Dokter lainnya bingung ada apa dengan Syahira.
"Dok, pasien sudah siap pindah ke kamar perawatan." interupsi Suster Resna membuyarkan lamunan Syahira.
"Eh, iya iya. Aduh maaf ya sus, ini rekam mediknya langsung kasihkan ke dr. Nia ya." pesan Syahira sambil menyerahkan map berwarna biru langit menandakan bahwa itu milik poli penyakit dalam.
Suster di depan Syahira ini hanya mengangguk dan sesekali memperhatikan rekannya itu. Ada yang beda namun ia tak enak untuk bertanya, tak sopan rasanya.
"Astagfirullah.. Aku kenapa sih." gumam Syahira pelan sampai mungkin tak terdengar siapapun.
Jam dipergelangan tangan Syahira terus bergerak hingga ia tak menyadari hari semakin sore namun sampai jam pulang menjelang, ia belum lagi melihat Bryan datang ke UGD untuk menggantikannya yang ada justru dokter lain yang lebih dulu datang.
"Sendirian dok?" tanya dr. Syahira pada sejawatnya itu.
"Iya, dr. Bryan masih ada poli jadi saya duluan ke sini. Long shift kita sampai besok pagi." jawab dokter bernama Felly itu lalu duduk di samping Syahira yang sedang beres-beres.
"Aku duluan ya." pamit Syahira langsung keluar dari UGD dan segera menuju finger print untuk absen pulang.
Saat keluar dari UGD, mata Syahira langsung menangkap sosok Bryan yang tengah berjalan menuju ke arah UGD. Syahira lantas memejamkan matanya dan menetralkan kembali perasaannya kalau-kalau Bryan menyapanya agar tidak kelihatan sedang salah tingkah.
Benar saja, Bryan menebar senyumnya begitu sampai di depan Syahira. "Pulang? Dr. Felly udah datang?" tanya namun Syahira hanya mengangguk.
Beberapa detik terdiam hingga akhirnya Syahira sadar ia tak seharusnya begini. "Maaf saya permisi dulu dok." katanya dan pergi dari hadapan Bryan.
Bryan mengangkat kedua alisnya, ia bingung ada apa dengan Syahira? Tidak biasanya dia seperti barusan. Atau memang sedang buru-buru mungkin Bryan tak tahu, ia lantas masuk ke dalam UGD yang begitu sepi.
Namun kejadian tadi tak berhenti sampai disitu saja di kepala Bryan, ada begitu banyak kemungkinan hingga bisa saja yang Bryna katakan beberapa hari lalu benar adanya. Meskipun dulu Bryan sempat penasaran dengan Syahira yang menabraknya kala itu namun semua itu hilang begitu saja saat satu nama lain muncul kembali.
🌱☘️🍀🌿
Syahira memilih Busway untuk pulang menuju rumahnya di daerah Tanjung Barat, beruntungnya ia sore ini mendapatkan tempat duduk di dekat jendela hingga ia bisa terdiam sambil memandang kiri jalan tanpa terganggu.
Sambil sesekali beristigfar dalam hatinya, Syahira berusaha menghilangkan Bryan dari benaknya. Cinta diam-diam dan sendiri seperti ini memang sakit meskipun tak berdarah. Syahira sadar bahwa dirinya bukan untuk lelaki yang sejak pertama dia datang dan rasa kagum itu muncul secara tiba-tiba tanpa aba-aba apapun.
"Allahu Rabb... Siapkan hati ini untuk menerima kemungkinan terburuk lainnya di kemungkinan hari. Hamba tahu ada lelaki lain yang sedang menungguku berbenah diri saat ini. Bantu Hamba ya Rabb..." batin Syahira dan lagi-lagi lamunannya berhenti begitu busway yang di tumpanginya berhenti di sebuah halte, ia segera turun agar cepat sampai ke rumah.
Bukan perumahan elit, hanya kawasan permukiman biasa dengan rumah minimalis nan asri yang Syahira dan Ibunya tinggali saat ini. Rumah peninggalan Ayahnya yang dibangun susah payah demi membuat nyaman istri dan kedua anaknya.
Syahira membuka pagar rumahnya, pekarangannya nampak basah sepertinya Ibu Aziza baru selesai menyirami tanaman-tanaman yang kini merekah berbunga di halamannya.
"Assalamualaikum..." ucap Syahira begitu membuka pintu rumahnya.
"Wa'alaikumsalam..." suara lembut itu berasal dari dapur, Aziza tengah menyiapkan makan malam untuknya dan Syahira.
Wangi masakan menguar ke mana-mana membuat kaki Syahira otomatis melangkah ke arah dapur dan membuat moodnya bangkit seketika.
"Hmm, ibu masak apa ini wanginya enak." Syahira memgambil tempat di samping sang ibu yang tengah mengaduk masakannya di dalam wajan.
