Semesta 12

Beter eerst de sterren raken en een paar opmerkingen achterlaten ⭐

Better hit the ⭐ first and leave some comments

280 votes for next update

🌻🌻🌻🌻🌻

Kemarin, setelah selesai visum dan melengkapi berkas untuk pemeriksaan kepolisian, Hannah segera meminta untuk pulang saat dini hari demi menghindari awak media yang terus mengejarnya meminta keterangan tentang hal apa yang terjadi padanya.

Manager dan asisten Hannah pun tak luput dari kejaran awak media yang terus meneror mereka lewat telepon. Mau tak mau harus dijawab dan setidaknya ada penjelasan sedikit tentang apa yang menimpa Hannah dan siapa lelaki yang menolongnya itu.

Hannah masih mengurung dirinya di dalam kamar, enggam keluar bahkan untuk sekedar makan. Menonton televisi saja Hannah tidak mau karena hampir semua infotainment menayangkan tentang dirinya sampai akun gosip pun ia jadi kena sasaran.

Sekar pun sedang membujuk Hannah untuk jangan seperti itu karena akan berdampak pada semuanya namun Hannah sepertinya masih butuh menenangkan dirinya yang terguncang akibat kejadian itu.

"Han, udah dong sayang..." kata Sekar sambil mengusap rambut Hannah, namun Hannah tetap diam dan menenggelamkan wajahnya bersama bantal yang ia tiduri.

"Hannah bodoh banget Mi, maafin Hannah." sahut Hannah akhirnya setelah beberapa saat terdiam.

Sekar terus membisikkan bahwa itu bukan salah Hannah. Putrinya sudah mencoba untuk menjauh namun Ben tetap mengejarnya bahkan sampai datang ke acara fashion show Hannah kemarin.

"Dari awal papi udah nggal setuju kamu sama si Ben itu." kata Banyu yang muncul di depan pintu kamar Hannah yang terbuka.

Hannah terduduk dan menunduk dalam mendengarkan celoteh Papinya itu. Memang, sudah beberapa kali Sekar dan Banyu menasehati Hannah untuk menyudahi saja hubungan yang tidak sehat itu.

Namum Hannah seolah termakan kembali rayuan-rayuan omong kosong itu dengan tetap mempertahankan Ben meski dengan segala perlakuannya yang kasar bahkan beberapa kali memyelingkuhi Hannah sampai akhirnya Hannah pulang ke Indonesia dan menyudahi segalanya.

Tapi sayang seribu sayang, Ben tetap tak terima dengan keputusan Hannah yang memutuskannya lewat sambungan telepon beberapa minggu yang lalu. Berulang kalo Hannah mengatakan untuk tidak usah menyusulnya ke sini tapi tetap saja Ben yang nekat tetap datang tanpa sepengetahuan Hannah dan muncul begitu saja.

"Dia belum resmi nikah sama kamu udah enteng tangan begitu. Gimana kalau kalian terus sampai menikah? Mau kamu punya suami seperti itu?" tanya Banyu lagi, Hannah menggeleng keras mendengarnya.

"Mas, udah. Kasian Hannah." bela Sekar lalu meraih si bungsu ke dalam pelukkannya.

Hannah kembali menangis di pelukkan Maminya itu, apalagi setelah mendengar suara ribut-ribut di balik pagar tinggi rumahnya. Hannah mengintip sedikit ke arah jendela, benar saja, media belum puas dengan keterangan manager dan asisten Hannah. Mereka tetap mengejar meski Bik Tin tidak membukakan pintu untuk mereka semua masuk.

"Biar papi yang urus." Banyu lantas pergi ke bawah menemui media di luar sana.

"Bryna sama Bryan gimana mi? Hannah belum sempat ketemu sama mereka." kata Hannah sambil menyusut hingusnya.

"Mereka baik-baik aja. Cuma Bryan babak belur," terang Sekar membuat mata Hannah membulat seketika.

"Hannah bakalan minta maaf nanti sama mereka. Tante Aliya pasti marah," cicit Hannah masih terdengar oleh Sekar.