"Ini ibuk masak menu baru, kornet dan baso ayam pedas manis. Tadi ibuk dapet resep dari temen di sekolah, terus pulang ngajar tadi ibuk langsung belanja kornet frozen sama basonya deh." cerita Aziza pada putrinya yang sedang mendengarkan di sampingnya.
"Hmm enak kayaknya." Syahira sudah tak sabar mencoba menu baru ibunya itu.
"Yawis gih sana mandi, beres-beres. Kamu lho bau rs." protes Aziza hanya di tanggapi tawa kecil Syahira yang segera meninggalkan dapur dan menuju kamarnya untuk beres-beres.
.
.
.
.
.
Dua wanita lain generasi ini menikmati makan malamnya setelah Sholat Isya, hanya berdua Zayid masih berada di luar kota. Dari balik kacamatanya, Aziza memperhatikan sang putri yang sejak beberapa hari lalu nampak murung dan tidak bersemangat.
"Ibuk perhatikan akhir-akhir ini kamu murung Sya? Ada apa?" tanya Aziza akhirnya setelah Syahira menyelesaikan makan malamnya.
Eh. Apa terlalu terlihat sampai ibunya menyadari?
Syahira gelagapan, salah tingkah.
"Enggak kok buk, nggak apa-apa. Biasa aja." kilahnya lalu meraih gelas yang terisi air dan segera meminumnya demi menetralkan perasaannya.
Aziza hanya berdeham saja melihat tingkah si putri bungsu yang berusaha menghindari dari pertanyaannya tadi. "Jangan bohong. Ibuk ya tahu kamu, Sya."
Syahira masih diam.
"Apa karena dokter itu?" tembak Aziza to the point membuat jantung Syahira semakin deg-degan takut mendengar ceramah ibunya setelah ini.
"Hhh... Syahira.. Syahira. Nak, nggak mungkin sekelas dokter seperti dia tidak mempunyai calon sendiri atau bahkan bisa saja sudah di jodohkan sejak kecil dengan seseorang. Tidak usah berharap terlalu banyak dengannya kita tidak ada apa-apanya."
Syahira menunduk dalam, lagi-lagi kenyataan menghantamnya begitu keras dan terasa begitu sakit.
"Berharap pada manusia sama saja menumpukkan harapan pada sebuah asa yang tak jelas ke mana arah akhirnya. Meskipun ibu tahu, Allah lah Maha membolak balikkan hati seseorang tapi tetap saja jika bukan namanya yang tertulis untukmu lalu kamu bisa apa?"
Subhanallah, hati Syahira semakin perih kala mengingat bahwa dirinya menumpukkan harapan akan Bryan dapat melihat dirinya.
"Ibuk sudah lihat sejak kemarin berita si dokter dan designer itu berseliweran di televisi. Hari itu kita sempat jumpa bukan?" tanya Aziza, Syahira hanya mengangguk.
"Jangan mengejar sesuatu yang akhirnya membuat kita sakit hati dan membutakan mata hati. Ibuk tahu, jatuh cinta itu memang bisa menutup semua yang hitam menjadi putih, yang salah menjadi benar dan yang tak pantas jadi pantas. Tapi jika hanya satu pihak yang mengejar apa bisa di sebut 'Cinta'?"
"Kayak nggak ada laki-laki lain aja." gumam Aziza membuat Syahira semakin membungkam mulutnya tak berani membantah perkataan sang ibu yang semuanya bisa di bilang benar adanya.
"Nggih buk, maafin Sya." kata Syahira akhirnya.
"Ya sudah, nanti minta Mas Zayid carikan teman-temannya untuk di jodohkan ke kamu. Siapa tahu cocok dan lebih-lebih dalam segala hal dibandingkan dokter itu." ujar Aziza asal membuat Syahira menatapnya.
"Buk, Buk, ojo bandingne karo liyane. Mboten sae." kata Syahira. "Ibuk pernah bilang seperti itu kan?"
Skak. Aziza terdiam.
"Wis. Kamu ini, sudah-sudah. Nggak ada habisnya berdebat sama kamu Sya. Pokoknya ibuk nggak mau lihat kamu seperti ini lagi karena laki-laki. Malu." tutup Aziza akhirnya menyudahi ceramahnya malam ini.
🍎🍎🍎🍎
Halloooooo akhirnya setelah dua minggu hiatus hahahaha dan aku kembali setelah di terror 😂😂 maafkan ya tapi itu hiatusnya mah sebentar wkwkkw ehehehe. Selain emang mood gak banget buat lanjutin ini kemarin, ada project lain yang harus di kejar deadline jadi ya gak nganggur sama sekali kalo nulis tetep jalan meski bukan update Mas Bryan 😂😂
Okeh, selamat menikmati 😙😙
#dahgituaja
#awastypo
Dudui
Au revoir
Danke
Merci
Ifa 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top