"Mami udah telepon Tante Aliya, udah minta maaf juga atas kejadian kemarin. Dia bilang Bryan udah nggak apa-apa justru khawatirnya sama kamu." jawab Sekar enteng.

"Iya, tapi nanti Hannah tetap minta maaf sama mereka."

Otak Hannah jadi berpikir dalam-dalam. Kenapa Bryan mau membelanya sampai sejauh itu? Bryan yang saat SMA bahkan nampak cuek saja tapi ketika marah bisa seperti itu, hal yang tak pernah Hannah tahu sebelumnya.

Entah apa yang bisa Hannah katakan nanti di hadapan Bryan, rasanya tak cukup hanya terimakasih karena Bryan babak belur akibat dirinya juga. Tapi di satu sisi Hannah bersyukur masih ada yang menolongnya, jika tidak, entah apa yang akan terjadi pada Hannah. Mungkin saja luka yang ia dapat lebih parah dari ini dan bukan hanya tamparan saja.

Benar-benar Hannah merasa sangat bodoh hingga detik ini. Mengapa keputusan itu tidak diambilnya sejak dulu saja jika tahu akhirnya seperti ini, semakin parah bila di biarkan saja.

Dulu, saat pertama kali Hannah membawa Ben datang ke Jakarta untuk bertemu Mami Papi juga Erlangga yang saat pernikahannya dengan Hanggini dua tahun lalu.

Banyu sudah lebih dulu tak setuju karena sudah pasti keyakinan Hannah dan Ben berbeda, culture shock yang hadir pasti akan menimbulkan gesekan-gesekan nantinya serta banyaknya pertimbangan lain yang akan muncul seiring berjalannya waktu.

"Nenaaaa..." teriak bocah cilik sambil sempoyongan berjalan menghampiri Sekar yang masih duduk di atas tempat tidur Hannah.

Mata Sekar berbinar begitu melihat cucunya sudah bisa berjalan tanpa dititah. "Sayangg.." Sekar lantas memeluk Abigail atau Bee, cucu perempuannya yang kini sudah genap berusia satu tahun.

"Te naaaa..." panggilnya imut lalu duduk di pangkuan tantenya yang masih nampak sedih itu.

Hannah hanya tersenyum sekilas saat Bee mengecupnya. Sekuat mungkin Hannah menahan senyumnya saat Bee berusaha menghibur dengan celotehan khas seorang bayi.

"Gimana dek, udah beres?" tanya Angga begitu masuk ke kamar Hannah.

Hannah hanya menggeleng. Lusa ia harus kembali menemui pihak kepolisian untuk kelengkapan berkas demi bisa mendeportasi Ben dan akan dilarang masuk ke Indonesia lagi setelah kelakuannya itu.

"Besok kalau Mami nggak bisa, biar mbak Anggi aja yang nemeni kamu ya?" tawar Hanggini pada adik iparnya itu.

"Iya mbak." sahut Hannah pendek tak selera melanjutkan topik pembicaraannya.

🌻🌻🌻🌻🌻

Pemberitaan mulai mereda, Hannah baru berani keluar dari rumah setelah tak ada satupun media yang nongkrong di depan rumahnya lagi seperti beberapa hari yang lalu.

Sekarang weekend, Hannah memutuskan untuk bertamu ke rumah Aliya untuk menyampaikan maaf secara langsung karena membuat anaknya babak belur dan terlibat dalam masalah Hannah juga Ben tempo hari.

Ditemani Sekar, Hannah hanya diam saja sepanjanh perjalanan. Banyak pikiran berkecamuk di otaknya, salah satunya adalah menarik diri dari industri fashion dan hanya mengelola butiknya tanpa perlu pagelaran atau show untuk mengenalkan produk terbarunya.

Namun di satu sisi sangat disayangkan jika Hannah melepas semuanya yang sudah ia bangun dengan susah payah hanya karena masalah ini yang sudah selesai dan Ben sudah di deportasi. Lalu apalagi yang Hannah takutkan?

Dan Hannah masih mencari jawaban di dalam otaknya.

"Udah sampai, Han. Ayo turun." ajak Sekar setelah sampai di halaman rumah Aliya lalu mengajak Hannah turun.

Rumah itu tak banyak berubah, hanya cat nya saja yang sudah berganti sejak terakhir Hannah berkunjung saat SMA dahulu. Ia ingat betul betapa Aliya begitu peduli padanya, di depan pintu rumah ini Hannah masih ingay bahwa dulu Aliya mengelus punggungnya dan menenangkan dirinya.

"Assalamualaikum..." ucap Sekar sambil mengetuk pinti di hadapannya.

Suara kunci terbuka terdengar dari dalam. "Wa'alaikumsalam..." muncul Zie dari balik pintu. "Enggh, tante siapa?" tanyanya polos.

Sekar lantas tersenyum, ia tahu ini si bungsu. "Hallo Zie, aku tante Sekar. Mommy ada?"

Zie hanya mengangguk lalu mempersilakan tamu Mommynya itu masuk ke dalam ruang tamu yang tak jauh dari ruang tengah. Si bungsu lantas lari ke dalam mencari Mommynya yang tengah memasak siang-siang begini.

"Eh, mbak Sekar." sapa Aliya begitu melihat dua tamunya menunggu. "Ada apa ini?" tanyanya setelah cipika cipiki.

"Ini, Hannah. Mau bicara sama kamu katanya." Sekar menepuk lengan Hannah pelan.

"Emm.. Sebelumnya Hannah minta maaf tante. Nggak ada maksud buat melibatkan Bryan-Bryna dan bikin Bryan jadi luka-luka begitu." kata Hannah penuh penyesalan.

Aliya tersenyum, matanya menatap teduh. Hannah tak berubah sejak pertama kali ia mengenalnya. "Nggak apa-apa Han. Tante justru bersyukur ada si kembar kemarin yang nolong kamu, coba kalau mereka nggak ada dan sekitarmu nggak sadar dengan apa yang terjadi?"

Hannah mengangguk memahami ucapan Aliya.

"Sekarang udah kejadian, jadikan semua itu pelajaran buat kamu terutama dan semoga tidak lagi terulang di kemudian hari." tutup Aliya masih menatap Hannah dengan teduhnya.

"Sekarang Bryan gimana, Al?" tanya Sekar.

"Bryan udah nggak apa-apa, lukanya juga memudar kok cuma luka luar aja."

Hannah nampak lega setelah mendengar penuturan Aliya namun sejak ia duduk dan sekarang mendengarkan Maminya mengobrol dengan bahasa Kedokteran yang Hannah tak pahami, ia sama sekali tidak melihat si kembar di sini.

"Si kembar ke mana, Al?" tanya Sekar seolah tahu isi kepala Hannah.

"Biasa mereka sabtuan gini pergi ke gym di mall depan sana itu--eh itu mereka sampai. Pas banget."

Tak lama kemudian si kembar masuk dan mengucap salam menyapa Sekar juga Hannah lalu mengecupi Mommy mereka bergantian.

"Ih mamas sana bau keringet, jangan cium mom." Aliya menolak.

"Enak aja, mas udah mandi tahu." tak peduli Bryan tetap mengecup pipi Mommynya sementara Bryna langsung mengobrol dengan Hannah.

Tanpa Hannah ketahui, Bryna memperhatikan setiap gerak geriknya. Apalagi begitu suara Bryan terdengar, sepertinya ilmu cenayang sang Oma menurun dengan amat sangat apik pada Bryna hingga ia bisa melihat sisi lain seseorang hanya dengan memperhatikannya saja.

🌻🌻🌻🌻🌻

Eyaaa ihiyyy kamis hectic padahal udah ngejar mau update siang sebelum berangkat tapi apalah dayaku sudah dikejar waktu dan meet meet.. Hufftt baru beres semua, langsung cus lanjut di temani doping si Susu Bear yuhuu... Selamat membaca semwaaaa 💕💕😘😘😘

#dahgituaja

#awastypo

Dudui

Au revoir

Danke, merci

Ifa 💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top